MUHAMMADIYAH.OR.ID, BANJAR – Keikhlasan merupakan inti dari diterimanya amal saleh. Di Persyarikatan Muhammadiyah, keikhlasan inilah yang terus ditampilkan oleh para warga, anggota, hingga pimpinannya dari tingkat Pusat sampai Ranting.
Dalam Tablig Akbar di Masjid At-Taqwa BIIH Banjar, Ahad (4/12), anggota formatur 13 PP Muhammadiyah, Agung Danarto menyebut bahwa keiklasan beramal warga Persyarikatan tercermin dari pembangunan amal usaha seperti sekolah, panti asuhan, rumah sakit hingga wakaf yang enggan diatasnamakan perseorangan.
“Saking ikhlasnya di Muhammadiyah, untuk menjaga kemurnian niat yang sudah diniati infak fi sabilillah, maka jangan terkotori dengan keinginan lain (terhadap perkembangan amal usaha) di masa yang akan datang. Maka amal usaha itu selalu diatasnamakan Persyarikatan Muhammadiyah, diatasnamakan organisasi,” ungkap Agung.
Dirinya bahkan menyebut bahwa Pimpinan Pusat Muhammadiyah sangat jarang memberi atau dimintai dana untuk pembangunan suatu amal usaha. Umumnya, amal usaha dibangun secara gotong royong oleh masyarakat di akar rumput.
“Tapi begitu jadi diatasnamakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, padahal bapak-bapak kalau tahu, itu sekolah yang baru dibangun walaupun bapak ibu yang paling capek, nanti kelau sekolahnya besar, kepala sekolahnya dua periode akan diganti walaupun dia seorang pendiri dan begitu rupa membesarkan amal usaha itu. Itu akan diganti dan tidak bisa diwariskan pada anak cucunya,” tegas Agung.
Karena keikhlasan itulah Muhammadiyah menjadi besar seperti sekarang. Ketertiban organisasi untuk menjaga amanah kata dia juga menjadi sebab banyaknya orang di luar Muhammadiyah, bahkan non-muslim yang telah berwakaf dan berinfak untuk dikelola Persyarikatan.
“Jadi faham keagaman di Muhammadiyah itulah yang kemudian membuat orang di Muhammadiyah mau membangun amal usaha dengan sukarela, dengan ringan tangan karena itu dianggap jalan terbaik utk persiapan ke akhirat nanti,” ujarnya.
Karakter diri untuk menjaga kemurnian keikhlasan amal inilah yang kemudian menurut Agung juga membuat para pendiri amal usaha hingga para pimpinan Persyarikatan bersikap wara’ dan menjaga diri untuk tidak memanfaatkan amal usaha itu untuk kepentingan diri dan keluarganya.
“Sehingga orang Muhammadiyah termasuk pimpinan-pimpinan Muhammadiyah itu rata-rata orang-orangnya sederhana-sederhana, di Muhammadiyah itu pimpinannya miskin-miskin, yang kaya organisasinya,” pungkas Agung. (afn)