MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Persoalan persatuan dan keutuhan sebagai bangsa saat ini menjadi salah satu permasalahan yang cukup serius di tubuh bangsa Indonesia. Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menyebutkan, dalam konteks wasathiyah islam saat ini sangat relevan untuk direnungkan dan harus menjadi komitmen kolektif untuk merawat kebersamaan sebagai umat dan bangsa dalam keragaman saat ini.
Mengapa persatuan menjadi persoalan cukup serius? Haedar Nashir mengatakan, saat ini terdapat fenomena dimana perbedaan paham politik dan perbedaan kepentingan di tubuh bangsa dan tubuh umat islam yang cenderung dipertajam dan di buka ruang perbedaan, serta tidak dicari titik temu dan tasamuh, tetapi malah mempertajam perbedaan.
“Pada dasarnya Indonesia sebagai sebuah tanah air, bangsa, dan negara lahir dalam proses sejarah dan sosiologis yang panjang sarat dinamika dengan karakter kuat bersuasana kehidupan yang moderat,” tutur Haedar Nashir dalam acara silaturahim virtual bersama Rektor UIN Sunan Kalijaga Al Makin pada Kamis (4/2).
Haedar menegaskan mengapa pentingnya moderasi, pertama karena radikal tidak dapat dilawan dengan radikal sebagaimana dalam strategi deradikalisasi versus radikalisasi serta deradikalisme versus radikalisme jika Indonesia ingin mengatasi radikalisme dalam berbagai aspek kehidupannya, termasuk dalam menghadapi radikalisme agama.
“Masalah moderasi telah dipilih untuk melawan masalah mendesak saat ini, yaitu ekstremisme. Ini sangat penting karena saat ini, agama dan tradisi telah dituduh sebagai tuan rumah ide ekstremisme dan bertanggung jawab karena menanamkan ‘idenya kepada para pengikut ekstremis”,” jelas Haedar.
Kedua, Moderasi Indonesia merupakan kontinyuitas dari akar masyarakat yang berwatak moderat dan telah mengambil konsensus nasional dalam bangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan ber-Bhineka Tunggal Ika sebagai titik temu dari segala arus keindonesiaan.
“Titik temu merupakan bentuk moderasi dari keragaman, yang satu sama lain saling berkorban atau berbagai dan peduli, yang di dalamnya terdapat toleransi, akomodasi, kerjasama, dan membangun koeksistensi sebagai Bhineka Tunggal Ika yaitu berbeda-beda tetapi satu, sebagaimana tertulis dalam lambang Negara Republik Indonesia, yakni Pancasila,” imbuh Haedar.
Ketiga, dalam konteks kehidupan kebangsaan moderasi sebagai jalan tengah dari ekstrimitas atau radikal-ekstrem untuk mengembalikan Indonesia dengan seluruh dimensi keindonesiaannya pada proporsi semula sebagaimana fondasi, jiwa, pikiran, dan cita-citanya telah diletakkan oleh para pendiri negara sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yang tidak diamandemen karena dipandang sebagai dasar substansi dari Konstitusi UUD 1945.
“Di tengah pandangan-pandangan yang cenderung radikal atau ekstrem dalam sejumlah atau berbagai aspek keindonesiaan, penting ditarik pada posisi moderat yaitu posisi tengahan dan proporsional mengenai kehidupan kebangsaan sehingga dapat diminimalisasi konflik dan kontroversi di tubuh bangsa dan negara Indonesia,” tegas Haedar.
Hits: 1