MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Seorang ibu meminjam uang dari Bank Syariah, namun harus membayar jasa dalam jumlah tertentu. Apakah hal ini termasuk riba? Menurut Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Mukhlis Rahmanto, riba merupakan semua tambahan yang disyaratkan atas pokok harta.
Artinya, apa yang diambil seseorang tanpa melalui usaha perdagangan dan tanpa berpayah-payah sebagai tambahan atas pokok hartanya, maka yang demikian itu termasuk riba. Allah berfirman:“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”. (QS. Al Baqarah: 278-279).“Dari ayat ini, jelaslah bahwa riba itu adalah haram.
Mengenai pengambilan jasa yang dilakukan oleh pegadaian syariah itu tidak termasuk riba, karena jasa yang dibebankan tersebut merupakan biaya sewa dan administrasi yang dibebankan kepada nasabah untuk menutup cost proses pencairannya serta untuk biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhannya,” tutur Rahmanto dalam Pengajian Tarjih pada Rabu (12/10).
Biaya administrasi ditetapkan sebesar Rp. 50,- untuk setiap kelipatan marhun (barang yang digadai) Rp. 5.000,-. Hasil hitungan biaya administrasi dilakukan pembulatan ke Rp. 100,- untuk senilai di atas Rp. 50,- dan dibulatkan menjadi nol untuk biaya di bawah Rp. 50,-. Biaya administrasi dikenakan hanya sekali pada waktu akad. Besarnya didasarkan pada penggolongan harga marhun.
Sedangkan pengambilan jasa yang dilakukan oleh bank syariah itu tergantung akad yang disepakati oleh pihak bank dan nasabah.Mukhlis kemudian menerangkan macam-macam akad yang digunakan dalam bank syariah: pertama, akad mudharabah: akad yang dilakukan oleh dua pihak atau dua orang dimana salah satu pihak atau salah seorang menyerahkan sejumlah uang kepada pihak atau orang lain untuk dijadikan modal dalam berusaha (berdagang) dengan keuntungan dibagi untuk mereka berdua berdasarkan kesepakatan, dan jika terjadi kerugian ditanggung pemilik modal.
Kedua, akad murabahah: yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli, dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.
Ketiga, akad musyarakah: akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha bisnis tertentu, dengan masing-masing pihak memberi kontribusi dana dan kesepakatan untuk membagi keuntungan dan menaggung kerugian sesuai yang telah disepakati.
Berdasarkan penjelasan ini Mukhlis menyimpulkan bahwa pengambilan jasa yang dilakukan oleh Bank Syariah atau Pegadaian Syariah itu tidak termasuk riba dan hal tersebut dibolehkan. Selain itu, Mukhlis juga menyampaikan cara mengetahui lembaga syariah yang benar-benar melaksanakan hukum Islam, di antaranya: 1) Bank syariah menjadikan uang sebagai alat tukar bukan komoditi yang diperdagangkan; 2) Bank syariah menggunakan cara bagi hasil dari keuntungan jasa atas transaksi riil bukan sistem bunga sebagai imbalan terhadap pemilik uang yang besarnya ditetapkan di muka; 3) Risiko usaha akan dihadapi bersama antara nasabah dengan bank syariah dan tidak mengenal selisih negatif (negative spread); 4) Pada bank syariah terdapat Dewan Pengawas Syariah (DPS) sebagai pengawas kegiatan operasional bank syariah agar tidak menyimpang dari nilai-nilai syariah.