Berbicara bohong adalah berbicara tentang sesuatu yang tidak sesuai dengan hal yang sebenarnya. Padan katanya adalah berdusta.
LARANGAN BERBOHONG
عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا وَعَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا
Dari Abu Wail dari Abdullah ia berkata, “Rasulullah Saw bersabda: “Jauhilah kebohongan, sebab kebohongan menggiring kepada keburukan, dan keburukan akan menggiring kepada neraka. Dan sungguh, jika seseorang berbohong dan terbiasa dalam kebohongan hingga di sisi Allah ia akan ditulis sebagai seorang pembohong. Dan hendaklah kalian jujur, sebab jujur menggiring kepada kebaikan, dan kebaikan akan menggiring kepada surga. Dan sungguh, jika seseorang berlaku jujur dan terbiasa dalam kejujuran hingga di sisi Allah ia akan ditulis sebagai orang yang jujur.”[1]
“Nabi Saw juga melarang berbohong atas nama beliau dan menyatakan siapapun melakukannya akan masuk neraka.[2] Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, tidak boleh mendzaliminya, tidak menelantarkannya, tidak membohonginya, dan tidak menghinanya.[3] Bahkan seorang hamba tidak dikatakan beriman dengan sepenuhnya hingga ia meninggalkan berbohong ketika sedang bergurau dan meninggalkan debat meski ia benar.[4]
Bentuk-Bentuk Kebohongan
- Kebohongan besar terhadap Allah
Berdasarkan hadits dari ‘Aisyah, ada tiga perbincangan yang merupakan pembohongan yang amat besar terhadap Allah[5].’
- Berkata bahwa Nabi Muhammad SAW melihat Tuhannya.
Sahabat Masyruq yang waktu itu berada di dekat ‘Aisyiyah bertanya: bukankah Allah telah berfirman: “Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain)[6] ‘. Dan Firman Allah lagi: “Dan sungguh Muhammad telah melihat ‘dia’ dalam bentuk rupanya yang asal sekali lagi”[7]. Maka Aisyah menjawab: Aku adalah orang yang pertama bertanya kepada Rasulullah Saw mengenai perkara ini dari kalangan umat ini. Beliau telah menjawab dengan bersabda: “Yang dimaksud ‘dia’ dalam ayat itu adalah Jibril (bukan Allah), aku tidak pernah melihat Jibril dalam bentuk asalnya kecuali dua kali saja, yaitu semasa dia turun dari langit dalam keadaan yang terlalu besar sehingga memenuhi di antara lagit dan bumi.’ Kemudian Aisyah berkata lagi: ‘Apakah kamu tidak pernah mendengar bahwa Allah: “Dia tidak dapat dilihat oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat dan mengetahui hakikat segala penglihatan mata, dan Dialah Yang Maha Bersifat Lemah Lembut lagi Maha Mendalam pengetahuannya”[8]. Atau, apakah kamu tidak pernah mendengar firman Allah: “Dan tidaklah layak bagi seorang manusia, bahwa Allah mengajaknya berbicara kecuali berupa wahyu (dengan diberi mimpi) atau dari balik dinding (dengan mendengar suara saja) atau dengan mengutuskan utusan (Malaikat), lalu utusan itu menyampaikan wahyu kepadanya dengan izin Allah sesuatu yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi, lagi Maha Bijaksana”[9]‘.
- Berkata bahwa Rasulullah SAW menyembunyikan sebagian dari kitab Allah.
Orang yang melakukannya sungguh dia telah membesarkan pendustaan terhadap Allah, sebagaimana firman Allah: “Wahai Rasulullah, sampaikanlah sesuatu yang diturunkan kepadamu, dan jika kamu tidak melakukannya, maka berarti kamu tidak menyampaikan risalah-Nya”[10]
- Berkata bahwa dia mampu mengabarkan tentang takdir yang akan terjadi besok.
