MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Era modern terus mendorong manusia memaksimalkan kemampuan akal dan pikirannya untuk mempermudah kehidupan, mengotomatisasi kehidupan dengan berbagai cara, bahkan tidak jarang menimbulkan kerusakan pada alam.
Terjadinya kerusakan alam seringkali berhimpitan sebagai alasan pembangunan. Demikian disampaikan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir pada, Jumat (12/5) di acara Rapat Senat Terbuka Laporan Tahunan Rektor dan Milad ke-42 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Manusia memang diberikan amanah oleh Tuhan sebagai khalifah atau pemimpin yang akan mengelola bumi ini, dengan bekal akal dan hati. Semakin ke sini, manusia bahkan menempatkan dirinya sebagai pusat kehidupan (antroposentris) yang mengarahkan semua urusan di dunia ini bisa diselesaikan oleh manusia, tak terkecuali.
Pola pandang tersebut memberi solusi dan kemudahan hidup, di satu sisi, namun di sisi lain melahirkan kerusakan, salah satunya adalah kerusakan lingkungan dan cepatnya perubahan iklim. Bahkan kedua fenomena ini menjadi ancaman serius manusia sekarang selain bom atom.
“Banyak masalah lingkungan, kemudian menyebabkan banyak tempat yang sekarang tidak bisa lagi ditempati. Cuaca semakin ekstrim dan lain sebagainya. Ancaman perubahan iklim jauh lebih dahsyat ketimbang bom atom,” ungkapnya.
Merujuk banyak pandangan, Haedar mengatakan bahwa yang paling ekstrim dari era antroposentris yang menyebabkan kerusakan lingkungan terjadi setelah Perang Dunia II. Meski fenomena kerusakan alam terus berlanjut sampai sekarang, tapi manusia masih terus melakukan eksplorasi habis-habisan.
Kerusakan lingkungan, imbuhnya, bagian dari Fasad fi al-Ardh atau kerusakan di muka bumi sebagai perbuatan yang dilarang oleh Tuhan. Guru Besar Sosiologi ini menjelaskan, bahkan kerusakan alam dengan alasan pembangunan juga dilarang dengan tegas dalam Al Qur’an.
“Padahal bukti atas fenomena itu sudah luar biasa; apalagi kalau terburu-buru, di mana sebuah kawasan ingin dibangun dengan perkembangan begitu rupa.” ucap Haedar.
Melihat Ibu Kota Negara, Jakarta sekarang dan masa lalu, kata Haedar, tentu sangat berbeda. Dahulu Jakarta dibangun oleh Belanda dengan perhitungan yang luar biasa dan indah, tapi kini Kota Jakarta sudah dianggap tidak layak menjadi Ibu Kota Negara.
Kenyataan tersebut menjadi kekhawatiran tersendiri, jika dengan rencana pembangunan ‘kota-kota raksasa’ lain yang diperuntukkan sebagai tempat peradaban maju dan modern.
“Kalaupun suatu saat kita bangun di Papua, kota raksasa misalnya, bisa-bisa nanti satu abad kemudian seperti yang lain. Maka jangan mengabsolutkan sebuah rancang bangun dalam ruang kehidupan kita,” imbuhnya.
Bangun rancang ruang hidup manusia meskipun menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi acapkali efek sampingnya adalah kerusakan lingkungan. Lebih-lebih jika terjadi rekayasa riset, untuk melegalkan kebijakan tentang pembangunan.
“Riset asli saja punya kelemahan, apalagi riset yang direkayasa.” kata Haedar Nashir.
Maka dari itu, Muhammadiyah hadir di bidang Perguruan Tinggi untuk mencerdaskan kehidupan umat, bangsa dan kemanusiaan universal. Sebab mencerdaskan kehidupan bangsa bukan hanya satu dimensi, melainkan multidimensional untuk kemanfaatan manusia.
Hits: 1151