MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Tulisan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir dalam rubric refleksi dan opini di Harian Republika tentang agama, demokrasi, dan politik diterbitkan menjadi buku dengan judul “Agama, Demokrasi, dan Politik Kekerasan” yang diterbitkan Suara Muhammadiyah (SM) dan Republika.
Haedar dalam sambutan di Launching buku tersebut pada (16/11) yang dilangsungkan secara hybrid di Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta menyebut bahwa, dalam tulisan yang diterbitkan ini melekat dalam perjalanan intelektual dan spiritualnya.
Buku ini merupakan kompilasi tulisannya yang di di rubrik “Refleksi” dan “Opini” di Harian Republika sejak tahun 1998 sampai dengan 2019. Haedar memperkirakan dari tenggat waktu itu, kurang lebih sudah sebanyak 240 tulisan yang ia tulis.
Doktor Sosiologi ini menuturkan, terlebih di masa pandem ini menjadikan dirinya memaksa untuk produktif melalui menulis. Saat ini dirinya sedang proses merampungkan tulisan untuk buku barunya yang belum diberi judul, dan diperkirakan akan terbit pada bulan Januari 2022.
“Dan kedepan saya bercita-cita ingin nulis tentang Islam secara komprehensif, dan saya ingin bikin yang tebal,” ucapnya.
Haedar menjelaskan, menulis merupakan cara jitu baginya untuk memaksa dirinya berpikir. Hal ini yang kemudian menjadikan dirinya menjadi orang yang resah jika ada orang yang salah berpikir, tidak logis, dan resah akan tindakan yang tidak adil.
Menurutnya, ketika seorang menulis maka sekaligus memaksa orang tersebut untuk membaca, dan membaca itu menjadikan manusia memiliki daya hidup. Oleh karena itu, ia mengajak generasi milenial untuk selalu membawa diri supaya memiliki budaya membaca.
“Dan dalam konteks ini kita belajar jernih di untuk berpikir agar kita bisa memberikan sesuatu yang berharga,” imbuhnya.
Terkait dengan bukunya, Haedar menjelaskan bahwa setiap tulisan itu meski ‘lepas’ satu sama lain tapi itu merupakan buah dari orang berpikir dan harus berani mempertanggungjawabkan pemikirannya. Buku ini merupakan buah dari Haedar dalam membaca realitas, yang dituliskan secara sistematis.
Terkait dengan pembahasan yang diungkap melalui tulisan yang dihimpun dalam buku ini, Haedar menyebut bahwa persoalan agama menjadi wilayah yang paling tidak mudah untuk dibahas. Hal itu disebabkan karena dua unsur dalam agama, yaitu sacral dan profane.
“Di antara sacral dan profane itu seringkali tipis hubungannya karena ada perilaku orang beragama itu sendiri, yang dalam berperilaku termasuk berpikir dan bertindak itu tidak lepas dari pemahamannya,” ungkap Haedar.
Hits: 21