MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Kajian ekologi di kalangan angkatan muda Muhammadiyah semakin intensif. Kepedulian angkatan muda terhadap problem nyata degradasi ekologi adalah bagian dari misi dakwah Islam berkemajuan. Belum lama ini Kader Hijau Muhammadiyah (KHM) Komite Yogyakarta, Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah (IMM) Ar Fakhruddin, IMM Djazman Al Kindi, dan IMM Purworejo serta Lembaga Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), menyelenggarakan diskusi dengan tajuk Perjuangan Warga Wadas Melawan Penambangan.
Dhanil Al Ghifari, pemantik jalanya diskusi sekaligus perwakilan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) mengatakan jika sejak awal sosialisasi, konsultasi publik hingga keluarnya Izin Penepatan Lokasi (IPL), secara tegas warga Wadas menyatakan menolak terkait adanya rencana penambangan kuari di desa Wadas.
“Kita patut apresiasi perjuangan warga, sampai saat ini masih tetap semangat, kompak dalam menjaga ruang hidup dan lingkunganya,” tegasnya.
Siswanto, salah satu pemuda Wadas, menceritakan rentetan kronologi awal masuknya rencana penambangan kuari hingga upaya warga Wadas untuk memperjuangkan ruang kehidupanya dari perusakan lingkungan yang bakal dilakukan berupa penambangan. Mulanya, tahun 2015 mulai dilakukan pengeboran di beberapa titik di desa Wadas dengan dalih penelitian, kegiatan serupa juga dilakukan pada tahun 2016. Siswanto menuturkan jika sejak awal penelitian yang dilakukan sudah menuai penolakan dari warga Wadas.
“Sejak proses penelitian sama beberapa sudah ditolak,” pungkas Siswanto pada peserta diskusi. Siswanto melanjutkan, melalui Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA) warga mengupayakan berbagai cara agar tidak terjadi penambangan di desa Wadas. Namun, pemerintah terus melakukan tahapan-tahapan berupa sosialisasi rencana penambangan pada tahuan 2017 dan warga memutuskan untuk menolak rencana penambangan. Setelah sosialisasi, warga Wadas mendatangi Kecamatan Bener untuk bertemu Camat.
Di kecamatan, warga Wadas menanyakan bagaimana proses penolakannya. Kemudian, Camat Bener menyarankan untuk melakukan audiensi dengan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak selaku pemrakarsa Proyek Bendungan Bener. Namun, setelah warga Wadas menyampaikan alasan penolaknya, pihak BBWS malah melanjutkan untuk melakukan konsultasi publik terhadap Warga Wadas dan dengan tegas warga Wadas menyapikan komitmennya untuk tetap menolak penambangan.
Berlanjut, selang beberapa bulan dari konsultasi publik yang dilakukan pihak BBWS, didapati surat kabar bahwa dalam prosesnya pihak pemrakarsa sudah menentukan penentuan lokasi di desa Wadas sebagai lokasi penambangan kuari untuk menyokong bahan material Pembangunan Bendungan Bener, Purworejo.
Dhanil membenarkan cerita Siswanto, bahwa memang Warga sudah mengupayakan tindakan penolakanya melalui audiensi. Dhanil menuturkan, sejak awal warga Wadas melakukan penolakan tidak memandang rencana pertambangan sebatas persoalan tanah dan besaran ganti rugi yang bakal didapatkan, melainkan persoalan sumber kehidupan. Pasalnya 90% lebih, warga Wadas mengantungkan hidupnya dari perkebunan. Terutama pada komoditas pertanian seperti durian, kemukus, aren, kelapa dan lain sebagainya yang menjadikan sumber kehidupan warga.
“Ketika warga kehilangan tanahnya, berarti juga kehilangan kehidupannya,” tutur Dhanil. Lebih lagi, kesadaran warga Wadas akan pentingnya menjaga lingkungan menjadi salah satu alasan kenapa warga menolak. Dhanil menuturkan bahwa letak geografis Wadas yang terletak di daerah pegunungan, terdapat 27 sumber mata air yang bisa ditemui dan menjadi penyuplai kebutuhan air sehari-hari.
AMDAL Tambang dan Bendungan Jadi Satu
Dhanil melihat ada proses maladministratif dalam proses pengadaan tanah yang dilakukan pihak pemrakarsa. Sebab, buku Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Pembangunan Bendungan Bener dijadikan satu dengan penambangan kuari di Wadas. Dhanil mengungkapkan bahwa apabila mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 tahun 2012, seharusnya pemotongan bukit dengan besaran lebih dari 500.000 m3 harus menggunakan AMDAL tersendiri.
“Realitanya memang AMDAL kuari dengan AMDAL Pembangunan Bendungan Bener dijadikan satu, sehingga ada proses penyelundupan hukum di situ,” ungkap Dhanil.
Dilansir dari persmaporos.com, proses penyusunan AMDAL tidak pernah melibatkan warga Wadas. Padahal keterlibatan masyarakat sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan menyatakan bahwa dalam proses AMDAL dan izin lingkungan, masyarakat wajib dilibatkan. Tapi dalam tataran praktis, warga Wadas tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan AMDAL sampai dengan keluarnya Izin Penetapan Lokasi (IPL).
Terakhir, Dhanil mengaku selama LBH Yogyakarya melakukan pendampingan hukum, LBH tidak menemukan izin eksplorasi dan izin operasi produksi penambangan quary di Desa Wadas. Justru rencana penambangan di Wadas malah dijadikan satu dengan proyek pengadaan tanah oleh pemerintah. Padahal, jika mengacu pada UU Nomor 2 tahun 2012 pertambangan tidak masuk dalam proses pengadaan tanah, seharusnya terpisah, sebab ada izin tersendiri berupa Izin Usaha Pertambangan (IUP) eksplorasi sampai dengan izin operasi produksi. “Kita menilai bahwa ada penyelundupan hukum lagi-lagi di sini,” tegas Dhanil mengakhiri.
Kontributor: Yusuf Bastiar
Editor: Fauzan AS
Hits: 19