MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Salat jamak adalah melaksanakan dua salat wajib dalam satu waktu. Salat yang boleh dijamak adalah semua salat fardu kecuali salat subuh. Salat subuh harus dilakukan pada waktunya, tidak boleh dijamak dengan salat isyak atau salat dzuhur.
Dalil dibolehkannya menjamak salat adalah hadis riwayat Anas RA: “Rasulullah apabila ia bepergian sebelum matahari tergelincir, maka ia mengakhirkan salat duhur sampai waktu asar, kemudian ia berhenti lalu menjamak antara dua salat tersebut, tetapi apabila matahari telah tergelincir (sudah masuk waktu duhur) sebelum ia pergi, maka ia melakukan salat duhur (dahulu) kemudian beliau naik kendaraan (berangkat)”. (H.R. Al-Bukhari dan Muslim).
Salat jamak dapat dilaksanakan dengan dua cara:
1). Jamak Takdim (jamak yang didahulukan), yakni menjamak dua salat yang dilaksanakan pada waktu yang pertama. Misalnya menjamak salat duhur dengan Asar, dikerjakan pada waktu duhur atau menjamak salat maghrib dengan isyak dilaksanakan pada waktu Magrib.
2) Jamak Ta’khir (jamak yang diakhirkan), yakni menjamak dua salat yang dilaksanakan pada waktu yang kedua. Misalnya menjamak salat duhur dengan asar, dikerjakan pada waktu Asar atau menjamak salat maghrib dengan isyak dilaksanakan pada waktu isyak.
Sedangkan, kondisi yang menyebabkan dilakukan jamak, di antaranya:
1) Berada dalam perjalanan atau bepergian (safar), berdasarkan hadis di atas riwayat Anas RA, juga hadis riwayat Muad bin Jabal RA: “Adalah (Nabi SAW ketika safar) apabila matahari sudah tergelincir dan beliau masih di rumah, maka beliau menjamak salah duhur dan asar sebelum naik (kendaraannya). Akan tetapi bila matahari belum tergelincir ketika beliau di rumah, beliau berjalan hingga mendekati waktu asar, lalu beliau turun (dari kendaraannya), lalu menjama’ salat duhur dan asar. Apabila ketika dirumah sudah mendekati waktu maghrib, maka beliau menjamaknya dengan isyak, dan apabila maghrib masih lama, ketika beliau di rumah, beliau naik (kendaraannya) hingga mendekati isyak, beliau turun lalu menjamak salat keduanya”. (H.R. Al-Baihaqi).
2) Turun hujan, berdasarkan hadis Nabi SAW dari Ibnu Abbas RA: “Sesungguhnya Nabi SAW salat di Madinah 7 rakaat dan 8 rakaat, yaitu (menggabungkan) duhur dengan asar dan maghrib dengan isyak. Ayyub berkata: mungkin karena malam hujan” (H.R. Al-Bukhari).
3) Dalam keadaaan kesukaran atau kesulitan jika tidak dilakukan jamak. Hal ini berlaku dalam hal apa saja, meskipun berada di rumah dan tidak dalam perjalanan, berdasarkan riwayat Ibnu Abbas RA: Rasulullah SAW salat duhur dan ‘ashar di Madinah secara jama‘, bukan karena takut dan juga bukan dalam perjalanan. Berkata Abu Zubair: saya bertanya kepada Sa’id; Mengapa beliau berbuat demikian? Kemudian ia berkata; Saya bertanya kepada Ibnu’ Abbas sebagaimana engkau bertanya kepadaku: Kemudian Ibnu ‘Abbas berkata: Beliau menghendaki agar tidak menyulitkan seorangpun dari umatnya”, (H.R. Muslim).