MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Muhammadiyah selama ini dikenal sebagai gerakan modern. Sejumlah antropolog dan sejarawan seperti Mistsuo Nakamura, Deliar Noer, Clifford Geertz terang-terangan menyebut bahwa Muhammadiyah merupakan representasi paling sempurna sebuah kelompok modern dalam tubuh agama Islam.
“Muhammadiyah sebagai gerakan modern artinya merupakan fenomena baru dari gerakan Islam yang hadir untuk memberi jawaban terhadap perkembangan kekinian dari kehidupan umat Islam dan bangsa Indonesia dan kemanusiaan universal,” terang Haedar Nashir pada Ahad (16/05).
Kehadiran Muhammadiyah pada awal ke-20 ditandai dengan hadirnya modernism baik dalam pandangan keagamaan maupun masyarakat luas di Indonesia. Haedar mengutip buku karya Mukti Ali yang menyebutkan bahwa kehadiran Persyarikatan Muhammadiyah ditenggarai dari berbagai faktor di antaranya: pertama, membawa misi membebaskan Islam dari pengaruh yang bukan Islam.
“Ini merupakan ranah purifikasi dari kehadiran tajdid dalam Muhammadiyah yang bersifat pemurnian. Meski demikian, Kyai Dahlan tidak terlalu menekankan pada aspek ini, kecuali untuk beberapa hal seperti kritik terhadap jiarah kubur yang mengkeramatkan kuburan,” jelas Haedar.
Kedua, selain melakukan pembebasan akidah dan ibadah dari pengaruh luar Islam, Muhammadiyah juga hadir untuk mereformulasi pandangan dan alam pikiran Islam yang sejalan dengan perkembangan zaman.
Haedar menerangkan bahwa Kyai Dahlan memiliki keresahan mengenai tertinggalnya masyarakat muslim dalam berbagai aspek-aspek kehidupan.
Selain adanya kungkungan tradisionalisme dalam alam pikiran umat Islam, saat itu bangsa Indonesia juga terjajah yang membawa sederet masalah sehingga Muhammadiyah hadir untuk menjawab persoalan-persoalan tersebut.
“Pandangan-pandangan keislaman ketika itu masih bersifat tradisional artinya hanya melekatkan pada alam pikiran dan tradisi yang selama ini status quo melekat dengan kehidupan umat Islam. kelompok tradisional saat itu anti dengan pemikiran maju,” tutur Ketua Umum PP Muhammadiyah ini.
Ketiga, Haedar juga menerangkan bahwa misi Muhammadiyah selain purifikasi dan dinamisasi juga pembaharuan dalam bidang pendidikan. Konsep-konsep KH. Ahmad Dahlan mengenai pendidikan begitu sangat revolusioner. Tindakan revolusioner yang telah dilakukannya adalah memanfaatkan medium lain seperti biola, papan tulis, meja dan kursi serta ruang kelas untuk memperlancar kegiatan belajar mengajar yang pada masa itu belum lazim digunakan di sekolah-sekolah Islam.
“Saat itu pendidikan umat Islam bersandar pada tradisi pesantren dan itu bagus, tetapi kelemahannya pendidikan pesantren tidak menjawab persoalan-persoalan baru termasuk menghadirkan ilmu pengetahuan dan kemampuan serta mengantisipasi perkembangan zaman,” kata Haedar.
Keempat, kehadiran Muhammadiyah untuk membela Islam dari pengaruh dan misi gerakan lain. Pada waktu itu Kyai Dahlan menyadari bahwa rombongan penjajah membawa serta misi keagamaan.
Dengan jitu Kyai Dahlan mendirikan Muhammadiyah yang menggunakan cara perlawanan yang elegan dan akomodatif. Tujuannya adalah untuk memajukan masyarakat pribumi dan terlepas dari penjajahan serta membebaskan umat Islam dari pengaruh misionaris.
“Kyai Dahlan merespon perkembangan saat itu tidak dengan antipati, tidak dengan konfrontasi, tetapi dengan menghadirkan gerakan modern yang alternatif. Dalam bahasa Alwi Sihab dalam disertasinya diistilahkan dengan Membendung Arus,” ujarnya.