MUHAMMADIYAH.OR.ID, TAIWAN— Semangat sinergi antara Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) dan Pimpinan Cabang Istimewa ‘Aisyiyah (PCIA) Taiwan dalam mengentaskan masalah yang dihadapi oleh Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Taiwan.
Ketua PCIA Taiwan, Kellyana Irawati di acara Muktamar Talk, Jumat (3/6) mengungkapkan bahwa Taiwan merupakan negara kedua setelah Malaysia menjadi incaran bagi PMI. Melimpahnya jumlah PMI di Taiwan memberikan kesempatan bagi PCIM dan PCIA Taiwan untuk berdakwah.
“Melalui pendekatan dari PCIA itu kami membantu para Pekerja Migran Indonesia supaya bisa bertahan,” ucapnya.
Menurutnya, PMI di Taiwan menjadi kelompok yang terpinggirkan, mereka memiliki kerentanan yang harus dibenahi. Oleh karena itu PCIM dan PCIA menyasar mereka sebagai kelompok yang harus didakwahi, terutama dakwah bil hal.
Kellyana menjelaskan, dakwah bil hal yang dilakukan diantaranya dengan cara memberikan pelatihan kewirausahaan, serta mensosialisasikan untuk hidup sehat. Sebab PMI dengan segala keterbatasan yang dimiliki akibat tuntutan pekerjaan yang tinggi, mereka sering kali abai terhadap kesehatan sendiri.
Dakwah yang dilakukan oleh PCIM dan PCIA Taiwan bukan hanya dimaksudkan untuk menguatkan jasmani para PMI, tetapi juga ruhani. Kellyana menceritakan, bahwa persoalan yang dihadapi oleh PMI bukan semata-mata hanya yang bersifat materi atau fisik, tapi juga psikis. Selain itu, PCIM dan PCIA Taiwan juga berdakwah di bidang pendidikan dengan memiliki Sekolah (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).
Dia menuturkan, bahwa adanya PKBM yang diampu oleh PCIM dan PCIA Taiwan memberi pendidikan agama bagi anak-anak PMI dan Anggota Muhammadiyah di sana. Dari pengalaman dan masukan-masukan yang Kellyana dapatkan, keberadaan PKBM PCIM Taiwan ini sangat bermanfaat bagi PMI maupun WNI yang belajar di Taiwan. Terlebih dalam urusan pendidikan Agama Islam.
Tidak bisa dipungkiri, Taiwan sebagai negara maju memiliki etos kerja dan disiplin waktu yang ketat. Karena tuntutan pekerjaan dan belajar yang keras di Taiwan, seringkali keluarga muslim Indonesia tidak memiliki waktu cukup dalam mengajarkan Agama Islam ke anak-anak mereka.