Sabtu, 17 April 2021
Kantor
Jl. Cik Ditiro No.23 Yogyakarta
Jl. Menteng Raya No. 62 Jakarta Pusat
Cahaya Islam Berkemajuan
No Result
Tampilkan Semua
  • Home
  • Organisasi
    • Profil
      • Sejarah Muhammadiyah
      • Muqodimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
      • Anggaran Dasar Muhammadiyah
      • Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah
      • Anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah
      • Majelis dan Lembaga
      • Organisasi Otonom
      • Cabang Istimewa/Luar Negeri
    • Ciri Gerakan
      • Gerakan Islam
      • Gerakan Dakwah
      • Gerakan Pembaruan
    • Ideologi
      • Muqaddimah AD/ART
      • Masalah Lima
      • Kepribadian Muhammadiyah
      • Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah
      • Khittah Muhammadiyah
        • Khittah Palembang 1956-1959
        • Khittah Ponorogo 1969
        • Khittah Ujung Pandang 1971
        • Khittah Surabaya 1978
        • Khittah Denpasar 2002
      • Langkah Muhammadiyah
        • Langkah Muhammadiyah tahun 1938-1940
        • Langkah Muhammadiyah tahun 1947
        • Langkah Muhammadiyah 1950
        • Langkah Muhammadiyah 1959-1962
        • Langkah Muhammadiyah 2000
    • Dokumen
      • Berita Resmi
      • Tanfidz
      • Laporan
      • Maklumat
      • Surat Edaran
      • Pers Release
    • Badan Khusus
      • Pusat Syaiar Digital Muhammadiyah
      • Muhammadiyah Aids
      • Muhammadiyah Covid-19 Comand Center (MCCC)
    • Program Kerja
      • Program PP Muhammadiyah
    • Daftar Anggota
    • Lagu Sang Surya
  • Cakrawala
    • Budaya Lokal
    • Filantropi & Kesejahteraan Sosial
    • Pemberdayaan Masyarakat
    • Lingkungan & Kebencanaan
    • Masyarakat Adat
    • Milenial
    • Moderasi Islam
    • Resensi
  • Hikmah
  • Hukum Islam
    • Aqidah
    • Muamalah
    • Ibadah
  • Khutbah
    • Khutbah Jumat
    • Khutbah Gerhana
    • Khutbah Nikah
    • Khutbah Idul Adha
    • Khutbah Idul Fitri
  • Tokoh
  • Kabar
    • Internasional
    • Nasional
    • Wilayah
    • Daerah
    • Ortom
  • Galeri
    • Foto
    • Video
  • BAHASA
    Cahaya Islam Berkemajuan
    • Home
    • Organisasi
      • Profil
        • Sejarah Muhammadiyah
        • Muqodimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
        • Anggaran Dasar Muhammadiyah
        • Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah
        • Anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah
        • Majelis dan Lembaga
        • Organisasi Otonom
        • Cabang Istimewa/Luar Negeri
      • Ciri Gerakan
        • Gerakan Islam
        • Gerakan Dakwah
        • Gerakan Pembaruan
      • Ideologi
        • Muqaddimah AD/ART
        • Masalah Lima
        • Kepribadian Muhammadiyah
        • Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah
        • Khittah Muhammadiyah
          • Khittah Palembang 1956-1959
          • Khittah Ponorogo 1969
          • Khittah Ujung Pandang 1971
          • Khittah Surabaya 1978
          • Khittah Denpasar 2002
        • Langkah Muhammadiyah
          • Langkah Muhammadiyah tahun 1938-1940
          • Langkah Muhammadiyah tahun 1947
          • Langkah Muhammadiyah 1950
          • Langkah Muhammadiyah 1959-1962
          • Langkah Muhammadiyah 2000
      • Dokumen
        • Berita Resmi
        • Tanfidz
        • Laporan
        • Maklumat
        • Surat Edaran
        • Pers Release
      • Badan Khusus
        • Pusat Syaiar Digital Muhammadiyah
        • Muhammadiyah Aids
        • Muhammadiyah Covid-19 Comand Center (MCCC)
      • Program Kerja
        • Program PP Muhammadiyah
      • Daftar Anggota
      • Lagu Sang Surya
    • Cakrawala
      • Budaya Lokal
      • Filantropi & Kesejahteraan Sosial
      • Pemberdayaan Masyarakat
      • Lingkungan & Kebencanaan
      • Masyarakat Adat
      • Milenial
      • Moderasi Islam
      • Resensi
    • Hikmah
    • Hukum Islam
      • Aqidah
      • Muamalah
      • Ibadah
    • Khutbah
      • Khutbah Jumat
      • Khutbah Gerhana
      • Khutbah Nikah
      • Khutbah Idul Adha
      • Khutbah Idul Fitri
    • Tokoh
    • Kabar
      • Internasional
      • Nasional
      • Wilayah
      • Daerah
      • Ortom
    • Galeri
      • Foto
      • Video
    • BAHASA
      No Result
      Tampilkan Semua
      Cahaya Islam Berkemajuan
      No Result
      Tampilkan Semua
      Home Artikel

