MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Muhammadiyah merupakan satu di antara gerakan masyarakat sipil yang terpanggil untuk ambil bagian dalam merawat keutuhan bangsa. Jauh sebelum Indonesia merdeka, komitmen ini telah ditunjukkan melalui pandangan maupun sikap kebangsaan jajaran tokoh Muhammadiyah. Komitmen ini pun terus dirawat hingga saat ini.
“Muhammadiyah sebagai bagian penting dari bangsa, dan sejak kelahirannya sudah berjuang untuk Indonesia. Paska kemerdekaan memiliki komitmen yang tinggi membangun bangsa agar tetap berada dan berdiri tegak di atas konstitusi, dasar negara, dan cita-cita perjuangan para pejuang dan pendiri bangsa Indonesia,” kata Haedar Nashir dalam Pernyataan Pers PP Muhammadiyah ihwal Perpres Nomor 10 tahun 2021 pada Selasa (2/3).
Karena itu, kata Haedar, ketika Muhammadiyah memberi masukan dan kritik konstruktif terhadap kebijakan pemerintah, hal tersebut merupakan bagian dari komitmen Muhammadiyah agar tidak membuahkan peraturan yang melenceng dari cita-cita luhur para pendiri bangsa.
“Dalam konteks membangun pun Muhammadiyah menjadi partner paling depan bersama kekuatan bangsa lain dan mendukung langkah-langkah pemerintah. Tapi ketika ada hal-hal yang kami pandang perlu sejalan dengan prinsip, dasar, pikiran, jiwa, dan cita-cita kebangsaan, maka Muhammadiyah pun menyampaikan masukan dan kritik,” kata Haedar.
Haedar menjelaskan bahwa masukan dan kritik tersebut bukan dalam posisi primordialisme keagamaan, tetapi dalam konteks dasar, pikiran, dan cita-cita dalam berbangsa. Dalam konteks keagamaan, masukan dan kritik tersebut tidak bisa disebut sebagai primordialisme, melainkan tanggungjawab moral umat beragama.
Pancasila Tidak Sekadar Fundamen Politik
Haedar memahami bahwa ketika dasar negara diperbincangkan dalam sidang BPUPKI dan disahkan dalam sidang PPKI tahun 1945, para founding fathers berdisuksi secara cerdas, intelek dan lepas dari kesan emosi serta memaksakan kehendak. Akhir dari sidang tersebut menghasilkan apa yang Soekarno sebut Pancasila sebagai Philosopische Grondslag. Dengan kata lain, Pancasila tidak sekadar sebagai fundamen politik, namun juga fundamen moral yang memberi tuntunan dalam menjaga nilai-nilai luhur bangsa.
“Di mana Pancasila dengan lima dasarnya dan sila pertamanya Ketuhanan Yang Maha Esa itu merupakan dasar filosofis dan pandangan dunia, pandangan hidup berbangsa dan bernegara dari republik negara ini,” terang Ketua Umum PP Muhammadiyah ini.
Haedar menilai bahwa prinsip ketuhanan yang tertera dalam sila pertama harus menjadi pandangan dunia seluruh bangsa Indonesia dan kebijakan pemerintah. Lebih jauh, Haedar mengutip Pembukaan UUD 1945 yang menyebut bahwa kemerdekaan Indonesia berkat rahmat Allah. Dipertegas kembali dalam Pasal 29 Ayat (1) dinyatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Pasal 29 menginspirasi pasal 31 ayat (3) yang menyebut bahwa tujuan Pendidikan Nasional adalah meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia. Sedangkan dalam pasal 31 ayat (5) menyebutkan bahwa memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi harus memperhatikan nilai-nilai agama dan persatuan bangsa.
“Kesimpulannya apa? Bahwa Indonesia dengan Pancasila, NKRI, Kebhinekaan, dan UUD 45 serta berbagai kebijakannya harus memiliki pijakan yang kokoh pada agama, Pancasila bahkan kebudayaan luhur bangsa dan tidak boleh menyalahinya,” tegas Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.
Haedar menegaskan bahwa Muhammadiyah selalu mendukung bahkan memberikan peran nyata dalam pembangunan ekonomi selain budaya, sosial, dan politik. Akan tetapi, Muhammadiyah juga memiliki pandangan integratif. Pembangunan ekonomi tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai agama, Pancasila, dan kebudayaan luhur bangsa. Pembangunan ekonomi juga tidak boleh berdampak buruk pada masa depan bangsa terutama menyangkut moral generasi bangsa.
Haedar berharap para pemangku kebijakan baik di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif tidak membuahkan kebijakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar berbangsa dan bernegara. Muhammadiyah mendukung segala upaya pemangku kebijakan dalam membangun ekonomi, investasi, dan segala usaha untuk mensejahterakan dan memakmurkan rakyat. Tetapi manakala ada yang bertentangan nilai-nilai agama, Muhammadiyah akan terus menyampaikan aspirasi yang dipandang sejalan dengan pandangan agama maupun konstitusi.
“Bangsa ini perlu belajar pada pengalaman-pengalaman masa lalu bahwa kita bisa maju karena kita bersatu, dan kita bisa maju karena kita menghargai nilai-nilai luhur agama, Pancasila, dan kebudayaan luhur bangsa,” pungkas Haedar.
Hits: 80