MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Pakar Hukum Tata Negara, Zainal Arifin Muchtar menyebutkan ada tiga akar masalah korupsi di Indonesia. Pertama, akuntabilitas yang rendah karena level pendapatan yang rendah. Kedua, desentralisasi yang tidak disertai mekanisme pengawasan. Ketiga, kutukan sumber daya alam.
“Nah, sebenarnya jika ingin bicara soal akar korupsi sebenarnya sudah begitu banyak riset, tulisan, jurnal, buku, disertasi mengenai akar korupsi di Indonesia apa sebenarnya,” singgungnya dalam Pengajian Umum PP Muhammadiyah, pada Jum’at (11/12).
Satu, misalnya ada tulisan di tahun 2000 dalam sebuah jurnal menuliskan akar korupsi di Indonesia itu adalah akuntabilitas sosial yang rendah karena level pendapatan itu rendah. Level pendapatan yang rendah itu mebuat bangunan akuntabilitasnya itu rendah.
Menurut catatan ini, kata Zainal Arifin karena relasi antara tingginya pendapatan itu biasanya berkaitan dengan akuntabilitas. Karena level pendapatan rendah orang merasa tidak harus menghadirkan akuntabilitas.
Kedua, penyakit korupsi atau akar korupsi di indonsia itu adalah desentralisasi yang tidak disertai dengan mekanisme pengawasan. Apalagi problem besarnya gaji pegawai negeri yang rendah itu ditulis oleh Ari Kuncoro, 2006.
“Dulu korupsi itu sentralistik di zaman Soeharto lalu kemudian di desentralisasikan sehingga orang kemudian membenci perilaku Soeharto. Sentralisme dihujat lalu tiba-tiba kita mengalami desentralisasi tanpa disertai pengawasan,” kata Dosen FG UGM.
Sehingga apa, setan (red, perilaku korup) yang dulu ada di pusat itu dilempar seiring dengan kewenangan yang pindah ke daerah.
Itu sebabnya Zainal Arifin mengkritik kehadiran UU Cipta Kerja karena menurutnya UU Cipta Kerja dan beberapa konteks sentralisasi yang dilakukan seperti arus dulu setannya pusat kini dilempar ke daerah. Dan sekarang ditarik ke pusat lagi.
“Jadi problem kita ada di soal mekanisme akuntabilitas di daerah dan mekanisme akuntabilitas yang transparansi,” katanya.
Ketiga, mengenai kutukan sumber daya. Zainal Arifin menyebut makin tinggi negara-negara yang mengalami daya alam tinggi itu biasanya kayak kutukan karena kemudian mereka mengalami problem koruptif.
Tujuh Jenis Korupsi
Mengenai soal definisi korupsi singgung Zainal Arifin itu sederhana, korupsi itu adalah semua yang bersifat degradatif yang tidak baik, dan tidak mengenakkan hati.
Jadi korupsi itu memang pada dasarnya sangat besar sangat lebar, tetapi dari konteks yang sangat lebar kemudian dikecilkan dalam peraturan perundang undangan.
“Artinya apa. Tidak semua tindakan yang buruk itu dianggap sebagai perbuatan pidana,” urainya.
Jadi, kalau kita lihat Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 dan Undang Undang Nomor 20 tahun 2001 itu ada 30 jenis korupsi banyak sekali dan itu kalau di kategorisasikan itu menjadi 7 jenis korupsi.
Pertama, korupsi kaitanya dengan kerugian uang negara, seperti pasal 2 (1) dan pasal 2 UU Tipikor. Selain ini, singgung Zainal Arifin ada enam lainnya itu tidak ada kaitannya dengan kerugian negara
Kedua: suap menyuap, ketiga: penggelapan jabatan, kempat: pemerasan, kelima: perbuatan curang, keenam: kepentingan dan pengadaan dan ketujuh: gratifikasi.
“Jadi dasar utama yang paling banyak dibicarakan sebenarnya soal menyebabkan kerugian negara seperti pasal 2 dan 3 tapi 3 lainnya yang paling banyak adalah suap menyuap, pemerasan, sama gratifikasi,” kata Zainal Arifin. (Andi)