MUHAMMADIYAH.OR.ID, MAGELANG – Pemahaman Islam yang sahih menurut Muhammadiyah tidak cukup hanya bermodalkan Alquran dan Sunnah saja, tetapi harus melibatkan dua unsur lain yakni ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan (hikmah).
Hal inilah yang kemudian populer dikenal sebagai pemahaman BBI; Bayani, Burhani, Irfani. Yang dimaksud bayani adalah dalil Alquran-Hadis, burhani adalah ilmu pengetahuan, dan irfani adalah hikmah.
Menjelaskannya, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Kiai Tafsir dalam Pengajian Unimma, Jumat (19/8) menyebut tiga unsur pemahaman ini sebagai satu kesatuan.
Sebagai contoh, misalnya soal penjadwalan waktu salat. Di dalam Alquran tidak ada penjadwalan waktu salat secara spesifik kecuali isyarat saja sebagaimana dalam Al Isra ayat 78 terkait waktu zuhur atau Al-Baqarah ayat 187 terkait waktu subuh.
“Maka kalau hanya bayani saja kita tidak tahu waktu salat. Karena itu perlu burhani, maknanya ilmiah saintifik. Maka alat saintifik artinya astronomi dan ilmu falak, jadi bapak ibu dapat jadwal salat itu bukan dari Quran dan sunnah, tapi dari astronom. Maka memahami dengan iptek itulah burhani,” kata Tafsir memberi contoh.
Untuk contoh lainnya, Tafsir juga menjelaskan bahwa Alquran tidak bisa dipahami saklek tanpa memperhatikan aspek irfani dan al-‘urf atau adat kebiasaan setempat. Meski tidak tidak dijelaskan dalam Alquran dan Hadis, unsur ini dianggap menentukan kesuksesan dakwah.
“Misalnya kalau ke nikahan pakai pakaian training, tidak batik, itu boleh kan? tidak melanggar hukum dan syariat, tapi itu melanggar kelaziman. Nah melanggar kelaziman itu artinya melanggar kemakrufan. Maka butuh pemahaman secara irfani yang ukurannya kelaziman, kepantasan,” imbuhnya.