MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Gagasan Kapolri baru Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dengan konsep Polri Presisi (prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan) diapresiasi banyak pihak, termasuk Muhammadiyah.
Konsep tersebut dianggap sebagai harapan reformasi di tubuh kepolisian. Apalagi, Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas menyatakan Indonesia sedang dihadapkan dengan problem defisit demokrasi yang menyebabkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintahan berkurang.
“Perlu kiranya kita dengan tulus kritik konstuktif memberikan perspektif,” kata Busyro dalam diskusi daring LHKP PP Muhammadiyah, Kamis (4/2). Busyro berharap Polri ke depan menjadi lembaga yang humanis, ramah dengan etika profesionalisme penegakan hukum, demokrasi dan HAM.
“Karena kita merasa memiliki, terikat untuk memberikan kontribusi yang konstruktif agar kita secara bersama-sama memberikan kontribusi bagaimana kondisi dan agenda reformasi Polri,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah Yono Reksoprodjo mengatakan bahwa untuk mewujudkan reformasi dengan konsep Presisi, diperlukan standar ukuran bagi kepolisian yang bersifat universal.
“Tantangan polisi ke depan, membutuhkan kemauan untuk berbenah dan bersih-bersih diri secara all out,” kata Yono.
Kondisi keamanan dan perilaku kepolisian serta masyarakat akan menjadi tolok ukur posisi Indonesia di mata negara-negara dunia, selain juga sebagai faktor pembuat negara luar mau berinvestasi di Indonesia.
Yono berharap Polri harus mampu dan berani untuk membedakan mana tindak kriminal dan pemberontakan (insurgency), serta tindak kriminal kecil (petty crime) dan tindak kriminal besar (major crime).
“Ini yang kadang-kadang muncul anekdot di masyarakat, hukum tajam ke bawah tumpul ke atas. Ini yang saya kira penting untuk jadi catatan,” terangnya.
Lebih lanjut, Yono berharap Polri turut memberikan pendampingan kepada masyarakat yang membutuhkan pendampingan, khususnya di daerah-daerah pascakonflik. Menurutnya, ada banyak kejadian konflik yang kemudian muncul lagi karena tidak ada pendampingan.
“Jadi selesai operasi lalu ditinggal. Hal ini penting untuk ditindaklanjuti. Saya kira Muhammadiyah siap diajak berpartisipasi,” tegasnya.