Orang yang melakukannya sungguh dia telah membesarkan kebohongan terhadap Allah. Allah berfirman: “Katakanlah (hai Muhammad), tidak satu pun makhluk yang di langit dan bumi yang mengetahui kegaiban kecuali Allah)[11]‘. “Aisyah berkata: “Kalau seandainya Muhammad telah menyembunyikan sebagian dari wahyu yang diturunkan kepadanya, niscaya dia menyembunyikan ayat ini: “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang mana Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya, ‘Tahanlah terus isterimu dan bertaqwalah kepada Allah’, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu sesuatu yang mana Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti”[12]
- Kebohongan Besar
Berdasarkan hadits dari Watsilah bin Al Asyqa’[13] Rasulullah Saw bersabda: “Sebesar-besarnya kebohongan ada tiga, kebohongan seorang dengan kedua matanya, ia berkata; ‘saya melihat’ padahal ia tidak melihat. Kebohongan seorang dengan menasabkan diri kepada selain kedua orang tuanya, lalu ia dipanggil dengan nasab selain nama bapaknya, dan perkataan seorang bahwa ia mendengar dariku padahal ia tidak mendengar dariku“.
Dari Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang berbohong kepadaku dengan sengaja maka hendaklah mempersiapkan tempat duduknya di neraka.”[14]
- Sumpah Bohong
Dari Abdullah bin Unais Al Juhani berkata; Rasulullah Saw bersabda: “Yang termasuk dosa-dosa paling besar adalah: Menyekutukan Allah, durhaka kepada orang tua, dan sumpah bohong. Tidaklah bersumpah seseorang dengan nama Allah di hadapan seorang hakim walau hanya untuk perkara sepele yang hanya senilai sayap nyamuk kecuali Allah akan membuat coretan hitam dalam hatinya sampai Hari Kiamat nanti”.[15] Dari Abu Wa`il dari Abdullah dari Nabi Shallallahu’alaihiwasallam, bahwa beliau bersabda: “Barangsiapa bersumpah dengan bohong untuk mendapatkan harta seseorang atau saudaranya, maka akan bertemu Allah AzzaWaJalla dalam keadaan murka kepadanya.” Kemudian turunlah ayat sebagai pembenar hal itu: “Orang-orang yang membeli janji Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapatkan bagian diakhirat..” hingga “Adzab yang pedih.” [16]
- Bohong sebagai bahan lawakan atau gurauan
Dari Bahz bin Hakim telah menceritakan kepada kami bapakku dari kakekku dia berkata: Aku mendengar Nabi Saw bersabda: “Celakalah bagi orang yang mengatakan sesuatu agar supaya ditertawakan oleh orang orang kemudian dia berbohong, celakalah baginya dan celakalah baginya”[17] Dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah Saw bersabda: “Seorang hamba tidak dikatakan beriman dengan sepenuhnya hingga ia meninggalkan berbohong ketika sedang bergurau, dan meninggalkan berdebat meski ia benar.”[18]
- Bohong kepada anak kecil
Dari Abdullah bin Amir ia berkata, “Suatu hari ibuku memanggilku, sementara Rasulullah Saw telah duduk di dalam rumah kami. Ibuku berkata, “Hai kemarilah, aku akan memberimu.” Rasulullah Saw kemudian bertanya kepada ibuku: “Apa yang akan engkau berikan kepadanya?” Ibuku menjawab, “Aku akan memberinya Kurma.” Rasulullah Saw bersabda kepada ibuku: “Jika kamu tidak jadi memberikan sesuatu kepadanya, maka itu akan ditulis sebagai kebohongan atasmu.”[19] Dari Abu Hurairah dari Rasulullah Saw, bahwasanya beliau bersabda: “Barangsiapa mengatakan kepada anak kecil; ‘Kemarilah aku beri sesuatu, namun ia tidak memberinya maka ia telah berbohong.”
