MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Hadir dalam forum daring Bappenas RI bersama Menteri Sosial, Kamis (12/8) Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti berpesan agar negara mengganti kebijakan pelayanan sosial dari yang bersifat charity (donasi) kepada paradigma pemberdayaan (sustainability).
Paradigma pemberdayaan menurut Mu’ti penting karena bersifat strategis agar dalam jangka panjang masyarakat bisa mandiri dan tidak selamanya hidup dengan penuh ketergantungan.
“Nah ini kan ga boleh terjadi. Karena paradigma selama ini mungkin paradigma charity yang karikatif sehingga membuat orang itu menjadi needy (tidak mandiri). Mereka merasa perlu untuk ditolong dan tidak bangkit. Walaupun ada segmen masyarakat tertentu yang dia harus diberi afirmasi atas keadaannya,” kritik Mu’ti.
“Pemerintah walaupun itu memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan kepada seluruh masyarakat, pemerintah tidak boleh bersikap seperti donor. Karena paradigma itu kita lihat bagaimana beberapa kasus yang muncul akhir-akhir ini rentan penyalahgunaan dan rentan kebocoran apalagi yang namanya charity itu memang sesuatu yang saya kira bisa menjadi alat politik bagi pihak-pihak tertentu,” imbuhnya.
Selain membuat masalah tidak terselesaikan, paradigma donasi menurutnya juga memiliki peluang besar tidak tepat sasaran hingga penyalahgunaan jika tidak berbasis pada manajemen data yang kuat.
“Nah ini yang memang harus kita hindari semaksimal mungkin untuk memastikan bahwa masyarakat yang menerima itu adalah mereka yang benar-benar berhak dan kemudian data yang ada adalah data yang valid,” katanya.
“Nah pemiskinan itu bisa terjadi karena mindset orang itu dibentuk untuk senantiasa menjadi miskin kan sering ada joke ya kalau menjelang ada bantuan itu jumlah orang miskin mendadak tiba-tiba meningkat. Tapi nanti begitu bantuan itu selesai jumlah itu berubah lagi,” singgung Mu’ti.
Wajib Benahi Masalah Secara Komprehensif
Untuk mengubah kebijakan pada paradigma pemberdayaan, pemerintah menurut Mu’ti harus melihat masalah secara lengkap dari masalah struktural hingga kultural.
Karenanya, ibarat memancing ikan, dalam pemberdayaan masyarakat pemerintah diharapkan tidak hanya memperhatikan aspek memberi kail (skill), tapi juga menyediakan kolam pemancingan (lapangan pekerjaan), memastikan kolam terisi dengan ikan hingga menyediakan tempat untuk menjual ikan.
“Sehingga karena itu menurut saya memang selain kita juga mengatasi masalah kemiskinan, kita juga meng-highlight beberapa masalah pemiskinan yang saat ini juga terjadi. Sehingga memang harus komprehensif pada konteks ini,” harapnya.
Untuk mengatasi masalah ini, Abdul Mu’ti berharap pemerintah mengeluarkan kebijjakan yang bersifat melampaui agar mampu mengatasi masalah sekaligus juga berhasil membentuk mindset masyarakat yang berdaya saing.
“Karena itu upaya-upaya yang sekarang ini sudah dilakukan, kami sangat mengapresiasi tapi kita harus berpikir tentang sustainability dan transformasi, tapi untuk jangka panjang adalah untuk sovereignty atau kedaulatan. Nah ini yang menurut saya harus kita lakukan secara bersama-sama supaya kita ini tidak terus menerus berada dalam penanganan yang bersifat hilir kemudian masalah hulunya tidak kita selesaikan,” pesannya.
Hits: 5