      Ki Bagus Hadikusumo, Piagam Jakarta dan Sikap Negarawan Sejati

      afandi by afandi
      4 Maret 2021
      0
      Ki Bagus Hadikusumo, Piagam Jakarta dan Sikap Negarawan Sejati

      Oleh: Afandi

      Ki Bagus Hadikusuma (ejaan lama: Ki Bagoes Hadikoesoemo) adalah Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhamadiyah ke-5 antara tahun 1942 hingga 1953. Banyak orang mengenal Ki Bagus sebagai tokoh di balik rumusan Pancasila, UUD dan figur penting di dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) serta Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Tapi banyak juga yang belum mengerti bagaimana sepakterjang Ki Bagus selama menjadi aktivis sekaligus pimpinan Muhammadiyah.

      Muhammad Hisyam dalam buku berjudul Caught Between Three Fires, The Javanese Pangulu Under the Dutch Colonial Administration 1882-1942 (2001) menyebutkan bahwa ketika KH. Ahmad Dahlan meninggal pada 1923, Ki Bagus menggantikan posisi gurunya tersebut di Dewan Tokoh Agama (Priestraad) Hindia Belanda. Aspirasi yang dibawa oleh Ki Bagus adalah penguatan posisi hukum Islam dan berusaha menaikkan kedudukan hukum Islam di dalam pemerintahan meskipun pada akhirnya Ki Bagus kecewa karena rekomendasi yang dia berikan kepada pemerintah malah tidak diacuhkan.

      Pada buku berjudul Ki Bagus Hadikusumo dan Problem Relasi Agama-Negara (2011), Muhammad Hisyam memandang Ki Bagus berhasil mengawal bangsa Indonesia agar Indonesia tidak menjadi negara teokrasi ataupun negara sekuler. Sebagaimana yang sejak mula memang tidak dapat disepakati secara bulat oleh kaum Islam dan nasionalis dalam BPUPKI dan PPKI.

      Gelar Pahlawan

      Pada 5 November 2015 Presiden Joko Widodo melalui Keppres Nomor 116/TK/2015 memutuskan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Ki Bagus Hadikusumo setelah Muhammadiyah mendaftarkan pengajuan pada November 2012. Sembilan belas tahun sebelumnya pada 1993, Ki Bagus juga mendapatkan penghargaan Bintang Maha Putra dari mendiang Presiden Soeharto.

      RELATED POST

      Bersama-sama Kuatkan Budaya Organisasi, Muhammadiyah Jangan Sampai Lemah!

      Tajdid Bukan Semata-mata Memurnikan Akidah Islam

      Ketua Tim Pengajuan Gelar, mendiang A.M Fatwa membawakan tiga alasan utama mengapa Ki Bagus Hadikusumo layak mendapatkan gelar pahlawan. Pertama, Ki Bagus merupakan pahlawan perintis kemerdekaan, Kedua, Ki Bagus tercatat sebagai salah satu perumus dasar negara Republik Indonesia. Ketiga, Ki Bagus memiliki visi kenegarawanan.

      Berhasilnya gelar anugerah gelar kepahlawanan bagi Ki Bagus bukan berarti membuat generasi berikutnya teliti dalam mengkaji sosok Ki Bagus Hadikusumo. Hambatan utama justru datang dari pembaca sejarah yang menafsirkan kekukuhan Ki Bagus dalam mempertahankan tujuh kata di dalam Piagam Jakarta adalah sebagai upaya untuk mendirikan negara Islam. Menanggapi hal tersebut, cucu Ki Bagus Hadikusumo yakni Gunawan Budiyanto memandang bahwa persepsi tersebut sebagai hal yang menggelitik, demikian ditulis Hendra Kurniawan di harian Bernas pada 13 November 2015.

