MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Kendati Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) meningkat dari tahun sebelumnya, Akademisi Muhammadiyah mencatat beberapa kejadian menunjukkan demokrasi Indonesia belum sejalan seperti apa yang dicita-citakan Pasca-Reformasi 1998.
Catatan itu tentang demokrasi dan pemilu di Indonesia sepanjang tahun 2020 menurut Dosen Ilmu Pemerintahan UMY, Ridho Al-Hamdi masih menyisakan kejadian pelik sehingga belum dikatakan demokrasi Indonesia dalam kategori baik.
Mengutip laporan dari Freedom House sebuah lembaga survei dunia kebebasan sipil dan hak politik di setiap negara, Ridho Al-Hamdi mengatakan Indonesia mengalami tren yang sama dengan negara-negara lainnya di asia yaitu hak-hak politik dan kebebasan sipil berantakan.
Masih dalam laporan yang sama di tahun 2020 penguasa cenderung melecehkan nilai-nilai demokrasi melalu kriminalisasi kelompok oposisi hingga persekusi masa keagamaan.
Laporan lain mengenai demokrasi Indonesia 2020 tidak jauh beda misalnya The Economist salah satu media internasional dan riset mengatakan periode kedua di era Pemerintahan Jokowi pada tahun 2020 ingin kembali mengarah pada konsolidasi demokrasi tetapi kemudian kembali dan mencari pola baru apa yang disebut neo-otoritarianisme.
“Termasuk Ben Blend, Presenter dan Jurnalis yang menyebut Jokowi adalah Man of Contradiction. Pemerintah Jokowi merupakan rezim yang penuh dengan kontradiksi dan berlawanan dengan wajah Indonesia modern,” papar Ridho Al- Hamdi dalam Catatan Refleksi Akhir yang diselenggarakan Prodi Ilmu Pemerintahan UMY, pada Selasa (15/12).
Catatan Kritis Pilkada 2020
Ridho Al- Hamdi menyoroti demokrasi Indonesia sepanjang 2020 yang paling krusial adalah mengenai Pilkada di tengah Pandemi Covid-19. Sejumlah catatan krusial kata Penulis Buku ‘Islam dan Politik di Indonesia’ tersebut adalah:
Pertama, desakan desakan PP Muhammadiyah dan PBNU untuk Pilkada ditunda tidak digubris oleh pemerintah Jokowi. Kedua, laporan Bawaslu RI adanya KPPS yang terpapar Covid-19 masih hadir di TPS di 1.172 TPS. Ketiga, masih terdapatnya petugas, saksi, pemilih yang tidak mentatati protokol kesehatan saat Pilkada berlangsung pada 9 Desember 2020.
Padahal menurutnya, ketentuan menerapkan protokol kesehatan sudah menjadi peraturan KPU dan semuanya harus ditatati dan menjadi salah satu untuk menghindari adanya cluster baru Covid-19.
Pelaksanaan pilkada yang tidak sesuai protokol kesehatan tersebut ditemukan di beberapa lokasi TPS. Hal itu berdasarkan laporan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan UMY yang ditugaskan memantau jalannya Pilkada yang tersebar di provinsi dan daerah.
Misalnya kata Ridho Al- Hamdi terdapat TPS ditempat tertutup, petugas yang tidak memakai masker/face shield, petugas dan pemilih tidak jaga jarak, dan terjadinya kerumunan. (Andi)