MUHAMMADIYAH.OR.ID, MALANG– Umat muslim saat ini memiliki semangat Islam yang tinggi, itu baik. Tapi tingginya semangat Islam tersebut diwujudkan dalam bentuk menganggap lian (orang lain) sebagai sesuatu yang asing, dan berbeda dengan mereka adalah salah.
Demikian disebut oleh Pradana Boy ZTF, Dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Tipikal umat muslim yang disebutkan diatas, kutip Boy, dalam istilah populer kekinian disebut sebagai Islam Kagetan.
“Kaget melihat bahwa ada orang memahami Al Qur’an dengan berbagai macam teori, dan dia tidak perlu memahami Qur’an dan Hadis, ikut imamnya saja,” ungkap Boy pada (24/12) dalam acara Catatan Akhir Tahun : Hasrat Kuasa Muslim Kagetan yang diadakan atas kerjasama IMM Malang Raya dan RBC Institue.
Menurut Boy, istilah Islam Kagetan mengandung makna semantik yang unik dan kontekstual, karena mengambarkan situasi dan pemihakan terhadap kewarasan nalar. Karena orang gampang kaget itu adalah orang yang nalarnya kurang baik.
Memahami Islam Tidak Bisa Tiba-Tiba
Dalam paparannya, Boy mengatakan bahwa dalam memahami Islam itu tidak bisa dengan tiba-tiba. Maka kalau ada kelompok Islam baru dan memahami Islam dengan ‘tiba-tiba’ yang menganggap diluar dirinya itu sebagai salah, itu memang prosesnya kurang baik.
“Kita beruntung karena hidup ditengah tradisi keterbukaan, sehingga perbedaan itu menjadi hal yang biasa. Sementara di luar sana, perbedaan itu menjadi suatu yang terlarang.” tuturnya.
Muslim kagetan dalam konteks politik di Indonesia, oleh Boy diistilahkan dengan “Politik yang Cair dan Sikap Masyarakat yang Beku.” Istilah ini mengambarkan saat ini politik tingkat atas sudah tidak ada diktomi kubuh, namun di masyarakat bawah masih ada dikotomi kubu akibat polarisasi Pilpres.
“Berarti ini gejala apa ? berarti gejala yang beku tadi itu. Jadi politiknya cair , tapi masyarakat memiliki sikap yang beku,” terang Boy
Menyikapi politik Indonesia, Boy memberi formula bersikap politik seperi bermain sepakbola. Maksudnya adalah kalau main politik seriuslah, tapi jangan pernah menganggap permainan itu serius.
“Saya tidak terlalu percaya bahwa mereka menggunakan dalih agama itu betul-betul untuk agama. Agama hanya sebagai topeng untuk kepentingan,” tandasnya.
Hits: 13