Oleh : Hendra Darmawan
Muhammadiyah sekali lagi kehilangan salah-satu putera terbaiknya. Kyai Muchtar Adam, wafat pada 7 Juli 2021. Ia adalah seorang maestro dakwah yang visioner, dan serba bisa. Beliau dimakamkan pada dini hari tanggal 8 juli 2021 di dekat Pondok Pesantren al-Quran Babussalam yang beliau pimpin.
Kyai Muchtar Adam adalah pendiri pesantren Babussalam. Tercatat beliau telah mendirikan lembaga pendidikan Islam di beberapa tempat. Ada di Selayar dan di Pulau nias.
Kyai Muchtar Adam juga merupakan seorang penulis prolifik. Buku karyanya hampir seratus judul dengan berbagai macam tema mulai dari Tafsir Istiadzah, Bersahabat dengan al-Qur’an, Hadits, Sejarah Kurban, Politik Islam, Ma’rifatulah, Tazkiyatunnafs, Peta Mufassir, Yerussalem, Ijtihad dan sampai Bahayanya Takfiri serta banyak judul lain. Beliau tidak hanya memiliki kuasa lisan (dakwah bil lisan) tetapi juga kuasa tulisan (Dakwah bil kitabah).
Pesantren al-Qur’an Babussalam
Di Pesantren al-Qur’an Babussalam yang berlokasi di Ciburial, Bandung, sebuah dataran tinggi yang sejuk dan dari situ kita bisa menikmati keindahan panorama kota Bandung. Di pondok itulah beliau mendidik para santrinya untuk cinta al-Qur’an dan mendalami, mengkaji dan mengamalkan al-Qur’an.
Pesantren Babussalam juga memiki beberapa unit bisnis pengembangan seperti pengembangan Tibbun Nabawi yakni pengobatan ala Nabi, air mineral kemasan, Bimbingan Haji dan Umroh KBIH Babussalam, dan tidak kalah pentingnya di dalam Pesantren juga memiliki Grup Drumband Babussalam Kabilah Hizbul Wathon (HW) Al-Muchtariyah. Begitulah nama almarhum disematkan.
Pesantren Alquran Babussalam nampai sangat rindang dan Sejuk. Tidak ada satu pun lahan yang tidak termanfaatkan untuk ditanam bahkan sampai nama tanaman yang langka-langka pun akan dicari dan ditanam di lingkungan pesantren tersebut.
Selain itu, salah satu program KBIH, beliau mengembangkan hibah buku, yakni menggalakkan para jamaahnya untuk hibah buku, kitab-kitab. Dan kitab-kita turost berbahasa arab itu juga disalurkan ke pesantren-pesantren yang membutuhkan di sekitar wilayah Bandung. Ini bukti kepedulian terhadap lingkungan dalam makna lain, yakni Pesantren di sekitar Babussalam. Program Umroh Plus yang beliau kembangkan melalui KBIHnya, memungkinkan beliau melakukan lawatan ke berbagai negara mulai dari Turki sampai Yerussalam. Tak pelak ditulis pula buku tentang Yerusalem berjudul Yerusalem Dari Masa ke Masa.
Kisah Akademi Tabligh Muhammadiyah
Tepatnya tahun 2017, saya sempat berkunjung ke pesantren almarhum di Ciburial dan bermalam di pesantren satu malam. Di awali ramah tamah, diskusi, sharing dan sekaligus penulis mewawancarai beliau tentang “Akademi Tabligh Muhammadiyah” yang beliau termasuk alumni Angkatan pertama.
Beliau menceritakan kolega satu angkatannya. Salah-satunya almarhum Mustari Siraj asal Sulawesi yang kemampuan berbahasa Jawanya tidak kalah dengan orang Yogya. Sampai-sampai untuk mengisi pengajianpun dalam Bahasa Jawa beliau fasih.
Almarhum mengakui selain Bahasa arab dan kompetensi lain, ketrampilan berbahasa lokal (bi lughoti qoumihim) merupakan salah satu kompetensi yang dilatihkan dan dikirim untuk menjadi dai benum. Tidak lama, almarhum bicara dengan istrinya dalam Bahasa Sunda yang juga tidak kalah fasihnya.
Akademi Tabligh Muhammadiyah(ATM) yang berdiri tahun 1958, dan diketuai oleh Dekan Prof. Kahar Muzakkir. Di antara guru-guru almarhum adalah Prof. Farid Ma’ruf, Buya Hamka, Kyai Azhar Basyir, dan beberapa tokoh lain. ATM dikemudian hari menjadi Fakultas Ilmu Agama dan Dakwah (FIAD) dan akhirnya bergabung dengan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) hari ini.
Keterlibatan almarhum di Muhammadiyah sudah sejak kecil di Selayar. Bahkan catatan dinamika persyarikatan Muhammadiyah Selayar dan Kontribusinya buat Indonesia beliau tulis dan menjadi Buku.
Dakwah ke Pulau Buru berjumpa Pramoedya Ananta Toer
Kyai Muchtar Adam pernah berdakwah selama dua tahun di Pulau Buru, khusus dalam misi pembinaan ruhani tahanan politik PKI. Hal ini merupakan pengalaman luar biasa.
Apalagi ia akan berdakwah pada tahanan politik. Tidak sedikit di antara para tahana politik itu orang-orang yang sudah dikenal luas di masyarakat. Jadi beliau harus atur strategi dengan temannya menyapa tahanan, sampai mendakwahinya mulai dari sel yang satu menuju sel yang lain.
Kyai Muchtar Adam punya kenangan istimewa ketika di Pulau Buru. Di sana beliau sempat berjumpa dengan novelis terkenal, Pramoedya Ananta Toer. Pada masa itu, tahanan politik memang banyak yang berasal dari kalangan intelektual, sastrawan, penyair, hingga pemimpin organisasi.
Berjuang di Politik
Kyai Muchtar Adam pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Dapil Jawa Barat Partai Amanat Nasional yang kala itu masih dipimpin Prof. Dr. Amien Rais. Almarhum duduk di komisi X yang membidangi Pendidikan.
“Pendidikan Islam harus mewarnai rancang bangun kebijakan Pendidikan di Indonesia, itulah yang saya perjuangkan saat di DPR RI”, ujar almarhum kala itu.
Salah satu sahabat beliau yang juga sering bertandang ke Pesantren Babussalam adalah Dr. Tanri Abeng, M.B.A. Dalam sebuah acara di Pesantren Babussalam, saat Prof Nazaruddin Umar berkunjung, kebetulan beliau saat itu masih menjabat Wakil Meteri Agama RI. Apresiasi Prof Nazaruddin atas karya-karya almarhum “ Wah Pak Kyai kalau di Nahdlatul Ulama (NU), dengan karya puluhan ini pak Kyai sudah bisa mengembangkan madzhab Tariqat Muhtariyah’, untung Pak Kyai Muhammadiyah.” Mendengar itu Kyai Muchtar hanya tersenyum.
*) Penulis adalah Ketua Majelis Tabligh PWM DIY, Dosen UAD, Anggota MPK PP Muhammadiyah.
Editor: Fauzan AS