      Gunawan meluruskan bahwa maksud kakeknya mempertahankan tujuh kata dalam Piagam Jakarta adalah sebagai bentuk penekanan pada prinsip agar menjadikan Islam sebagai pedoman etik bagi pemimpin negara tanpa sama sekali ada maksud untuk mendirikan negara Islam. Umat Islam sebagai konstituen mayoritas dalam Republik Indonesia berhak meminta negara menjadikan pemberlakuan hukum Islam sebagai perhatian utama negara, demikian yang dibawa oleh Ki Bagus dalam masa sidang BPUPKI hingga PPKI.

      Kisah Sidang BPUPKI

      Pada Sidang kedua BPUPKI 10-17 Juli 1945, salah satu hal yang menyita perhatian adalah upaya Ki Bagus untuk meminta Ketua Panitia UUD Ir. Soekarno mengubah frasa dalam bagian akhir naskah preambul Pernyataan Kemerdekaan yang berbunyi  “dengan berdasar kepada ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” untuk diperjelas menjadi “berdasar kepada Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam” atau dihilangkan sama sekali. Soekarno bergeming untuk menerima usulan Ki Bagus yang disampaikan beberapa kali.

      Sambil menggebrak meja, anggota BPUPKI lainnya Abdul Kahar Muzakir mendukung pernyataan Ki Bagus agar potensi mudharat atas kalimat tersebut dipertimbangkan sebaik mungkin. Tujuan Ki Bagus semata demi menjaga rasa keadilan di antara umat beragama dan menjaga persatuan bangsa Indonesia, selain menghindari kesan yang tidak baik dan adanya infiltrasi dari agen-agen musuh meski pada akhirnya, usulan tersebut tidak diterima dan perdebatan diakhiri pada 16 Juli 1945, demikian yang tercatat dalam Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), 28 Mei 1945 – 22 Agustus 1945 (1995).

      Bagaimanapun Ki Bagus tetaplah murid KH Ahmad Dahlan yang ingin memperjuangkan aspirasi hukum Islam di dalam negara sebagaimana yang telah dilakukannya dewan Priestraad Hindia-Belanda, meneruskan perjuangan gurunya. Dirasa tidak ada jalan lain untuk meninggikan kedudukan Hukum Islam, Ki Bagus akhirnya menerima tujuh kata yang pada awalnya tidak disepakatinya tersebut dan berusaha mempertahankannya. Konsekuensi yang tidak diinginkannya justru datang satu hari setelah proklamasi Kemerdekaan Indonesia menjelang penetapan UUD oleh PPKI pada 18 Agustus 1945.

      Malam hari setelah proklamasi, proklamator Mohammad Hatta menyatakan bahwa seorang opsir Angkatan Laut Jepang dari armada wilayah timur Indonesia telah menemuinya dan menyampaikan pesan bahwa wakil-wakil Protestan dan Katolik berkeberatan dalam pembukaan UUD yang berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” demikian dalam otobiografi Mohammad Hatta Memoir (1979).

      Toleransi Otentik Ki Bagus

      Pernyataan tersebut dianggap menusuk hati orang non-muslim meskipun salah satu anggota Panitia Sembilan yang beragama Kristen, AA Maramis tidak merasa demikian dan mengganggap wajar bagi Indonesia yang 90 persen penduduknya adalah umat Islam. Tidak tanggung-tanggung, ancaman yang diberikan jika pemerintah tidak menghapus kalimat tersebut adalah lepasnya wilayah timur dari Republik Indonesia. Dalam suasana yang genting sehari setelah Kemerdekaan, kunci utama untuk memperbolehkan tujuh kata yang telah disepakati apakah boleh dihapus atau tidak adalah Ki Bagus Hadikusumo.

