MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Indonesia menjadi salah satu negara yang pernah ditangguhkan ijin penyelenggaraan Haji dan Umroh oleh Pemerintah Arab Saudi. Skorsing tersebut baru dibuka oleh Pemerintah Arab Saudi, 1 Desember kemarin. Oleh karenanya, ini menjadi PR karena Indonesia harus menerima konsekuensi juga setelah menerima penangguhan.
Hal tersebut disampaikan Hilman Latief, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh dalam kegiatan Workshop Haji dan Umroh yang diselenggarakan Suara Muhammadiyah, Senin (20/12).
Hilman melanjutkan bahwa negara yang pernah ditangguhkan ijinnya tersebut, harus menaati persyaratan yang berlaku untuk bisa melakukan kunjungan ke Arab Saudi. Di antaranya, pertama sudah vaksin lengkap dengan pilihan Faizer atau Moderna, Kedua dilakukan karantina lima hari. Terkait aturan tersebut Pemerintah juga sudah melakukan berbagai macam pendekatan dan lobby ke Pemerintah Arab Saudi.
“Kita sudah atur dulu di Indonesia, kita yakinkan bahwa kita punya mekanisme dan protokol yang baik yang standar dokumennya juga tidak ada yang palsu lagi kalau di swab ya swab kalau PCR ya PCR bukan lobby-lobby ke klinik klinik muncul di peduli lindungi padahal tidak pernah melakukan PCR,” kata Hilman.
Saya setiap seminggu dua kali seminggu tiga kali di rojokin hidung nya. Sekarang mungkin sejak pulang dari Saudi mungkin ada tujuh hingga delapan kali. Ini saya tiga hari sekali lah ini pulang dari sini juga. Jadi saya berani buka masker mas. Kalau saya dua hari sekali ya di PCR begitu kira-kira kondisinya,” sambungnya.
Hilman mengimbau kepada masyarakat yang memang ingin menjalani Ibadah Haji dan Umroh untuk jujur apabila diminta dokumen-dokumen. Hal tersebut dilakukan demi menjaga keselamatan para jamaah. Kemudian ada beberapa aturan yang memang harus diikuti para jamaah seperti masalah karantina kedatangan yang juga masih dikomunikasikan lebih lanjut oleh Kementerian Agama.
Hits: 24