MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Arus deras Islamophobia dianggap kian deras dalam satu dasawarsa belakangan. Salah satunya adalah lewat pengkerdilan simbol-simbol Islam seperti Alquran, pesantren, sunnah hingga terakhir soal bahasa Arab yang dikaitkan dengan terorisme.
Menanggapinya, Guru Besar Sosiologi Agama UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang juga Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dadang Kahmad mengaku heran.
“Banyak teroris yang tidak bisa berbahasa Arab, mohon maaf ya. Hasil penelitian Van Dijk soal Kartosuwiryo itu tidak bisa bahasa Arab itu, belum pernah ke Makkah, belum pernah haji,” tuturnya.
Dalam Catatan Akhir Pekan tvMu, Senin (20/9), Dadang mengaku heran sebab selain bahasa Arab adalah salah satu bahasa Internasional, dalam catatan perjuangan kemerdekaan banyak para ulama yang menyabung nyawa demi kemerdekaan Republik Indonesia.
“Bahkan banyak Kiai yang berbahasa Arab membela tanah air. Orang-orang yang sangat komitmen terhadap bangsa dan negara ini. Pesantren-pesantren itu kan penyebar patriotisme hingga saat ini. Mereka adalah semacam bek atau bodyguardnya Indonesia untuk menghadapi musuh-musuh Indonesia. Kiai-kiai itu, ulama-ulama itu yang mereka berbahasa Arab,” jelasnya.
Meski demikian, Dadang berpesan agar masyarakat tidak ikut terpancing oleh isu-isu semacam itu. Umat muslim menurutnya terbukti tetap mencintai Indonesia meski kadang didiskreditkan. Soal terorisme, Dadang mengaku percaya penuh kepada aparat keamanan Republik Indonesia.
“Biarkan ada Densus88, ada BNPT yang mengurusi itu, ada BIN. Jadi yang mengurusi itu, yang memonitor siapa yang betul-betul berpotensi teroris ya ditangkap,” kata Dadang.
“Saya kira kita ada bagian-bagiannya. Kita mendukunglah pemberantasan radikalisme-terorisme, pengganggu keamanan termasuk penjahat, koruptor-koruptor, kita sangat mendukung, mengapresiasi aparat keamanan,” pungkasnya.