      Soekarno yang telah memutuskan bagian untuk umat Islam dalam tujuh kata Piagam Jakarta itu malu untuk menyatakan berita ini kepada Ki Bagus. Dalam buku Hidup Itu Berjuang: Kasman Singodimedjo 75 Tahun (1982) Kasman Singodimedjo menyatakan bahwa Soekarno mengutus Hatta dan Mr. Teuku Mohammad Hasan untuk menemui Ki Bagus yang pada akhirnya pulang dengan tangan kosong, menyusul demikian KH Wahid Hasyim yang bernasib sama. Ki Bagus pada akhirnya luluh setelah Kasman Singodimedjo datang membujuk dalam bahasa Jawa halus dan tujuh kata dalam Piagam Jakarta itu pun dihapus. Nur Hidayat Sardini dalam buku  60 Tahun Jimly Asshiddiqie: Sosok, Kiprah, dan Pemikiran (2016) menulis bahwa AM Fatwa melihat kerelaan Ki Bagus Hadikusumo dalam menghapus tujuh kata penting tersebut sebagai kebesaran hati demi menjaga kesatuan dan persatuan bangsa.

      Ki Bagus Sangat Njawani

      Ki Bagus Hadikusumo lahir di Kauman, Yogyakarta pada 11 Rabi’ul Akhir 1308 (24 November 1890) dengan nama Raden Hidayat bin Raden Kaji Lurah Hasyim. Kelak, kecintaan terhadap identitas Jawa membuat Raden Hidayat mengubah namanya yang berasal dari bahasa Arab kepada bahasa Jawa yang dianggapnya lebih membumi dan dekat menjadi Ki Bagus Hadikusumo.

      Muhammad Hisyam dalam Ki Bagus Hadikusumo dan Problem Relasi Agama-Negara (2011) menyatakan bahwa Ki Bagus lebih sering memakai pakaian bergaya Jawa daripada memakai pakaian maupun simbol yang biasa dipakai oleh seorang kiai pada masa itu seperti sorban. Ki Bagus lebih memilih memakai memakai blangkon dan beskap, tetapi dengan kombinasi sarung, dan menulis beberapa buku dalam bahasa Jawa.

      Meski hidup dalam lingkungan Islam taat di Kauman dan mendapatkan pendidikan Islam yang ketat, Ki Bagus merupakan sosok seorang muslim moderat yang adil dan pandai dalam memilah urusan akidah dan muamalah. Selain mendapatkan pengajaran Islam dibawah bimbingan ayahnya yang merupakan pejabat urusan agama Islam Kesultanan Yogyakarta, Ki Bagus juga turut menjadi murid pendiri Muhammadiyah Kyai Haji Ahmad Dahlan. Guna memperluas ilmu agama, Ki Bagus menjadi santri di Pesantren Wonokromo yang berada di selatan Yogyakarta, dan kemudian dilanjutkannya di Makkah selama enam cawu.

      Dalam belajar ilmu umum, Ki Bagus yang merupakan priyayi tersebut memilih belajar di sekolah dasar bagi warga kelas dua ‘Ongko Loro’ atau Volkschool Gubernemen dengan pengantar bahasa Jawa yang kelak pada masa pendudukan Jepang diubah namanya menjadi Sekolah Rakyat. Tercatat, Ki Bagus menguasai lima bahasa yakni Jawa, Melayu, Belanda, Arab dan Inggris.

      Menariknya, meskipun tegas dalam prinsip akidah Tauhid, Ki Bagus mampu membedakan mana masalah pokok yang tidak dapat ditawar dan masalah muamalah yang memiliki ruang untuk dikembangkan. Ki Bagus belajar bahasa Inggris dari seorang tokoh utama Ahmadiyah asal Pakistan di Yogyakarta, Mirza Wali Ahmad Ba’iq, kendati pada sisi yang lain dirinya tegas menolak kewajiban perintah Sei-Kerei pemerintah kolonial Jepang, yaitu membungkuk ke Tenno Haika dan Dewa Matahari setiap pagi.

      Peran Ki Bagus pada Kemerdekaan Indonesia

      Ketika berusia 32 tahun pada 1922, Ki Bagus menjadi ketua Majelis Tabligh Muhammadiyah dan selang empat tahun berikutnya menjadi Ketua Majelis Tarjih sekaligus menjadi anggota komisi pengurus utama (hoofdbestuur) Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Aktif dalam berbagai organisasi dan menjadi tokoh masyarakat, membuatnya bersama Soekarno dan Hatta pergi ke Tokyo pada Februari 1945 guna melakukan pembicaraan dengan Kaisar Hirohito terkait upaya menuju kemerdekaan Indonesia.

