MUHAMMADIYAH.OR.ID, KULONPROGO – Tidak semua makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT diberikan tugas sebagai khalifah, hanya manusia sebagai satu-satunya makhluk yang diberikan tugas kekhalifahan di muka bumi.
Tugas kekhalifahan atau kepemimpinan – perwakilan Tuhan di bumi, merupakan tugas yang berat. Alam dengan segala potensi yang kaya, manusia bertugas mengelola yang ada di dalam, muka bumi, bahkan sampai di udara.
Demikian disampaikan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir pada (23/9) dalam agenda Peringatan Hari Tani yang diselenggarakan oleh Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah di Nanggulan, Kabupaten Kulonprogo.
“Manusialah satu-satunya makhluk ciptaan Allah yang diberi kewajiban untuk mengelola seluruh ciptaan Allah di bumi ini. Jadi kalau ada orang yang berpendapat bumi, tanah dan air tidak boleh diapa-apain, dia tidak paham tentang penciptaan manusia,” ungkapnya.
Sebagai manusia yang tinggal di Indonesia, tentu memiliki tugas untuk mengelola negara kepulauan yang kaya raya ini dengan baik dan berkelanjutan. Bahkan secara tidak berlebihan, Haedar menyebut hutan di Indonesia ini potensinya luar biasa – menyamai dengan hutan di Amazon.
Hutan-hutan di Indonesia memiliki kekayaan luar biasa, baik yang terpendam di dalam tanah seperti berbagai mineral tambang maupun yang di atasnya, yaitu kekayaan flora dan faunanya. Termasuk potensi perikanan di laut Indonesia juga sangat banyak, dan semua itu harus diolah.
“Jadi kalau mengelola seluruh sumber daya alam itu memang wajib, mengurus pertambagan wajib, hutan memang harus dikelola,” kata Haedar menepis cara pandangan yang serba tidak boleh dalam mengelola alam. Dia berpesan supaya jangan sampai warga Muhammadiyah terjebak pandangan serba tidak boleh itu.
Jangan Merusak Alam atas Nama Pembangunan
“Yang tidak boleh adalah kamu jangan merusak. Termasuk merusak atas nama membangun – ciri orang munafik itu ‘aku sedang membangun tetapi merusak’,” imbuhnya.
Haedar melihat, merusak atas nama pembangunan seperti melakukan pembangunan hutan tapi perencanaannya tidak matang, namun hanya mencari kepentingan. Sehingga menyebabkan hutan itu rusak, dan setelah itu hutannya tidak diperbaiki.
“Jadi yang dilarang itu membangun yang merusak, tetapi kalau membangun dan tidak merusak itu memang harus. Tetapi yang perlu diingat, tidak semua membangun itu murni, mulus-mulus, tetapi mesti ada dampaknya. Tetapi ketika ada dampaknya, harus di recovery,” tuturnya.
Dalam melakukan pengelolaan sumber daya alam tersebut, Haedar meminta supaya ada kebijakan yang moderat dan untuk kepentingan rakyat banyak. Sehingga pengelolaan sumber daya alam tersebut tidak habis semua, dan manusia di masa depan tidak kebagian.
“Yang merusak itu nafsu berlebih untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya, dengan mengorbankan lingkungan dan berkelanjutan pembangunan. Kalau pas membangun sudah ada masalah selesaikan secara musyawarah,” pesan Haedar.
Mengajak berkaca pada pemerintah sebelum-sebelumnya, Haedar menyebut bahwa pembangunan selalu memiliki paradoks. Akan tetapi yang perlu diperhatikan adalah cara penyelesaiannya, termasuk yang terbaru adalah kasus Rempang. Jika pemerintah yang keliru maka harus memperbaiki, jangan merugikan kepentingan rakyat.
“Muhammadiyah ikut menjadi solusi. Jangan terus ikut mengawetkan masalah, jangan terus menjadikan isu politik. Akhirnya masalah tidak selesai, namun isu itu semakin meluas, apalagi mau pemilu,” kata Haedar.
Tentang pembangunan yang dilakukan oleh Muhammadiyah, Haedar mencontohkan pembangunan rumah-rumah sakit Muhammadiyah yang sesuai dengan alur peraturan. Mulai dari masalah perizinan, AMDAL dan lain-lainnya. Meski demikian masih saja ada kelompok yang tidak setuju.
Hits: 388