MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Penelurusan sejarah studi hadis di Nusantara dapat dikatakan mulai berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Pengertian Nusantara merujuk pada tiga negara di Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Pembahasan studi hadis di Nusantara ini menarik lantaran selama ini terpusat pada diskursus hadis di Timur Tengah dan Abad Pertengahan.
Santri Cendekia Forum edisi kedua membahas persoalan ini pada Jumat (19/02). Pemakalah dalam kajian ini adalah Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Jannatul Husna. Husna mengungkapkan bahwa materi yang ia sampaikan tentang sejarah studi hadis di Nusantara berasal dari penelitiannya selama menempuh gelar master di Malaya University.
“Di Malaysia saya mendapatkan kuliah tentang pentingnya menggali studi hadis di kawasan Nusantara. Dalam bahasan kali ini saya akan menguraikan perkembangan studi hadis dari kiprah personal, institusi pendidikan, lembaga riset, dan organisasi masyarakat,” tutur Husna.
Husna menerangkan bahwa studi hadis berkembang di Nusantara bersamaan dengan penyebaran Islam. Bila merujuk pada pandangan Buya Hamka tentang sejarah awal masuk Islam, maka dapat dikatakan bahwa para ulama Nusantara mulai menulis di bidang hadis sejak abad ke-17. Tokoh-tokohnya semisal Nur al-Din al-Raniri, Abd al-Rauf al-Fansuri, dan lain sebaginya.
“Penulisan hadis di awal-awal Islam di Nusantara memiliki pola penulisan atas inisitif sendiri. Mereka menulis karya-karya hadis untuk membantu masyarakat pada zamannya untuk memahami hadis-hadis Nabi Saw. Jadi kalau kita cermati di abad klasik ini akan jarang kita temui dirasah sanad atau teori-teori hadis lainnya,” ungkap dosen UAD ini.
Studi hadis di Nusantara semakin geliat setelah tumbuh suburnya lembaga pendidikan keisalaman seperti pondok pesantren dan perguruan tinggi Islam. Para santri dan mahasiswa dibekali teori-teori ilmu hadis, termasuk di pesantren-pesantren Muhammadiyah. Namun sayangnya belum ada penelitan mengenai bagaimana studi hadis di pondok-pondok Nusantara.
Lembaga riset juga memiliki kontribusi dalam perkembangan hadis di Nusantara. Di Indonesia, misalnya, berdiri Pusat Kajian Hadis, sementara di Malaysia ada Institut Kajian Hadith. Berbeda dengan dunia pesantren, lembaga-lembaga ini turut memperkaya kajian hadis yang berbasis riset akademik. Husna juga mengungkapkan bahwa Organisasi Masyarat atau Ormas juga turut menyumbangkan perkembangan hadis di Nusantara.