Minggu, 27 Juli 2025
  • AR
  • EN
  • IN
Muhammadiyah
  • KABAR
  • OPINI
  • HUKUM ISLAM
  • KHUTBAH
  • MEDIA
  • SEJARAH
  • TOKOH
  • ARSIP
No Result
View All Result
  • Login
Muhammadiyah
  • KABAR
  • OPINI
  • HUKUM ISLAM
  • KHUTBAH
  • MEDIA
  • SEJARAH
  • TOKOH
  • ARSIP
No Result
View All Result
  • Login
Muhammadiyah
No Result
View All Result
  • KABAR
  • OPINI
  • HUKUM ISLAM
  • KHUTBAH
  • MEDIA
  • SEJARAH
  • TOKOH
  • ARSIP
Home Artikel

Ki Bagus Hadikusumo, Piagam Jakarta dan Sikap Negarawan Sejati

by afandi
4 tahun ago
in Artikel, Tokoh Muhammadiyah
Reading Time: 7 mins read
A A

Oleh: Afandi

Ki Bagus Hadikusuma (ejaan lama: Ki Bagoes Hadikoesoemo) adalah Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhamadiyah ke-5 antara tahun 1942 hingga 1953. Banyak orang mengenal Ki Bagus sebagai tokoh di balik rumusan Pancasila, UUD dan figur penting di dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) serta Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Tapi banyak juga yang belum mengerti bagaimana sepakterjang Ki Bagus selama menjadi aktivis sekaligus pimpinan Muhammadiyah.

Muhammad Hisyam dalam buku berjudul Caught Between Three Fires, The Javanese Pangulu Under the Dutch Colonial Administration 1882-1942 (2001) menyebutkan bahwa ketika KH. Ahmad Dahlan meninggal pada 1923, Ki Bagus menggantikan posisi gurunya tersebut di Dewan Tokoh Agama (Priestraad) Hindia Belanda. Aspirasi yang dibawa oleh Ki Bagus adalah penguatan posisi hukum Islam dan berusaha menaikkan kedudukan hukum Islam di dalam pemerintahan meskipun pada akhirnya Ki Bagus kecewa karena rekomendasi yang dia berikan kepada pemerintah malah tidak diacuhkan.

Pada buku berjudul Ki Bagus Hadikusumo dan Problem Relasi Agama-Negara (2011), Muhammad Hisyam memandang Ki Bagus berhasil mengawal bangsa Indonesia agar Indonesia tidak menjadi negara teokrasi ataupun negara sekuler. Sebagaimana yang sejak mula memang tidak dapat disepakati secara bulat oleh kaum Islam dan nasionalis dalam BPUPKI dan PPKI.

MateriTerkait

Status Nasab dan Tanggung Jawab Anak Hasil Zina Ketika Orang Tua Menikah dan Kemudian Bercerai

Khutbah Jumat: Larangan Berbangga Diri dengan Dosa

Bolehkah Menikahi Perempuan dalam Kondisi Hamil?

Gelar Pahlawan

Pada 5 November 2015 Presiden Joko Widodo melalui Keppres Nomor 116/TK/2015 memutuskan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Ki Bagus Hadikusumo setelah Muhammadiyah mendaftarkan pengajuan pada November 2012. Sembilan belas tahun sebelumnya pada 1993, Ki Bagus juga mendapatkan penghargaan Bintang Maha Putra dari mendiang Presiden Soeharto.

Ketua Tim Pengajuan Gelar, mendiang A.M Fatwa membawakan tiga alasan utama mengapa Ki Bagus Hadikusumo layak mendapatkan gelar pahlawan. Pertama, Ki Bagus merupakan pahlawan perintis kemerdekaan, Kedua, Ki Bagus tercatat sebagai salah satu perumus dasar negara Republik Indonesia. Ketiga, Ki Bagus memiliki visi kenegarawanan.

Berhasilnya gelar anugerah gelar kepahlawanan bagi Ki Bagus bukan berarti membuat generasi berikutnya teliti dalam mengkaji sosok Ki Bagus Hadikusumo. Hambatan utama justru datang dari pembaca sejarah yang menafsirkan kekukuhan Ki Bagus dalam mempertahankan tujuh kata di dalam Piagam Jakarta adalah sebagai upaya untuk mendirikan negara Islam. Menanggapi hal tersebut, cucu Ki Bagus Hadikusumo yakni Gunawan Budiyanto memandang bahwa persepsi tersebut sebagai hal yang menggelitik, demikian ditulis Hendra Kurniawan di harian Bernas pada 13 November 2015.

