MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA— Dalam QS. Al Ahzab ayat 56 menyebutkan bahwa Allah Swt dan para malaikat bershalawat untuk Nabi Muhammad Saw. Shalawat merupakan bentuk plural (jamak) dari kata shalat yang secara bahasa bermakna doa. Dengan demikian, ketika dikatakan “bershalawat kepada Nabi” maksudnya adalah mendoakan kebaikan untuk Nabi.
Akan tetapi, Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Homaidi Hamid mengatakan bahwa pemaknaan shalawat di atas tidak dapat diterima secara akidah apabila dinisbatkan kepada Allah Swt. Pasalnya, tidak mungkin Allah Swt berdoa untuk Rasulullah Saw, sebab bila Allah Swt berdoa, lantas kepada siapa Dia memohon?
Dengan mengutip kitab Tafsir al-Wasith karya Wahbah Zuhaili, Hamid menjelaskan bahwa shalawat dari Allah Swt itu bermakna pemberian rahmat dan berkah, shalawat dari malaikat bermakna istighfar, dan shalawat dari orang-orang mukmin bermakna doa dan pengagungan atas kedudukan Rasulullah Saw.
“Allah bershalawat kepada makhluk-Nya berarti memberikan rahmah dan berkah. Sedangkan dalam konteks malaikat maknanya doa dan memohon pengampunan. Sementara itu, shalawat yang diucapkan manusia itu maknanya doa dan istigfar,” tutur Hamid dalam Pengajian Tarjih pada Rabu (20/10).
Pakar Hukum Islam ini menerangkan bahwa Allah Swt dan para malaikat tidak hanya bershalawat kepada Nabi Saw, tetapi juga kepada para hamba-Nya yang beriman. Hal tersebut Hamid ungkapkan berdasarkan QS. Al Ahzab ayat 41-43. Dalam pandangan Muhammadiyah, makna shalawat Allah ini ialah pemberian rahmat dan berkah untuk orang-orang mukmin, dan tidak dimaknai sebagai doa dan harapan Allah Swt.
“Dalam hal ini, Shalawat Allah Swt dan para malaikat juga diberikan kepada orang-orang beriman. Makna shalawat Allah Swt di sini adalah rahmat Allah yang diberikan hamba-hamba-Nya yang mukmin, sebagaimana Allah telah memberikan rahmat itu kepada para Nabi khususnya Nabi Muhammad Saw,” tegas dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.