MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Di usia ke-78 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, masih terdapat perdebatan mengenai definisi siapakah warga negara yang baik dan beretika. Menurut Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Anwar Abbas, definisi warga yang baik dan beretika, tidak boleh lepas dari pedoman yang digunakan oleh bangsa Indonesia, yakni Pancasila, baik dalam tataran pribadi, lebih-lebih dalam tataran publik sebagai pejabat negara.
“Karena falsafah bangsa kita adalah Pancasila ya ukuran baik dan buruknya adalah Pancasila,” kata dia dalam Pengajian Tarjih Muhammadiyah edisi ke-225, Kamis (17/8). Pancasila sendiri kata Anwar Abbas tidak boleh dimaknai secara bebas, apalagi membiarkan masing-masing pasalnya berdiri sendiri dan memakai penafsiran humanisme universal yang sekuler.
Mengutip penafsiran Bung Hatta, Pancasila dia sebut mengandung pondasi moral sekaligus landasan untuk mengelola negara dan politik. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa harus menyinari sila-sila lainnya. Hal ini diperkuat dengan Pasal 29 Ayat 1 UUD 1945 bahwa negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Oleh karena itu tidak boleh ada undang-undang dan kebijakan serta peraturan yang dibuat yang bertentangan dengan sila pertama itu dan sila pertama itu harus menyinari sila kedua, demikian seterusnya,” jelasnya.
Meski posisi Pancasila sebagai panduan moral warga negara sudah jelas, Anwar Abbas menyebut masih ada upaya dari sebagian kalangan untuk menarik falsafah Pancasila kepada arah lain yang lebih liberal dan menegasikan peran agama, baik dalam politik maupun kebijakan. Tidak terimplementasikannya Pancasila itu kata dia juga terasa lewat hukum yang tumpul ke atas namun tajam ke bawah hingga belum terciptanya keadilan ekonomi karena adanya oligarki.
Bagi warga Muhammadiyah sendiri, komitmen untuk menjaga Pancasila dalam tata negara menurutnya sudah dipatenkan dalam Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar dengan dokumen “Darul Ahdi wa Syahadah“.
“Artinya Indonesia adalah sebuah negara atau sebuah negeri yang kita bangun di atas dasar kesepakatan,” jelas Anwar Abbas.
“Kedua, kita menginginkan supaya apa yang sudah kita sepakati tersebut (Pancasila dan UUD 1945) bisa diimplementasikan dengan sebaik-baiknya. Tidak boleh ada orang di negeri ini yang berusaha untuk menjauh apalagi melanggar kesepakatan yang telah kita buat bersama tersebut,” imbuhnya.
Kepada kaum muslimin, Anwar Abbas berpesan untuk memedomani dan menjaga Pancasila. Sebab, ciri dari muslim yang baik adalah yang menepati janji dan tidak melanggar kesepakatan.
“Oleh karena itu bagi saya kalaulah seandainya ada pihak-pihak tertentu yang ingin menyimpangkan gerak dari negara ini keluar dari lima sila ini ya yang bersangkutan telah melakukan pengkhianatan terhadap kesepakatan yang telah dibuat,” ujarnya. Dari komitmen mengaktualisasikan Pancasila itulah seseorang bisa dinilai apakah dia sudah menjadi warga negara Indonesia yang baik atau belum.
“Sehingga kalau ada pemimpin di negeri ini membuat kebijakan di mana dia tahu bahwasanya kebijakan itu adalah hanya akan menguntungkan segelintir orang, maka dia juga tidak berakhlak dan tidak bermoral. Juga dalam bidang hukum misalkan kalau seandainya hukum yang dia terapkan itu ke lawan tajam kalau ke kawan tumpul, maka menurut saya dia juga sudah mencerminkan diri sebagai orang yang tidak bermoral,” tegasnya. (afn)
Hits: 58