Gunawan meluruskan bahwa maksud kakeknya mempertahankan tujuh kata dalam Piagam Jakarta adalah sebagai bentuk penekanan pada prinsip agar menjadikan Islam sebagai pedoman etik bagi pemimpin negara tanpa sama sekali ada maksud untuk mendirikan negara Islam. Umat Islam sebagai konstituen mayoritas dalam Republik Indonesia berhak meminta negara menjadikan pemberlakuan hukum Islam sebagai perhatian utama negara, demikian yang dibawa oleh Ki Bagus dalam masa sidang BPUPKI hingga PPKI.

Kisah Sidang BPUPKI

Pada Sidang kedua BPUPKI 10-17 Juli 1945, salah satu hal yang menyita perhatian adalah upaya Ki Bagus untuk meminta Ketua Panitia UUD Ir. Soekarno mengubah frasa dalam bagian akhir naskah preambul Pernyataan Kemerdekaan yang berbunyi  “dengan berdasar kepada ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” untuk diperjelas menjadi “berdasar kepada Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam” atau dihilangkan sama sekali. Soekarno bergeming untuk menerima usulan Ki Bagus yang disampaikan beberapa kali.

Sambil menggebrak meja, anggota BPUPKI lainnya Abdul Kahar Muzakir mendukung pernyataan Ki Bagus agar potensi mudharat atas kalimat tersebut dipertimbangkan sebaik mungkin. Tujuan Ki Bagus semata demi menjaga rasa keadilan di antara umat beragama dan menjaga persatuan bangsa Indonesia, selain menghindari kesan yang tidak baik dan adanya infiltrasi dari agen-agen musuh meski pada akhirnya, usulan tersebut tidak diterima dan perdebatan diakhiri pada 16 Juli 1945, demikian yang tercatat dalam Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), 28 Mei 1945 – 22 Agustus 1945 (1995).

Bagaimanapun Ki Bagus tetaplah murid KH Ahmad Dahlan yang ingin memperjuangkan aspirasi hukum Islam di dalam negara sebagaimana yang telah dilakukannya dewan Priestraad Hindia-Belanda, meneruskan perjuangan gurunya. Dirasa tidak ada jalan lain untuk meninggikan kedudukan Hukum Islam, Ki Bagus akhirnya menerima tujuh kata yang pada awalnya tidak disepakatinya tersebut dan berusaha mempertahankannya. Konsekuensi yang tidak diinginkannya justru datang satu hari setelah proklamasi Kemerdekaan Indonesia menjelang penetapan UUD oleh PPKI pada 18 Agustus 1945.

Malam hari setelah proklamasi, proklamator Mohammad Hatta menyatakan bahwa seorang opsir Angkatan Laut Jepang dari armada wilayah timur Indonesia telah menemuinya dan menyampaikan pesan bahwa wakil-wakil Protestan dan Katolik berkeberatan dalam pembukaan UUD yang berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” demikian dalam otobiografi Mohammad Hatta Memoir (1979).

Toleransi Otentik Ki Bagus

Pernyataan tersebut dianggap menusuk hati orang non-muslim meskipun salah satu anggota Panitia Sembilan yang beragama Kristen, AA Maramis tidak merasa demikian dan mengganggap wajar bagi Indonesia yang 90 persen penduduknya adalah umat Islam. Tidak tanggung-tanggung, ancaman yang diberikan jika pemerintah tidak menghapus kalimat tersebut adalah lepasnya wilayah timur dari Republik Indonesia. Dalam suasana yang genting sehari setelah Kemerdekaan, kunci utama untuk memperbolehkan tujuh kata yang telah disepakati apakah boleh dihapus atau tidak adalah Ki Bagus Hadikusumo.

