MUHAMMADIYAH.OR.ID, MALANG – Istilah Tengahan, wasathiyah, atau moderatisme yang belakangan sering kita dengar, sebenarnya berangkat dari frasa “Ummatan Wasathan” di Surat Al-Baqarah ayat 143. Dalam pemaknaannya, ternyata ada ragam definisi yang terkait erat dengan konteks zaman, kawasan, negara, atau bahkan peristiwa politis tertentu. Sehingga definisi moderat yang saat ini kita dengar boleh jadi berbeda satu sama lain.
Dalam Sarasehan Pra-Muktamar UMM, Sabtu (3/9), akademisi Muhammadiyah, Prof Dr Ahmad Najib Burhani menyebut pada masa awal Islam, mufasir seperti Mujahid ibn Jabr, Ibn Abbas memaknai ‘‘ummatan wasathan’’ sebagai komunitas manusia yang menegakkan keadilan.
Sedangkan pada periode abad 10 dan 11 M, ulama seperti Al-Wahidi maupun At-Thabari memaknai ‘wasathiyah’ sebagai komunitas manusia yang bersikap Tengahan, tidak berbuat sesuatu seperti golongan umat di akhir surat Al-Fatihah yang maghdubi ‘alaihim (dimurkai Allah), dan dhaallin (sesat). Sementara itu, pada abad ke-12 dan 13 M, Al-Zamakhsari maupun Ibn Katsir mulai memaknai “ummatan wasathan” sebagai umat terbaik.
Selanjutnya di awal abad 20 M ketika dunia Islam mengalami penjajahan, tokoh seperti Al-Maududi dan Sayyid Qutb mendefinisikan “ummatan wasathan” sebagai axis mundi atau umat yang menguasai pemerintahan dan menerapkan syariat sebanyak-banyaknya.
Adapun tentang makna ummatan wasathan atau umat moderat yang saat ini dipahami oleh dunia global, kata Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial Humaniora BRIN ini tidak terlepas dari agenda politik Amerika pasca kejadian serangan teroris ke gedung kembar WTC 9/11.
“Di Amerika sendiri, makna moderat itu sering dimaknai wipe out, mengeluarkan para teroris dari Islam,” jelasnya.
Bahkan, ajaran Islam terkait moderatisme ini kata dia seringkali ditunggangi untuk kepentingan non-Islami semisal pada variabel-variabel subjektif Barat yang mengandaikan seorang muslim moderat adalah yang mendukung dekonstruksi Alquran, mendukung LGBT, hingga tidak memusuhi Zionisme Israel. Tak heran jika kemudian karena banyak umat Islam yang awam dan tidak mengerti akar makna moderasi Islam di atas lalu enggan menyebut dirinya sebagai muslim moderat atau bahkan menganggap moderasi sebagai pelecehan kepada ajaran Islam karena definisi politis Barat tersebut.
Di kawasan Asia Tenggara sendiri, termasuk Indonesia, Najib mengatakan bahwa umat Islam telah memiliki definisi mengenai ‘ummatan wasathan’ atau umat moderat itu sejak Islam pertama kali menginjak Nusantara. “Yang dipahami dalam pemahaman umum tentang moderat di Indonesia sebelum 9/11 itu adalah teologi Asy’ariyah dan Maturidiyah, dan yang mengeluarkannya (dari moderat) adalah pemahaman Jabbariyah, Qadariyah dan Mu’tazilah. Sedangkan (moderat) dalam fikih mengadopsi empat mazhab (Syafi’i, Hambali, Maliki, Hanafi), dan dalam hukum menggabungkan wahyu, akal, dan adat istiadat. Dan dalam sufisme mengadopsi (aliran tasawuf) Al-Baghdadi dan Imam Al-Ghazali,” ulasnya. (afn)
Hits: 15