- Bohong untuk menolak pemberian
Dari Asma’ binti ‘Umais dia berkata, “Aku menemani A’isyah untuk meriasnya sebelum bertemu dengan Rasulullah, sedangkan aku bersama beberapa wanita.” Asma berkata, “Demi Allah, kami tidak mendapatkan hidangan dari sisi beliau (Nabi) kecuali sebuah mangkuk berisi susu.” Asma berkata, “Kemudian beliau meminumnya lalu memberikannya kepada A’isyah, namun A’isyah malu-malu, maka kami pun berkata, “Jangan kamu tolak pemberian dari Rasulullah Saw, ambillah darinya.” Kemudian dia mengambilnya sambil tersipu malu untuk kemudian meminumnya. Setelah itu beliau bersabda: “Ambilkan untuk sahabat-sahabatmu.” Namun kami menjawab, “Kami tidak menginginkannya.” Beliau bersabda: “Jangan kalian kumpulkan rasa lapar dengan kebohongan.” Asma berkata, “Lalu aku bertanya, “Wahai Rasulullah, jika salah seorang dari kami mengatakan ‘aku tidak menginginkannya’, padahal sebenarnya dia menginginkan sesuatu itu, apakah itu termasuk berbohong? ‘ Beliau menjawab: “Sesungguhnya setiap bohong itu pasti akan ditulis sebagai kebohongan, sehingga seseorang perempuan yang berbohong akan disebut sebagai tukang bohong.” [20]
- Berbohong untuk menampakkan kepuasan
Dari Aisyah ra bahwa ada seorang wanita yang datang kepada Nabi Saw dan berkata; wahai Rasulullah! saya memiliki seorang suami dan saya juga mempunyai teman yang juga isteri suamiku (madu), kukatakan kepada dia bahwa suamiku telah memberiku begini dan membelikan pakaian untukku seperti ini, padahal yang demikian itu hanya bohong (yakni mengungkapkan suatu hal yang tak ada faktanya). Kontan Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam bersabda: “Orang yang menampak-nampakkan kepuasan dirinya padahal tidak ada faktanya, adalah bagaikan orang yang memakai pakaian palsu.”[21]
- Menceritakan semua yang didengarnya
Dari Hafsh bin Ashim dia berkata, “Rasulullah Saw bersabda: “Cukuplah seseorang (dianggap) berbohong apabila dia menceritakan semua yang dia dengarkan.”[22]
- Bohong dalam jual beli
Dari ‘Abdullah bin Al Harits yang dinisbatkannya kepada Hakim bin Hizam ra berkata; Rasulullah Saw bersabda: “Dua orang yang melakukan jual beli boleh melakukan khiyar (pilihan untuk melangsungkan atau membatalkan jual beli) selama keduanya belum berpisah atau hingga keduanya berpisah. Jika keduanya jujur dan menampakkan dagangannya maka keduanya diberkahi dalam jual belinya dan bila menyembunyikan dan berdusta maka akan dimusnahkan keberkahan jual belinya”[23].
KEBOLEHAN BERBOHONG
Dari Humaid bin ‘Abdurrahman dari ibunya Ummu Kultsum binti Uqbah ia berkata, “Aku tidak pernah mendengar Rasulullah Saw memberi keringanan untuk berbohong kecuali pada tiga tempat. Rasulullah Saw mengatakan: “Aku tidak menganggapnya sebagai seorang pembohong:
- Seorang laki-laki yang memperbaiki hubungan antara manusia. Ia mengatakan suatu perkataan (bohong), namun ia tidak bermaksud dengan perkataan itu kecuali untuk mendamaikan.
- Seorang laki-laki yang berbohong dalam peperangan.
- Dan seorang laki-laki yang berbohong kepada isteri atau isteri yang berbohong kepada suami (untuk kebaikan).”[24]
Penulis : Agus Sukaca
Sumber Artikel : http://tuntunanislam.id
catatan:
[1] Kitab Abu Daud Hadits No 4337. Hadits sejenis diriwayatkan pula oleh Bukhari, Muslim, Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Darimi.
[2] Kitab Bukhari hadits No 103
[3] Kitab Ahmad Hadits No 7402
[4] Kitab Ahmad Hadits No 8276
[5] Kitab Muslim Hadits No 259
[6] QS at-Takwir : 23)
[7] QS an Najm : 13
[8] QS al An’am: 103
[9] QS as-Syura : 51
[10] QS 5 (al Maidah) ayat 67
[11] QS 27 (An Naml) ayat 65
[12] QS 33 (al-Ahzab) ayat 37
[13] Kitab Ahmad Hadits No 15434
[14] Kitab Tirmidzi Hadits No 2583
[15] Kitab Ahmad Hadits No 15465
[16] Kitab Ahmad Hadits No 20842
[17] Kitab Tirmidzi Hadits No 2237
[18] Kitab Ahmad Hadits No 8276
[19] Kitab Abu Daud Hadits No 4339
[20] Kitab Ahmad Hadits No 26199
[21] Kitab Ahmad Hadits no 24175
[22] Kitab Muslim Hadits No 6
[23] Kitab Bukhari Hadits No 1937
[24] Kitab Abu Daud Hadits No 4275