Soekarno yang telah memutuskan bagian untuk umat Islam dalam tujuh kata Piagam Jakarta itu malu untuk menyatakan berita ini kepada Ki Bagus. Dalam buku Hidup Itu Berjuang: Kasman Singodimedjo 75 Tahun (1982) Kasman Singodimedjo menyatakan bahwa Soekarno mengutus Hatta dan Mr. Teuku Mohammad Hasan untuk menemui Ki Bagus yang pada akhirnya pulang dengan tangan kosong, menyusul demikian KH Wahid Hasyim yang bernasib sama. Ki Bagus pada akhirnya luluh setelah Kasman Singodimedjo datang membujuk dalam bahasa Jawa halus dan tujuh kata dalam Piagam Jakarta itu pun dihapus. Nur Hidayat Sardini dalam buku  60 Tahun Jimly Asshiddiqie: Sosok, Kiprah, dan Pemikiran (2016) menulis bahwa AM Fatwa melihat kerelaan Ki Bagus Hadikusumo dalam menghapus tujuh kata penting tersebut sebagai kebesaran hati demi menjaga kesatuan dan persatuan bangsa.

Ki Bagus Sangat Njawani

Ki Bagus Hadikusumo lahir di Kauman, Yogyakarta pada 11 Rabi’ul Akhir 1308 (24 November 1890) dengan nama Raden Hidayat bin Raden Kaji Lurah Hasyim. Kelak, kecintaan terhadap identitas Jawa membuat Raden Hidayat mengubah namanya yang berasal dari bahasa Arab kepada bahasa Jawa yang dianggapnya lebih membumi dan dekat menjadi Ki Bagus Hadikusumo.

Muhammad Hisyam dalam Ki Bagus Hadikusumo dan Problem Relasi Agama-Negara (2011) menyatakan bahwa Ki Bagus lebih sering memakai pakaian bergaya Jawa daripada memakai pakaian maupun simbol yang biasa dipakai oleh seorang kiai pada masa itu seperti sorban. Ki Bagus lebih memilih memakai memakai blangkon dan beskap, tetapi dengan kombinasi sarung, dan menulis beberapa buku dalam bahasa Jawa.

Meski hidup dalam lingkungan Islam taat di Kauman dan mendapatkan pendidikan Islam yang ketat, Ki Bagus merupakan sosok seorang muslim moderat yang adil dan pandai dalam memilah urusan akidah dan muamalah. Selain mendapatkan pengajaran Islam dibawah bimbingan ayahnya yang merupakan pejabat urusan agama Islam Kesultanan Yogyakarta, Ki Bagus juga turut menjadi murid pendiri Muhammadiyah Kyai Haji Ahmad Dahlan. Guna memperluas ilmu agama, Ki Bagus menjadi santri di Pesantren Wonokromo yang berada di selatan Yogyakarta, dan kemudian dilanjutkannya di Makkah selama enam cawu.

Dalam belajar ilmu umum, Ki Bagus yang merupakan priyayi tersebut memilih belajar di sekolah dasar bagi warga kelas dua ‘Ongko Loro’ atau Volkschool Gubernemen dengan pengantar bahasa Jawa yang kelak pada masa pendudukan Jepang diubah namanya menjadi Sekolah Rakyat. Tercatat, Ki Bagus menguasai lima bahasa yakni Jawa, Melayu, Belanda, Arab dan Inggris.

Menariknya, meskipun tegas dalam prinsip akidah Tauhid, Ki Bagus mampu membedakan mana masalah pokok yang tidak dapat ditawar dan masalah muamalah yang memiliki ruang untuk dikembangkan. Ki Bagus belajar bahasa Inggris dari seorang tokoh utama Ahmadiyah asal Pakistan di Yogyakarta, Mirza Wali Ahmad Ba’iq, kendati pada sisi yang lain dirinya tegas menolak kewajiban perintah Sei-Kerei pemerintah kolonial Jepang, yaitu membungkuk ke Tenno Haika dan Dewa Matahari setiap pagi.

Peran Ki Bagus pada Kemerdekaan Indonesia

Ketika berusia 32 tahun pada 1922, Ki Bagus menjadi ketua Majelis Tabligh Muhammadiyah dan selang empat tahun berikutnya menjadi Ketua Majelis Tarjih sekaligus menjadi anggota komisi pengurus utama (hoofdbestuur) Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Aktif dalam berbagai organisasi dan menjadi tokoh masyarakat, membuatnya bersama Soekarno dan Hatta pergi ke Tokyo pada Februari 1945 guna melakukan pembicaraan dengan Kaisar Hirohito terkait upaya menuju kemerdekaan Indonesia.

