MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA –Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Merah Johansyah menyebut kondisi Indonesia saat ini mengalami krisis sosial ekologis bahkan jauh sebelum pandemi Covid-19 melanda global dan Indonesia.
Kondisi ini kata dia mengakibatkan krisis kesehatan dan krisis ekonomi kian terasa bahkan diperburuk oleh pejabat publik dan negara yang cenderung menghasilkan kebijakan-kebijakan yang dinilai buruk dan tidak tepat sasaran.
Menurut Merah Johansyah ada tiga hal penting yang perlu menjadi perhatian dan catatan reflektif sepanjang tahun 2020 yang mengakibatkan krisis sosial ekologis.
Pertama krisis kepemimpinan pemimpin yang melahirkan kebijakan-kebijakan buruk. Kondisi ini tentu tak lepas dari buruknya kepemimpinan politik yang lahir dari proses demokrasi elektoral yang sangat buruk.
Kedua terjadi rasisme pengambilan keputusan yang tidak mendengarkan aspirasi rakyat seperti organisasi masyarakat dan kegamaan seperti NU – Muhammadiyah dan masyarakat sipil tidak diengar.
“Kita bisa melihat bagaimana pemerintah sangat rasis karena pengambilan keputusan terkait revisi UU Pertambangan Mineralba dan Omnibus Law yang seolah-olah diputuskan oleh segelintir orang sebagai oligarki. Itulah sebenarnya wajah baru rasisme di Indonesia,” kata Merah Johansyah.
Ketiga, JATAM menyebut perusak lingkungan memanfaatkan politik elektoral dan pandemi covid-19 sebagai kesempatan memastikan bisnisnya aman di daerah.
“Jadi adanya resufle kabinat, pemilu dan pilkada tidak banyak merubah dan menjamin berkurangnya kerusakan lingkungan dengan sistem yang ada saat ini,” katanya dalam Catatan Akhir Tahun 2020 yang inisiasi oleh Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, pada Kamis, (17/12/2020).
JATAM juga mencatat ada 3. 092 lubang tambang di seluruh indonesia yang tidak di reklamasi. Maka dari itu, sebut Aktivis JATAM ini kerusakan lingkungan bisa diatasi jika ada perubahan yang mengakar, ibarat ban kendaraan yang sudah rusak jangan ditambal tetapi diganti.
“Nah, menurut saya kaderisasi itu hanya bisa dimulai salah satunya dari Muhammadiyah sebagai stock orang2 yang punya fikiran dan gagasan dan visi kebangsaan untuk melahirkan stock pemimpin baru yang bisa membawa indonesia ke arah perubahan yang mengakar,” pungkasnya.
Komitmen Muhammadiyah terhadap Lingkungan
Banyak aksi yang sudah dilakukan Muhammadiyah dalam merawat dan menanggulangi kerusakan lingkungan di Indonesia. Diantaranya melalui Majelis Lingkungan Hidup (MLH), Majelis Tabligh dan Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah pada November 2020 bersama Badan Restorasi Gambut (BRG) telah menggelar pelatihan peningkatan kader peduli gambut yang diikuti sejumlah kader Muhammadiyah dan Jamaah Tani Muhammadiyah di Riau, Jambi dan Sumatera Selatan.
Pelatihan yang dinamakan Sekolah Lapang Pengelolaan Lahan Tanpa Bakar ini bagi Muhammamadiyah merupakan resolusi jihad ekologi dan ikhtiar mengatasi kebakaran gambut.
Muhammadiyah lewat kader mudanya juga terus berkomitmen menjaga dan mengupayakan kelestarian lingkungan melalui organisasi komunitas yang bernama Kader Hijau Muhammadiyah (KHM). Bahkan saat ini gerakan peduli ekologis tersebut telah berdiri lebih dari 18 Komite yang berada di provinsi, daerah dan kota di seluruh Indonesia. (Andi)