Oleh: Dr. Mohamad Ali
Pada tanggal 4 Juli 2021, hari Ahad pukul 9.50, rekan saya Khoirul Huda mengirim kabar duka wafatnya Prof. Dr. Baedhowi di grup Whatsapp personalia Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Sontak kami berucap “Innalillahi wa innalillahi rajiu’un” atas berita duka ini. Jelas bukan hanya insan pendidikan Muhammadiyah yang merasakan duka mendalam karena hingga akhir hayatnya almarhum masih menjabat sebagai Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah. Tetapi juga para pelaku pendidikan nasional. Almarhum meniti karir mulai dari menjadi guru di daerah terpencil, Gunungkidul, DIY hingga berhasil menduduki amanah sebagai Sekertaris Jenderal (Sekjen) Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Pada Senin malam tanggal 5 Juli 2021, Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah melangsungkan takziyah virtual via zoom dan youtube yang dihadiri lebih dari 1.000 partisipan. Tokoh-Tokoh Muhammadiyah dan insan pendidikan satu-satu memberikan kesaksian tentang jejak-jejak kebaikan yang ditorehkan dan mendoakan amal kebaikan diterima di sisi-Nya. Di awali dari Prof. Haedar Nashir, Marpuji Ali, Prof. Yunan Yusuf, Prof. Muhadjir Efendi, Prof. Abdul Mukti, Prof. Suyanto, Prof. Indra Jati Sidi, Habib Chirzin, dan banyak lagi handai taulan lain yang turut merasa kehilangan sosok inspiratif penuh teladan seperti almarhum.
Mereka memberikan kesaksian atas jejak-jejak kebaikan yang telah ditorehkan Prof. Baedhowi dari sudut pandang masing-masing, baik dalam lingkungan Muhammadiyah maupun Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Dari kesaksian-kesaksian tersebut terungkap betapa luas radius pergaulan dan taburan amal kebaikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dengan cara membenahi dunia pendidikan.
Esai ringkas ini bukan untuk mengurai berbagai kesaksian tokoh tersebut di atas, tetapi merupakan pengalaman perjumpaan penulis, baik dalam kapasitas sebagai anggota Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah maupun pengasuh Perguruan Muhammadiyah Kottabarat Surakarta.
Prof. Baedhowi Peletak Fondasi Pendidikan Berkemajuan
Sejak paruh akhir tahun 2020 saya diajak bergabung dan menjadi anggota Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, sehingga setiap dua pekan sekali, tepatnya Selasa malam bertemu dalam rapat virtual rutin. Bila agenda yang dibicarakan benar-benar padat, bisanya rapat diadakan setiap pekan. Dalam rapat-rapat inilah saya lebih banyak mendengar, menyerap ilmu sebanyak mungkin dari pimpinan Majelis Dikdasmen yang lebih senior dan berpengalaman.
Hampir setiap rapat diawali dengan arahan dari ketua Majelis, Prof. Baedhowi, yang berisi garis besar agenda yang dibicarakan dan beberapa opsi yang bisa diambil sebagai solusi. Dari pengalaman ini tergambar dengan jelas kemampuan beliau dalam menangkap setiap permasalahan yang muncul dan secara cepat memberikan jalan keluarnya. Ini tidak lain menunjukkan kecerdasan menangkap tanda-tanda zaman yang muncul di tengah kehidupan.
Sekadar contoh, ketika awal pandemi wabah Covid-19 melanda tidak sedikit lembaga pendidikan Muhammadiyah (sekolah, madrasah, pondok pesantren) yang terdampak. Menghadapi situasi demikian, diputuskan untuk segera menghentikan pembayaran UIS dan UIG ke Majelis, sebagai upaya mengurangi beban keuangan sekolah/madrasah/pondok pesantren Muhammadiyah.
Prof. Baedhowi dan Rencana Pendidikan Jangka Panjang (RPJP)
Dalam catatan saya, ada dua agenda besar dan strategis Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah yang telah diletakkan beliau menjelang akhir hayat dan harus direalisasikan. Pertama, finalisasi Rencana Pendidikan Jangka Panjang (RPJP) Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Muhammadiyah yang tengah menunggu pengesahan dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Kedua pembentukan tim akselerasi mutu SMA Muhammadiyah tertanggal 21 Juni 2021, yang kebetulan saya ditunjuk sebagai ketua tim.