Setelah Indonesia merdeka, Ki Bagus juga dikenal sebagai salah seorang pendiri Angkatan Perang Sabil (APS) yang dibentuk dalam upaya menghadapi Agresi Militer Belanda I Yogyakarta pada 21 Juli 1947. Angkatan Perang Sabil bermarkas di Masjid Taqwa di Kampung Suranatan dan didukung oleh sejumlah ulama Muhammadiyah, demikian dalam buku Muhammadiyah 100 Tahun Menyinari Negeri (2013).

Bagi Muhammadiyah sendiri, jasa utama Ki Bagus adalah menjaga dan mengembangkan Muhammadiyah di masa-masa sulit. Sebagai salah satu tokoh utama MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) yang dibubarkan oleh pemerintah Jepang, Ki Bagus mengubah tujuan Muhammadiyah agar sesuai dengan misi pemerintah.

Syarifuddin Jurdi dalam Muhammadiyah dalam Dinamika Politik Indonesia 1966-2006 (2010) menyatakan bahwa sesuai dengan kepercayaan untuk mendirikan kemakmuran bersama di Asia Raya di bawah pimpimanan Dai Nippon, Muhammadiyah melalui Ki Bagus Hadikusumo merumuskan tujuan: a) hendak mengajarkan agama Islam serta melatih hidup yang selaras dengan tuntunannya, b) hendak melakukan pekerjaan perbaikan umum, c) hendak memajukan pengetahuan dan kepandaian serta budi pekerti yang baik kepada anggota-anggotanya.

Pemerintah militer Jepang pun memberi ijin atas berdirinya Muhammadiyah sehingga Muhammadiyah dapat kembali menyelenggarakan kegiatan dan membangun komunikasi dengan cabang-cabangnya yang telah terhenti selama dua tahun.

Penafsir Pemikiran KH. Ahmad Dahlan

Menghadapi tantangan berkembangnya Muhammadiyah, peran utama Ki Bagus Hadikusumo bagi Muhammadiyah adalah merumuskan pokok-pokok pikiran KH Ahmad Dahlan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah sebagai pijakan prinsip yang menjiwai dan mengarahkan gerak langkah Muhammadiyah. Perumusan pokok pikiran tersebut begitu penting sebagaimana Haedar Nashir dalam Memahami Ideologi Muhammadiyah (2017) menuliskan tantangan pada masa itu adalah terdesaknya pertumbuhan dan perkembangan jiwa Muhammadiyah oleh perkembangan lahiriyah dan masuknya pengaruh dari luar yang tidak sesuai dan telah menjadi lebih kuat.

Ki Bagus menunjukkan bahwa seorang santri, ulama, dan muslim yang mengikut kokoh pada ajaran Islam bukanlah ancaman terhadap keutuhan Bangsa, justru sebaliknya, santri, ulama dan umat muslim adalah sebagai pihak yang rela berkorban dan mengutamakan keutuhan negara dan bangsa. (Afandi)

Editor: Fauzan AS

Tags: headlineKi Bagus HadikusumonegarawanPiagam Jakarta
ShareTweetSendShareShare
Previous Post

Haedar Nashir Sebut Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035 Harus Sejalan dengan Pasal 31 UUD 1945

Next Post

MDMC Gandeng NGO Swiss Dampingi Penyintas Gempa Sulawesi Tengah

Baca Juga

Haedar Nashir Terima Penghargaan Bintang LVRI, Serukan Komitmen dan Nilai Keindonesiaan bagi Generasi Muda
Berita

Haedar Nashir Terima Penghargaan Bintang LVRI, Serukan Komitmen dan Nilai Keindonesiaan bagi Generasi Muda

10/07/2025
Muhammadiyah Resmi Luncurkan Kalender Hijriah Global Tunggal
Berita

Muhammadiyah Resmi Luncurkan Kalender Hijriah Global Tunggal

25/06/2025
Apa Saja Syarat Validitas Kalender Islam Global?
Berita

Menjawab Kritik terhadap Kalender Hijriah Global Tunggal: Hilal di Bawah Ufuk

19/06/2025
Haedar Nashir Terima Penghargaan Tokoh Perbukuan Islam 2025
Berita

Haedar Nashir Terima Penghargaan Tokoh Perbukuan Islam 2025

18/06/2025
Next Post

MDMC Gandeng NGO Swiss Dampingi Penyintas Gempa Sulawesi Tengah

KHazanah Psikologi Islam menggunakan sumber – sumber rasional dan sumber – sumber kitabiah yang empiris untuk mempelajari hal – hal fisik dan metafisik

