MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Secara umum, perbuatan dosa dipengaruhi oleh dua hal, yakni faktor internal seperti kualitas keimanan/ketakwaan ataupun faktor eksternal seperti kondisi lingkungan tempat seseorang itu tinggal atau bergaul.
Karenanya, setelah seorang pendosa itu sadar dan bertaubat, maka dia dianjurkan untuk berhijrah. Hijrah dilakukan agar peluang dia terjatuh kembali kepada dosa yang sama menjadi tertutup.
Secara bahasa, hijrah sendiri artinya adalah berpindah dari satu tempat/keadaan ke tempat/keadaan yang berbeda.
Dalam program Kolak TvMu, Senin (17/4), Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti menjelaskan ada dua bentuk hijrah. Yaitu hijrah fisik ataupun hijrah spiritual.
“Hijrah fisik itu ya berpindah secara fisik kita berpindah. Bisa pindah domisili atau kalau peristiwanya di kantor ya pindah tempat kerja supaya tidak kembali ke (dosa) yang lama,” jelasnya.
Adapun hijrah spiritual, menurut Mu’ti adalah memperkuat aspek keimanan dan ketakwaan, yakni meninggalkan semua hal yang dilarang oleh Allah Swt.
Untuk membantu meneguhkan komitmen dalam berhijrah, termasuk menginspirasi mereka yang ingin berhijrah, maka adanya sebuah komunitas juga dianggap penting oleh Mu’ti.
“Katakanlah ada pendosa, dia merasa menyesal dengan semuanya lalu sekarang bertaubat, kemudian senantiasa memberikan nasihat kepada orang tentang pengalamannya supaya yang dia lakukan itu jangan ditiru dan itu saya kira menjadi bagian penting,” imbuhnya.
Akan tetapi Mu’ti berpesan agar komunitas hijrah ini benar-benar sesuai dengan fungsi di atas dan tidak justru berubah menjadi kelompok yang ekslusif.
“Tidak berarti ketika menjadi kelompok yang hijrah itu terus menjadi eksklusif, tidak mau berinteraksi dengan orang lain, menyalah-nyalahkan orang lain, atau merasa baik sendiri. Karena di Alquran disebutkan jangan kamu merasa diri kamu itu bersih,” ucapnya mengutip ayat 32 Surat An-Najm yang artinya,
“(Yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu maha luas ampunan-Nya. Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.”
Ilustrasi : istockphoto.com
Hits: 3047