MUHAMMADIYAH.OR.ID, KAPUAS HULU—Terjang hujan lebat – banjir dan tempau 800-an km alur darat, Ketua Lembaga Dakwah Khusus (LDK) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Muhammad Ziyad takjub melihat perkembangan persyarikatan dan toleransi otentik di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
Dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi muhammadiyah.or.id pada, Kamis (15/9), Muhammad Ziyad menuturkan bahwa sinergi anatara Muhammadiyah dengan komunitas agama lain terjalin harmonis di Kapuas Hulu. Keberadaan lembaga pendidikan Muhammadiyah, SMA Muhammadiyah (SMAM) Puttusibau menjadi pencerah bagi semua, termasuk umat kristiani.
“Di ujung pedalaman Kalimantan Barat inilah berdiri SMAM Puttusibau yang menjadi kebanggaan masyarakat. Siswa-siswinya tidak hanya kalangan muslim, bahkan banyak dari kristiani. Mereka belajar dan hidup rukun penuh toleransi dengan kesadaran diri yang tinggi,” ungkapnya.
Ziyad menerangkan, bahwa praktik toleransi otentik di SMAM Puttusibau ini menjadi realitas yang biasa ditemui di sekolah-sekolah Muhammadiyah yang berada di daerah dengan muslim minoritas. Melalui penelitian yang dilakukan oleh Prof. Abdul Mu’ti (Sekretaris Umum PP Muhammadiyah) pada 2009, dari realitas ini memunculkan istilah baru yaitu “Krismuha”.
Menyaksikan toleransi otentik di SMAM Puttusibau ini, Ziyad mengaku haru karena meski dengan keterbatasn sana-sini, tetapi kerukunan yang dibangun oleh masyarakat di sini menjadi pengobat segala lelah dari jauhnya rute perjalanan yang rombongan tempuh.
Dia berharap, Muhammadiyah akan tetap konsisten mencerahkan kawasan-kawasan yang sulit dijangkau. “Di SMA Muhammadiyah Puttusibau, kami bangga dan haru saat mengunjungi perguruan ini. Meski dalam keterbatasan fasilitas, tetapi semangat mencerdaskan dan mencerahkan warga bangsa berkobar di sini.” Tuturnya.
Dalam penuturannya, kenyataan minimnya fasilitas belajar di daerah-daerah luar Jawa masih sangat terasa. Seperti di pedalaman Kalimantan Barat ini, meskipun memiliki sumber daya alam yang melimpah namun masih susah ditemukan fasilitas pendidikan yang baik. Faktor bentang alam menurutnya juga menjadi hal penting yang harus diperhitungkan.Bentang alam dan rusaknya jalan menjadi faktor penting yang harus dierhatikan dalam memajukan masyarakat di pedalaman. Ziyad bersama rombongan dari PWM-PWA, LDK dan Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR) Wilayah Kalbar, dari Pontianak menuju Putussibau ditempuh selama kurang lebih 12 jam perjalanan.
“Jalur darat dari Pontianak ke Puttusibau kita tempuh selama 17 jam, mengantarkan 800 kilo meter, dari sekitar 40 kilo meter tadi malam itu menerjang banjir yang sedang mendera di Puttusibau,” tutur Ziyad.
Hits: 56