Sumbangsih Perguruan Tinggi Muhammadiyah untuk Khazanah Psikologi Islam

Haedar Nashir Ucapkan Bela Sungkawa Atas Meninggalnya Mantan Sekretaris PWM Sulut

Sikap Individual dari Media Sosial Jangan Dibawa ke Ranah Organisasi

BERITA POPULER

  • Cerita Sekretaris PWM Jatim Diminta Pemuka Agama Katolik Mendirikan Kampus Muhammadiyah di Papua Tengah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Status Nasab dan Tanggungjawab Anak Hasil Zina Ketika Orang Tua Tidak Menikah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KOKAM dan Polri Sinergi Wujudkan Ketahanan Pangan Nasional

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mahasiswa UMJ Viral Usai Jadi Ketua RT: Gen Z Siap Pimpin Masyarakat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bolehkah Menikahi Perempuan dalam Kondisi Hamil?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Muhammadiyah Buka Seleksi Beasiswa Al-Azhar Mesir 2025

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tiga Pesan Haedar Nashir untuk KOKAM

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kemenhut RI dan Muhammadiyah Sinergikan Riset dan Pengelolaan Hutan Berkelanjutan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Muhammadiyah Bakal Mendirikan Universitas di Provinsi Papua Selatan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Majelis

  • Tarjih dan Tajdid
  • Tabligh
  • Diktilitbang
  • Dikdasmen dan PNF
  • Pembinaan Kader dan SDI
  • Pembinaan Kesehatan Umum
  • Peminaan Kesejahteraan Sosial
  • Ekonomi, Bisnis dan Pariwisata
  • Pendayagunaan Wakaf
  • Pemberdayaan Masyarakat
  • Hukum dan HAM
  • Lingkungan Hidup
  • Pustaka dan Informasi

Lembaga

  • Pengembangan Pesantren
  • Pengembangan Cabang Ranting
  • Kajian dan Kemitraan Strategis
  • Pembinaan dan Pengawasan Keuangan
  • Resiliensi Bencana
  • Amil Zakat, Infak dan Sedekah
  • Pengembang UMKM
  • Hikmah dan Kebijakan Publik
  • Seni Budaya
  • Pengembangan Olahraga
  • Hubungan dan Kerjasama Internasional
  • Dakwah Komunitas
  • Pemeriksa Halal dan KHT
  • Pembinaan Haji dan Umrah
  • Bantuan Hukum dan Advokasi Publik

Biro

  • Pengembangan Organisasi
  • Pengelolaan Keuangan
  • Komunikasi dan Pelayanan Umum

Ortom

  • Aisyiyah
  • Pemuda Muhammadiyah
  • Nasyiatul Aisyiyah
  • Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
  • Ikatan Pelajar Muhammadiyah
  • Tapak Suci Putra Muhammadiyah
  • Hizbul Wathon

Wilayah Sumatra

  • Nanggroe Aceh Darussalam
  • Sumatra Utara
  • Sumatra Selatan
  • Sumatra Barat
  • Bengkulu
  • Riau
  • Kepulauan Riau
  • Lampung
  • Jambi
  • Bangka Belitung

Wilayah Kalimantan

  • Kalimantan Barat
  • Kalimantan Timur
  • Kalimantan Selatan
  • Kalimantan Tengah
  • Kalimantan Utara

Wilayah Jawa

  • D.I. Yogyakarta
  • Banten
  • DKI Jakarta
  • Jawa Barat
  • Jawa Tengah
  • Jawa Timur

Wilayah Bali &

Kepulauan Nusa Tenggara

  • Bali
  • Nusa Tenggara Barat
  • Nusa Tenggara Timur

Wilayah Sulawesi

  • Gorontalo
  • Sulawesi Barat
  • Sulawesi Tengah
  • Sulawesi Utara
  • Sulawesi Tenggara
  • Sulawesi Selatan