Mengapa dua agenda tersebut saya sebut agenda besar dan stragis? Karena akan memberikan arah baru dalam strategi pengembangan pendidikan Muhammadiyah di masa depan. Suatu kesadaran baru telah tumbuh, bahwa kontribusi pendidikan Muhammadiyah dalam mencerdaskan bangsa bukan lagi kebanggaan kuantitatif, berapa jumlah AUM pendidikan yang dimiliki ataupun mengukur keunggulan sekolah dari banyaknya siswa/santri, tetapi kontribusi kualitatif. Kontribusi kualitatif diukur dari berapa lembaga pendidikan Muhammadiyah yang masuk 100 besar secara regional ataupun nasional, misalnya.
Kegigihan beliau dalam mewujudkan RPJP terlihat ketika melihat naskah-nasakah yang masuk dari para penulis demikian “berwarna”, kemudian segera membentuk tim penyelaras. Untuk menyelarasakan tulisan agar lebih terpadu inilah pada awal tahun 2021 saya bersama Abdullah Mukti diantar jemput dari Solo ke Jakarta yang mana beliau membersamai. Selama tiga hari tinggal di Kantor PP Muhammadiyah Jakarta, Menteng Raya. Di sini dapat dipetik pelajaran bahwa pimpinan harus terjun langsung ke bawah, bukan sekadar memerintah ini dan itu.
RPJP merupakan panduan dalam pengembangan pendidikan Muhammadiyah bagi pimpinan Majelis Dikdasmen sebagai penyelenggara, maupun pimpinan sekolah/madrasah/pesantren Muhammadiyah. Dengan panduan ini arah pengembangan pendidikan lebih terarah dengan perencanaan yang matang.
Kontribusi Prof Baedhowi bagi Perguruan Muhammadiyah Kottabarat
Sementara itu, tim akselarasi mutu SMA akan memilih dan mendampingi 10 SMA Muhammadiyah yang potensial berkembang menjadi sekolah unggulan dalam kurun waktu jangka menengah. Dengan RPJP dan tim akselerasi beliau telah meletakkan fondasi yang kukuh untuk menanam benih-benih pendidikan berkemajuan. Artinya, generasi yang kemudian memiliki tanggung jawab moral melanjutkan agenda strategis ini agar benar-benar terwujud menjadi kenyataan.
Bila menengok ke belakang, perjumpaan penulis dengan beliau telah berlangsung jauh-jauh hari sebelum bergabung di Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah. Saat peremian SD Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat tahun 2005 di mana penulis Kepala Sekolah, dan beliau Sekjen Kementrian Pendidikan Nasional, menjadi jembatan penghubung yang memungkinkan Mendiknas, Prof. Bambang Sudibyo, meresmikan SD Muhammadiyah PK Kottabarat.
Komunikasi dan interaksi beliau dengan Perguruan Muhammadiyah Kottabarat Surakarta (TK, SD, SMP, SMA Muhammadiyah PK) bertambah erat sejak lima terakhir. Kebetulan belian sering tinggal di rumah Manahan yang lakasi sangat berdekatan perguruan Muhammadiyah Kottabarat.
Bila ada masalah-masalah pendidikan, kami jajaran kepala sekolah di perguran Muhammadiyah Kottabarat dengan diantar/dibersamai ketua komite, Marpuji Ali, seringkali berkunjung ke rumahnya untuk mengurai masalah dan mencari jalan keluar. Sepulang dari situ terasa lega karena masalah-masalah mengganjal telah terurai.
Dalam kesempatan lain, beliau tanpa sungkan berkunjung ke perguran Muhammadiyah kottabarat untuk mendiskusikan beberapa hal terkait dengan pengembangan pendidikan. Dari sini dapat dipahami bahwa komunikasi dan interaksi beliau dengan perguruan Muhammadiyah demikian erat. Dan, bila perguruan Muhammadiyah kottabarat belakangan ini terus berkembang, harus dicatat bahwa kontribusi beliau tidaklah kecil.
Setahu saya interaksi intensif beliau dengan perguruan Muhammadiyah bukan hanya di perguruan Muhammadiyah Kottabarat, tetapi juga di banyak tempat lain. Hal ini menunjukkan bahwa kedudukan beliau sebagai ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah dan mantan Sekjen Kemendikbud justru membuatnya semakin rendah hati dan sudi turun langsung ke bawah untuk merasakan dan berempati dengan pelaku pendidikan di bawah. Tidak berlebih bila disebut bahwa Prof. Baedhowi telah menyalakan suluh penerang pendidikan Muhammadiyah dengan pendekatan dari atas-bawah (top down-bottom up).
*Penulis adalah pengasuh Perguruan Muhammadiyah Kottabarat, anggota Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Editor: Fauzan AS