MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA—Hijrah menunjukkan etos gerak yang dinamis. Menurut Prof Komaruddin Hidayat, ditemukan beberapa istilah yang menujukkan bahwa Islam merupakan agama yang bergerak, seperti syariah, thariqah, sabil, manhaj, thawaf, sa’i, dan lain-lain. Istilah-istilah ini bermakna bahwa Islam itu dinamis-bergerak yang selalu mendorong umatnya berhijrah.
Prof. Komar bahkan memperlihatkan beberapa diksi Al-Quran yang mendobrak partikularitas masyarakat Arab. Diksi dalam QS. Al-Anbiya’ ayat 107: ‘wama arsanalka illa rahmatan lil-‘alamin’, misalnya, merupakan pandanan kalimat yang begitu asing bagi masyarakat Arab pra-Islam. Bahkan salah satu alasan mengapa Nabi Muhammad Saw diharapkan hijrah ke Madinah untuk mendamaikan suku-suku.
Selain itu, diksi dalam hadis ‘innama bu’istu makarima al-akhlak’ merupakan budi pekerti yang memiliki dua kesimpulan sekaligus yaitu spirit road map hijrah pemikiran Islam lil-’alamin rahmat dan kasih sayang berupa ajakan kebaikan, kedamaian, kebenaran, kemerdekaan, dan keindahan.
“Islam dalam Al-Quran menyebutkan wama arsanalka illa rahmatan lil-‘alamin. Sekarang telinga kita biasa mendengarkan itu. Tapi pada waktu itu, diksi itu aneh sekali. Waktu itu langitnya pendek sekali, antar suku orang arab itu waktu memuja sukunya luar biasa,” tutur Prof Komar dalam acara Pengajian Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada Jumat (13/08).
Rektor Universitas Islam Indonesia Internasional (UIII) ini kemudian mengatakan bahwa saat selesai membaca lalu menutup Al-Quran, Allah Swt memerintahkan umat Islam dalam QS. Ar-Rum Ayat 42 agar ‘sirru fil-ardli’, berkelanalah engkau di muka bumi. Keunikan lainnya dari Al-Quran ialah menghubungkan narasi cerita-cerita dengan umat-umat sebelumnya. Dalam QS. Al Baqarah ayat 285, misalnya, Allah berfirman ‘Laa nufarriqu baina ahadin mir-rusulihi’. Maksudnya, ajakan mengapresiasi dan menghargai Nabi-nabi dan umat terdahulu.
“Ini mendobrak betul alam pikiran pada waktu itu. Menyebut Adam, Idris, Nuh, Hud, Sholeh, mana ada orang arab kenal waktu itu, tapi itu dihubungkan. Jadi Al-Quran itu menghubungkan alam pikiran yang partikular dan kultural di Arab abad ke-6 itu tapi diajak dan ditarik ke belakang,” kata mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah ini.
Apa yang dipaparkan Prof Komar menandakan bahwa betapa Al-Quran mengubah narasi partikularistik menuju ide kosmopolitan. Sejak awal Al-Quran dan hadis itu mengajak orang-orang beriman melewati batas-batas sempit. Secara historis ini juga ditunjukkan dengan narasi keislaman yang disampaikan Nabi Saw saat di Mekkah dan Madinah tema-temanya berbeda, karena masyarakat yang dihadapi juga berbeda.
Begitu pula ketika Islam berkembang ke Baghdad, Syiria, dan saat bertemu dengan warisan Yunani, Persia, Bizantium, India, yang kemudian memunculkan peradaban Islam dengan kemajuan sains, teknologi, filsafat, maka terjadilah intelectual boom. Hal tersebut menurut Prof Komar terjadi justru saat umat Islam berkembang hijrah melewati batas jazirah Arab. “Nah ini satu contoh bagaimana bahwa sejak awal islam itu agama yang mendorong hijrah,” tambahnya.