Wilayah Maluku dan Papua

  • Maluku Utara
  • Maluku
  • Papua
  • Papua Barat
  • Papua Barat daya

Cabang Istimewa

  • PCIM Kairo Mesir
  • PCIM Iran
  • PCIM Sudan
  • PCIM Belanda
  • PCIM Jerman
  • PCIM United Kingdom
  • PCIM Libya
  • PCIM Malaysia
  • PCIM Prancis
  • PCIM Amerika Serikat
  • PCIM Jepang
  • PCIM Tunisia
  • PCIM Pakistan
  • PCIM Australia
  • PCIM Rusia
  • PCIM Taiwan
  • PCIM Tunisia
  • PCIM TurkI
  • PCIM Korea Selatan
  • PCIM Tiongkok
  • PCIM Arab Saudi
  • PCIM India
  • PCIM Maroko
  • PCIM Yordania
  • PCIM Yaman
  • PCIM Spanyol
  • PCIM Hongaria
  • PCIM Thailand
  • PCIM Kuwait
  • PCIM New Zealand

Kategori

  • Kabar
  • Opini
  • Hukum Islam
  • Khutbah
  • Media
  • Tokoh

Tentang

  • Sejarah
  • Brand Guideline

Layanan

  • Informasi
  • KTAM

Ekosistem

  • Muhammadiyah ID
  • MASA
  • EventMu
  • BukuMu
  • SehatMu
  • KaderMu
  • LabMu

Informasi

  • Redaksi
  • Kontak
  • Ketentuan Layanan
© 2025 Persyarikatan Muhammadiyah

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • AR icon bendera arab
  • EN
  • ID bendera indonesia
  • Home
  • Organisasi
    • Anggota Pimpinan Pusat
    • Keputusan Muktamar Ke-48
      • Risalah Islam Berkemajuan
      • Isu – Isu Strategis Keumatan, Kebangsaan dan Kemanusiaan Universal
      • Keputusan Lengkap
    • Majelis
      • Majelis Tarjih dan Tajdid
      • Majelis Tabligh
      • Majelis Diktilitbang
      • Majelis Dikdasmen dan PNF
      • Majelis Pembinaan Kader dan SDI
      • Majelis Pembinaan Kesehatan Umum
      • Majelis Pembinaan Kesejahteraan Sosial
      • Majelis Ekonomi, Bisnis dan Pariwisata
      • Majelis Pendayagunaan Wakaf
      • Majelis Pemberdayaan Masyarakat
      • Majelis Hukum dan HAM
      • Majelis Lingkungan Hidup
      • Majelis Pustaka dan Informasi
    • Lembaga
      • Lembaga Pengembangan Pesantren
      • Lembaga Pengembangan Cabang Ranting dan Pembinaan Masjid
      • Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis
      • Lembaga Pembinaan dan Pengawasan Keuangan
      • Lembaga Resiliensi Bencana
      • Lembaga Amil Zakat, Infak dan Sedekah
      • Lembaga Pengembang UMKM
      • Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik
      • Lembaga Seni Budaya
      • Lembaga Pengembangan Olahraga
      • Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional
      • Lembaga Dakwah Komunitas
      • Lembaga Pemeriksa Halal dan KHT
      • Lembaga Pembinaan Haji dan Umrah
      • Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik
    • Biro
      • Biro Pengembangan Organisasi
      • Biro Pengelolaan Keuangan
      • Biro Komunikasi dan Pelayanan Umum
    • Profil
      • AD/ ART Muhammadiyah
      • Sejarah Muhammadiyah
      • Lagu Sang Surya
      • Organisasi Otonom
      • Cabang Istimewa/Luar Negeri
    • Ideologi
      • Muqodimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
      • Masalah Lima
      • Kepribadian Muhammadiyah
      • Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah
      • Khittah Muhammadiyah
      • Langkah Muhammadiyah
    • Daftar Anggota
  • Opini
    • Budaya Lokal
    • Filantropi & Kesejahteraan Sosial
    • Pemberdayaan Masyarakat
    • Lingkungan & Kebencanaan
    • Masyarakat Adat
    • Milenial
    • Moderasi Islam
    • Resensi
  • Hikmah
  • Hukum Islam
  • Khutbah
    • Khutbah Jumat
    • Khutbah Gerhana
    • Khutbah Nikah
    • Khutbah Idul Adha
    • Khutbah Idul Fitri
  • Tokoh
  • Kabar
    • Internasional
    • Nasional
    • Wilayah
    • Daerah
    • Ortom
  • Galeri
    • Foto
  • Login

© 2025 Persyarikatan Muhammadiyah - Cahaya Islam Berkemajuan.