MUHAMMADIYAH.OR.ID, LAMPUNG — Dakwah merupakan aktivitas yang sangat dianjurkan dalam Islam, meski berdakwah dapat dilakukan dengan hanya menyampaikan satu ayat, akan tetapi konten dakwah yang dibawakan oleh kader mubaligh Muhammadiyah harus atraktif, tidak hanya berisi perintah dan larangan saja. Oleh karena itu mubaligh juga harus mendalami Ajaran Agama Islam.
Di sisi lain, aktivitas dakwah juga merupakan tindakan amar ma’ruf nahi munkar, atau mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Akan tetapi dalam mencegah kemungkaran, mubaligh atau juru dakwah juga harus dengan cara yang ma’ruf/baik dan mensenyawakannya dengan aspek irfani, rasa atau ihsan.
Demikian disampaikan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir pada (27/12) di acara Kajian Virtual “Merawat Ideologi Gerakan” yang diselenggarakan oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Lampung. Menurutnya, meski dalam posisi benar akan tetapi tetap tidak boleh sembarangan dalam berdakwah.
“Yang akhirnya menyakiti orang, melukai orang, menyerang orang dan seterusnya atas nama nahi munkar. Aspek rasa itu penting, jangan-jangan karena dakwah tidak memperhitungkan aspek rasa orang makin alergi, antipasti terhadap cara dakwah kita. Akhirnya makin sedikit yang ikut Muhammadiyah,” ungkap Haedar.
Termasuk ketika mubaligh memahami wahyu, menurut Haedar jika merujuk kepada Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, bahwa dalam memahami wahyu harus menggunakan tiga pendekatan yaitu bayani, burhani, dan irfani yang mendalam, luas, dan saling terkoneksi.
Memahami Islam dalam perspektif Tarjih, Islam bukan hanya berisi perintah dan larangan. Akan tetapi di dalamnya juga ada petunjuk-petunjuk. Merujuk beberapa temuan, Haedar menyebut ayat tentang perintah dan larangan dalam Al Qur’an hanya sekitar 10 persen dan selebihnya adalah ayat yang menerangkan tentang berbagai aspek kehidupan.
“Maka kita harus seksama dalam memahami Al Qur’an dan Hadis Nabi, jadi Islam itu isinya bukan hanya perintah dan larangan, tetapi juga petunjuk-petunjuk tentang kehidupan,” imbuhnya.
Menurutnya, jika memahami Islam hanya pada sisi perintah dan larangan, akan menjadikan Islam itu hanya sebagai agama hukum dan melihat realitas itu secara hitam – putih. Haedar mengatakan bahwa, tidak bisa semua hal dijadikan absolute dan mutlak. Oleh karena itu, juru dakwah dan kader Muhammadiyah didorong menjadi ar-rasikhuna fil ilm (berilmu yang mendalam).
Pendalaman ilmu akan membawa kebaikan di dunia dan akhirat, sehingga orang beragama Islam tidak hanya mengejar akhirat dan melupakan dunianya, melainkan harus seimbang antara dunia dan akhiratnya. Sebab, dunia adalah mazro’atul akhirah atau ladang pendidikan bagi kehidupan akhirat.