MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Fanatisme politik tak surut meski gelaran pesta demokrasi telah berlalu sekian lama. Yang lebih mengkhawatirkan, terlampau larut dalam fanatisme politik partisan justru membuat hilangnya objektivitas untuk melihat berbagai masalah secara jernih.
Menyadari kekhawatiran itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengingatkan semua elemen di Muhammadiyah untuk memahami keyakinan, tujuan, dan karakter Muhammadiyah sebagaimana yang telah dipakemkan oleh generasi awalnya bahwa gerakan Muhammadiyah adalah gerakan dakwah kultural (muwajahah) dan bukan gerakan reaksioner (mu’aradhah).
“Ada kecenderungan partisan dan intifadha. Partisan itu kan sebenarnya bukan wilayah Muhammadiyah. Kalau mau berpolitik harus lewat parpol, makanya kita dorong kader-kader kita ke politik, jangan di Muhammadiyah,” tuturnya dalam peresmian Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Dramaga dan Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Institut Pertanian Bogor (IPB), Ahad (28/3).
Haedar mengaku prihatin sebab tingkat fanatisme politik partisan membuat pelakunya seringkali menarik-narik Muhammadiyah untuk terlibat pada agenda sesaat dan keluar dari kepribadian, watak dan sikap pakem Muhammadiyah.
“Whatsapp grup di Muhammadiyah itu paling banyak membicarakan, merespon politik. Orang lain kalau melakukan penelitian di WA-WA grup Muhamadiyah bisa sampai pada kesimpulan ini organisasi politik, sementara orang-orang parpol tidak sedahsyat dan sepanas ini merespon isu-isu politik,” jelasnya.
“Kan aneh menurut saya, bagaimana mungkin ormas yang dulu dakwah, yang di jaman Belanda, Orla, Orba kemampuan adaptifnya luar biasa kenapa kok sekarang menjadi kaum-kaum reaktif konfrontatif, lebih-lebih pada isu politik padahal parpol dan kader-kader parpol tidak sedahsyat itu,” tuturnya.
Kekhawatiran Haedar lebih-lebih sikap partisan membuat warga Muhammadiyah larut pada kegiatan tidak produktif, sementara organisasi lainnya yang tidak terlibat pada fanatisme partisen justru terus melaju dengan cepat.
Untuk itu Haedar mengingatkan agar sumber-sumber pokok Muhammadiyah terkait pedoman keyakinan, tujuan, dan karakter Muhammadiyah kembali diperkuat agar konsep amar makruf nahi munkar di Muhammadiyah tidak dipahami sesederhana pengertian tekstualnya.
Amar makruf nahi munkar di Muhammadiyah menurut Haedar harus memiliki dimensi yang mengikutsertakan unsur pencerahan seperti Bayani (dalil), Burhani (ilmu), dan Irfani (hikmah).
“Ada aspek humanisasi (kemanusiaan), liberasi (pembebasan) dan transendensi (iman). Kemudian strategi dakwah itu kan ud’u bil hikmah wal mauidhatil hasanah,” jelasnya.