MUHAMMADIYAH.OR.ID, GARUT—Teori tabula rasa pertama kali dicetuskan oleh filsuf Barat John Locke. Dalam teorinya ini, Locke berasumsi bahwa saat manusia dilahirkan, kondisinya laksana kertas putih yang tak bernoda.
Sederhananya, manusia dilahirkan dalam keadaan kosong dan tidak ada bawaan apapun dalam dirinya. Seiring berjalannya waktu, kertas tersebut akan tercoret-coret oleh banyak faktor seperti lingkungan, keluarga, dan pendidikan.
Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djat Yadi Janwari di hadapan keluarga besar PCM Cibiuk Garut mengatakan bahwa teori tabula rasa ini memiliki sisi kemiripan dengan konsep fitrah dalam Islam. Sebagaimana tabula rasa, fitrah adalah menciptakan sesuatu untuk pertama kali atau tanpa ada bentuk sebelumnya. Umumnya, fitrah juga dimaknai sebagai sesuatu yang suci dan bersih tanpa noda.
“Tabula rasa itu teori dari John Locke yang punya keyakinan bahwa manusia ketika lahir tidak membawa apapun alias kosong seperti kertas putih. Lingkungan dan pendidikan yang membuat kertas itu terisi. Mirip dengan konsep fitrah dalam Islam,” ujar Wakil Ketua PDM Garut ini dalam acara Halal Bihalal di Pondok Pesantren Miftahul Ulum Muhammadiyah Cibiuk Garut pada Rabu (05/05).
Meski tampak sama, Yadi menegaskan bahwa konsep fitrah tidak identik dengan teori tabula rasa. Konsep fitrah tidak bisa begitu saja disamakan dengan teori tabularasa bahwa manusia lahir dalam keadaan netral tidak memiliki potensi apa-apa. Potensi kebaikan yang tertanam di dalam diri manusia sesuai fitrahnya adalah potensi untuk bertauhid dan taat kepada Allah. Hal tersebut jelas, sebab manusia cenderung menyukai dan berusaha mencari serta menerima kebenaran.
“Fitrah manusia ketika lahir membawa satu potensi dan potensi itu adalah daya untuk bertauhid. Jadi arti dari kembali ke dalam keadaan fitrah artinya kembali kepada Allah, semakin menguatkan tauhid dan ketaatan kita kepada Allah,” tutur Yadi.
Penjelasan Yadi sejalan dengan pandangan filsuf asal Malaysia Muhammad Naquib al-Attas dalam “nature of man,” menyatakan bahwa agama dan pengetahuan instrinsik di dalam jiwa manusia merupakan bagian dari fitrah penciptaannya.
Hal tersebut diperkuat kembali dalam QS. Al Rum ayat 30 di mana frasa “fithratallahi” disandingkan dengan “al-din hanifah” yaitu fitrah manusia adalah memeluk agama tauhid yaitu agama Islam.