      Setelah Indonesia merdeka, Ki Bagus juga dikenal sebagai salah seorang pendiri Angkatan Perang Sabil (APS) yang dibentuk dalam upaya menghadapi Agresi Militer Belanda I Yogyakarta pada 21 Juli 1947. Angkatan Perang Sabil bermarkas di Masjid Taqwa di Kampung Suranatan dan didukung oleh sejumlah ulama Muhammadiyah, demikian dalam buku Muhammadiyah 100 Tahun Menyinari Negeri (2013).

      Bagi Muhammadiyah sendiri, jasa utama Ki Bagus adalah menjaga dan mengembangkan Muhammadiyah di masa-masa sulit. Sebagai salah satu tokoh utama MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) yang dibubarkan oleh pemerintah Jepang, Ki Bagus mengubah tujuan Muhammadiyah agar sesuai dengan misi pemerintah.

      Syarifuddin Jurdi dalam Muhammadiyah dalam Dinamika Politik Indonesia 1966-2006 (2010) menyatakan bahwa sesuai dengan kepercayaan untuk mendirikan kemakmuran bersama di Asia Raya di bawah pimpimanan Dai Nippon, Muhammadiyah melalui Ki Bagus Hadikusumo merumuskan tujuan: a) hendak mengajarkan agama Islam serta melatih hidup yang selaras dengan tuntunannya, b) hendak melakukan pekerjaan perbaikan umum, c) hendak memajukan pengetahuan dan kepandaian serta budi pekerti yang baik kepada anggota-anggotanya.

      Pemerintah militer Jepang pun memberi ijin atas berdirinya Muhammadiyah sehingga Muhammadiyah dapat kembali menyelenggarakan kegiatan dan membangun komunikasi dengan cabang-cabangnya yang telah terhenti selama dua tahun.

      Penafsir Pemikiran KH. Ahmad Dahlan

      Menghadapi tantangan berkembangnya Muhammadiyah, peran utama Ki Bagus Hadikusumo bagi Muhammadiyah adalah merumuskan pokok-pokok pikiran KH Ahmad Dahlan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah sebagai pijakan prinsip yang menjiwai dan mengarahkan gerak langkah Muhammadiyah. Perumusan pokok pikiran tersebut begitu penting sebagaimana Haedar Nashir dalam Memahami Ideologi Muhammadiyah (2017) menuliskan tantangan pada masa itu adalah terdesaknya pertumbuhan dan perkembangan jiwa Muhammadiyah oleh perkembangan lahiriyah dan masuknya pengaruh dari luar yang tidak sesuai dan telah menjadi lebih kuat.

      Ki Bagus menunjukkan bahwa seorang santri, ulama, dan muslim yang mengikut kokoh pada ajaran Islam bukanlah ancaman terhadap keutuhan Bangsa, justru sebaliknya, santri, ulama dan umat muslim adalah sebagai pihak yang rela berkorban dan mengutamakan keutuhan negara dan bangsa. (Afandi)

      Editor: Fauzan AS

      Tags: headlineKi Bagus HadikusumonegarawanPiagam Jakarta
      Share21Tweet13SendShare
      Previous Post

      Haedar Nashir Sebut Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035 Harus Sejalan dengan Pasal 31 UUD 1945

      Next Post

      MDMC Gandeng NGO Swiss Dampingi Penyintas Gempa Sulawesi Tengah

      Related Posts

      Bersama-sama Kuatkan Budaya Organisasi, Muhammadiyah Jangan Sampai Lemah!
      Berita

      Bersama-sama Kuatkan Budaya Organisasi, Muhammadiyah Jangan Sampai Lemah!

