MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA—Pelanggaran atau kekerasan terhadap perempuan adalah bagian dari pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap perempuan (16HAKTP) harus diperingati, karena sebagai upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
Kampanye 16HAKTP merupakan kegiatan yang berlangsung dari tanggal 25 November yang merupakan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, hingga tanggal 10 Desember yang merupakan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional.
Sekretaris Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Tri Hastuti Nur R dalam acara ‘Aisyiyah Bicara 1 pada (12/12) menyebut, 16HAKTP bukan hanya sebatas hari peringatan. Tapi juga ajang untuk menguatkan perhatian bagi para surviver atau orang yang pernah mengalami kekerasan perempuan yang terus berjuang, sekaligus merangkul semua pihak untuk sadar dan perhatian terhadap kasus kekerasan perempuan.
“Tidak boleh seorang pun mengalami kekerasan. Secara khusus kalau kekerasan terhadap perempuan adalah kekerasan yang memang berbasis gender, kekerasan yang karena kita itu mempunyai jenis kelamin yang berbeda.” tuturnya.
Menurut data yang dirilis oleh Komnas Perempuan pada tahun 2020 terdapat sebanyak 14.719 kasus kekerasan terhadap perempuan. Menurut ranahnya, kekerasan terhadap perempuan terbanyak pada ranah personal sebanyak 75.4 persen (11.105 kasus), ranah komunitas sebanyak 24.4 persen (3.602 kasus), dan ranah negara sebanyak 0.08 persen (12 kasus).
Kasus Kekerasan pada Perempuan Cenderung Naik
Tri melanjutkan jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan cenderung menaik di masa pandemic covid-19. Sehingga ia meminta masyarakat untuk semakin sadar, karena kasus terjadi di tempat-tempat yang sulit dilihat dan ditutup-tutupi karena dianggap sebagai suatu yang tabuh untuk diungkapkan.
Persoalan semakin pelik karena masih jama’ anggapan di masyarakat yang menanggap kekerasan terhadap perempuan sebagai masalah personal. Tri menegaskan, dogma-dogma tersebut harus didobrak dan mengembalikannya kepada prinsip utama, yakni setiap manusia tidak boleh ada yang mengalami kekerasan.
“Dampaknya pada trauma psikologis yang sangat luar biasa, kemudian juga membuat orang itu bisa depresi dan ingin bunuh diri.” imbuhnya
Dalam dunia virtual di masa kini, juga tidak menjamin perempuan terlepas dari Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). Menurutnya terkait dengan KBGO, Tri meminta kepada para perempuan untuk lebih bijak dan selektif dalam menerima permintaan peretemanan secara online.
Hits: 65