MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA– Konsekuensi Darul Ahdi wa Syahadah dalam bidang ekonomi adalah menciptakan praktek ekonomi yang tidak eksploitatif, dan praktek ekonomi yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.
Demikian dijelaskan oleh Anwar Abbas, Ketua PP Muhammadiyah. Menurutnya hal itu sebagai turunan dan bentuk pembuktian dari pandangan Muhammadiyah tentang konsep negara pada Muktamar ke-47.
Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi bidang ekonomi ini menjelaskan, yang menjadi dasar bagi kehidupan berbangsa-bernegara, politik, sosial bahkan ekonomi yang dijalankan di Indonesia adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.
Abbas meneruskan, Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan sila pertama dari lima sila yang ada dalam Pancasila, yang menjadi satu kesatuan dari empat sila lain yang telah disepakati oleh Muhammadiyah. Sehingga, kata Anawar Abbas, sila-sila tersebut jangan digoyang, diperas, dan diubah-ubah lagi.
“Oleh karena itu Pancasila jangan diganggu guat, jangan lagi dipersoalkan. Urut-urutannya juga jangan dipersoalkan,” tegasnya pada (12/1) Webinar yang diselenggarakan oleh ITB Ahmad Dahlan, Jakarta.
Mengutip Bung Hatta, Anwar Abbas menyebut sila pertama sebagai dasar moral bagi bangsa dalam melakukan kegiatan yang terkait dengan khidupan kebangsaan dan kenegaraan.
Sehingga jika sila pertama tersebut dikontekstualisasikan dalam bidang ekonomi, maka harus menghadirkan ekonomi yang bermoral, berakhlak, dan beretika. Namuun melihat realitas ekonomi yang berlaku saat ini, menurutnya Indonesia harus kembali kepada ekonomi Pancasila dan UUD ‘45.
“Kita berusaha untuk membuat para pelaku ekonomi negeri ini dan usaha besar, menengah, kecil, mikro, dan ultra mikro supaya menjunjung etika, morality, dan akhlak,” tuturnya
Dalam praktek ekonomi, menurut Anwar Abbas tidak boleh ada praktek yang mengeksploitasi orang lain, untuk kepentingan mendapat keuntungan sebesar-besarnya. Dan tidak boleh ada praktek ekonomi yang merendahkan harkat dan martabat orang lain.
“Oleh karena itu tindakan ekonomi dan perbuatan ekonomi, serta kebijakan ekonomi yang kita lakukan harus diarahkan dan diorientasikan bagi terciptanya rasa kebersamaan, persaudaraan, rasa persatuan dan kesatuan,” urainya
Sehingga tidak boleh ada lagi ketimpangan, serta adanya ekonomi berpusat dan kuat di salah satu wilayah saja, dan lemah di wilayah lain Indonesia. Karena jika ketimpangan ekonomi ini tetap langgeng, dikhawatirkan akan menganggu stabilitas bangsa dan negara.
Hits: 16