MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Ayat-ayat Al-Qur’an seringkali memberikan petunjuk hidup bagi umat Islam dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam masalah rumah tangga. Salah satu petunjuk tersebut terkandung dalam surat Al-Baqarah ayat 222-223, yang memberikan tuntunan tentang perlakuan suami terhadap istri yang sedang mengalami haid.
Dalam Pengajian Tarjih pada Rabu (15/11), menurut Ketua Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah Siti Aisyah, ayat ini mengemukakan larangan untuk berhubungan seksual dengan istri yang sedang haid, dan menjelaskan bahwa darah haid dianggap sebagai kotoran atau gangguan. Penjelasan ini memberikan gambaran tentang pandangan Islam terhadap kondisi fisik dan psikis perempuan yang sedang mengalami menstruasi.
Siti Aisyah menjelaskan bahwa ayat ini juga memberikan pemahaman bahwa aturan ini bukan semata-mata sebagai kewajiban ibadah (‘ubudiyyah), melainkan untuk melindungi kemaslahatan manusia. Dengan memberikan pandangan ini, Islam mengajarkan bahwa aturan-aturan tersebut berasal dari pemikiran yang rasional dan bertujuan untuk kesejahteraan umat.
Asbabun Nuzul QS. Al Baqarah ayat 222-223
Pertanyaan tentang haid ini diajukan kepada Rasulullah Saw ketika beliau telah berada di Madinah, yaitu ketika orang Arab Muslim hidup berbaur dengan orang-orang Yahudi. Orang-orang Yahudi bersikap keras terhadap perempuan yang berhaid, mereka menghindari perempuan-perempuan haid dengan mengasingkan mereka ke luar rumah, tidak mau makan dan minum bersama mereka, dan tidak mau mencampuri istri mereka yang sedang haid. Maka para sahabat bertanya kepada Rasulullah tentang hal itu. Lalu turunlah ayat ini.
Di lain pihak, orang-orang Nasrani menganggap remeh dan enteng saja masalah haid ini. Mereka tidak memedulikan apakah istri mereka sedang haid atau tidak ketika mereka menggaulinya. Sementara orang Arab pada zaman Jahiliyah memperlakukan perempuan-perempuan haid seperti orang-orang Yahudi dan Majusi, mereka tidak mau tinggal bersama dan menggauli perempuan-perempuan haid, serta tidak mau makan bersama mereka.
Perbedaan perlakuan masyarakat terhadap perempuan-perempuan yang sedang haid ini, telah mengundang pertanyaan para sahabat Rasulullah saw tentang hukum bergaul dengan perempuan-perempuan haid. Pada QS. Al Baqarah ayat 222, Allah memberikan tuntunan jelas bagi suami dalam menjalani hubungan seksual dengan istri yang sedang haid. Suami diminta menjauhi istri selama masa haid, dan baru boleh mencampurinya setelah istri suci. Dalam hal ini, Islam menghormati dan melindungi hak-hak perempuan, serta mengajarkan kesabaran dan pengertian antarpartner hidup.
Penjelasan bahwa haid adalah kotoran atau gangguan mengindikasikan bahwa aturan ini tidak semata-mata berdasarkan ketentuan ritual, tetapi juga mempertimbangkan kesehatan dan kesejahteraan baik fisik maupun psikis perempuan. Dengan demikian, Islam mengajarkan bahwa hukum-hukumnya memberikan manfaat dan menjaga keseimbangan dalam kehidupan berumah tangga.
Ayat-ayat ini memberikan panduan yang konkret dan relevan dalam mengatur hubungan suami-istri, serta mencerminkan kebijakan Islam yang bijak dan peduli terhadap kesejahteraan manusia. Oleh karena itu, memahami dan mengaplikasikan ajaran-ajaran ini menjadi penting bagi setiap individu muslim yang menjalani kehidupan berumah tangga.
Hits: 261