      16 April 2021
      Tajdid Bukan Semata-mata Memurnikan Akidah Islam
      Berita

      Tajdid Bukan Semata-mata Memurnikan Akidah Islam

      16 April 2021
      Haedar Nashir Tegaskan Muhammadiyah Bukan Gerakan Islam Revivalis
      Berita

      Haedar Nashir Tegaskan Muhammadiyah Bukan Gerakan Islam Revivalis

      16 April 2021
      Kader Muhammadiyah Disiapkan Hadapi Gelombang Perubahan
      Berita

      Kader Muhammadiyah Disiapkan Hadapi Gelombang Perubahan

      16 April 2021
      Next Post
      MDMC Gandeng NGO Swiss Dampingi Penyintas Gempa Sulawesi Tengah

      MDMC Gandeng NGO Swiss Dampingi Penyintas Gempa Sulawesi Tengah

      KHazanah Psikologi Islam menggunakan sumber – sumber rasional dan sumber – sumber kitabiah yang empiris untuk mempelajari hal – hal fisik dan metafisik

      Sumbangsih Perguruan Tinggi Muhammadiyah untuk Khazanah Psikologi Islam

      Discussion about this post

      Bersama-sama Kuatkan Budaya Organisasi, Muhammadiyah Jangan Sampai Lemah!

      Bersama-sama Kuatkan Budaya Organisasi, Muhammadiyah Jangan Sampai Lemah!

      16 April 2021
      Tajdid Bukan Semata-mata Memurnikan Akidah Islam

      Tajdid Bukan Semata-mata Memurnikan Akidah Islam

      16 April 2021
      Haedar Nashir Tegaskan Muhammadiyah Bukan Gerakan Islam Revivalis

      Haedar Nashir Tegaskan Muhammadiyah Bukan Gerakan Islam Revivalis

      16 April 2021
      Kader Muhammadiyah Disiapkan Hadapi Gelombang Perubahan

      Kader Muhammadiyah Disiapkan Hadapi Gelombang Perubahan

      16 April 2021
      Dubes RI Untuk Lebanon: Sejarah Indonesia Adalah Sejarah Muhammadiyah

      Dubes RI Untuk Lebanon: Sejarah Indonesia Adalah Sejarah Muhammadiyah

      16 April 2021
      Aktualisasi Dakwah Pencerahan Untuk Kemanusiaan Semesta Melalui TB Care ‘Aisyiyah

      Aktualisasi Dakwah Pencerahan Untuk Kemanusiaan Semesta Melalui TB Care ‘Aisyiyah

      16 April 2021
      • Redaksi
      • Tautan
      • Kontak Kami
      • Disclaimer

      © 2020 Pimpinan Pusat Muhammadiyah - Cahaya Islam Berkemajuan.

      No Result
      Tampilkan Semua
      • Home
      • Organisasi
        • Profil
          • Sejarah Muhammadiyah
          • Muqodimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
          • Anggaran Dasar Muhammadiyah
          • Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah
          • Anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah
          • Majelis dan Lembaga
          • Organisasi Otonom
          • Cabang Istimewa/Luar Negeri
        • Ciri Gerakan
          • Gerakan Islam
          • Gerakan Dakwah
          • Gerakan Pembaruan
        • Ideologi
          • Muqaddimah AD/ART
          • Masalah Lima
          • Kepribadian Muhammadiyah
          • Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah
          • Khittah Muhammadiyah
          • Langkah Muhammadiyah
        • Dokumen
          • Berita Resmi
          • Tanfidz
          • Laporan
          • Maklumat
          • Surat Edaran
          • Pers Release
        • Badan Khusus
          • Pusat Syaiar Digital Muhammadiyah
          • Muhammadiyah Aids
          • Muhammadiyah Covid-19 Comand Center (MCCC)
        • Program Kerja
          • Program PP Muhammadiyah
        • Daftar Anggota
        • Lagu Sang Surya
      • Cakrawala
        • Budaya Lokal
        • Filantropi & Kesejahteraan Sosial
        • Pemberdayaan Masyarakat
        • Lingkungan & Kebencanaan
        • Masyarakat Adat
        • Milenial
        • Moderasi Islam
        • Resensi
      • Hikmah
      • Hukum Islam
        • Aqidah
        • Muamalah
        • Ibadah
      • Khutbah
        • Khutbah Jumat
        • Khutbah Gerhana
        • Khutbah Nikah
        • Khutbah Idul Adha
        • Khutbah Idul Fitri
      • Tokoh
      • Kabar
        • Internasional
        • Nasional
        • Wilayah
        • Daerah
        • Ortom
      • Galeri
        • Foto
        • Video
      • BAHASA

        © 2020 Pimpinan Pusat Muhammadiyah - Cahaya Islam Berkemajuan.