MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) di usia yang ke-41 tahun, menjadi Perguruan Tinggi Muhammadiyah – ‘Aisyiyah (PTMA) yang besar, tidak hanya di internal Muhammadiyah namun juga nasional.
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir menyampaikan tahniah atas segala capaian yang berhasil ditorehkan oleh UMT di usia yang relatif muda ini. Pada Rapat Senat Terbuka Laporan Tahunan Rektor dan Pidato Milad UMY ke-41, Haedar sampaikan tiga hal utama terkait dengan milad dan segala capain UMY.
Pertama, milad UMY dan PTMA lain harus dijadikan sebagai momentum untuk syukur nikmat bukan hanya perkembangan dan kemajuan, tapi juga menjadi kesadaran rohaniah bersama. Bahwa dibalik capaian yang telah direngkuh terdapat nilai transendensi kuasa Allah yang harus menjadi bagian kesadaran pergerakan Muhammadiyah serta Amal Usahanya (AUM).
“Dalam konteks itu tentu bahwa kita juga jika mensyukuri nikmat Allah, Allah juga akan memberi limpahan yang lebih besar,” tutur Haedar pada (4/3) di hadapan hadirin Rapat Senat Terbuka Laporan Tahunan Rektor dan Pidato Milad UMY ke-41.
Di sisi lain syukur atas nikmat Allah, kata Haedar, membuat manusia selalu rendah hati dan tidak jumawa. Akan tetapi tidak boleh kemudian syukur akan nikmat dimaknai secara pasif, melainkan dari syukur atas nikmat harus diungkapkan dalam bentuk perkembangan dan kemajuan yang menggembirakan.
Kedua, UMY dan PTMA lain adalah perwujudan dari Muhammadiyah yaitu organisasi Gerakan Islam yang menjalankan misi dakwah dan tajdid. Oleh karenanya AUM bidang pendidikan dan AUM lain harus menjadikan Islam sebagai bingkai, sumber nilai, dan sumber inspirasi, sekaligus paradigma berpikir.
“Dan saya yakin seluruh keluarga besar UMY membawa misi itu dalam bingkai pendidikan tinggi, sebagai bagian integral darinya yakni Islam yang Berkemajuan,” ucap Haedar.
Guru Besar Sosiologi ini menegaskan, bahwa mulai dari praktek ibadah, paham aqidah, konstruksi akhlak dan perspektif muamalah dalam berbagai aspek tidak boleh pragmatis semata. Melainkan harus ada nilai, ruh dan bingkai Islam Berkemajuan. Menurutnya, Paradigma Islam Berkemajuan akan menjadi dorongan yang luar biasa jika diaktualisasikan oleh PTMA.
Ketiga, kesadaran intelektual yang tumbuh di PTMA diharapkan terkoneksi dengan kesadaran intelektual profetik yang digelorakan oleh Kuntowijoyo. Bahwa ilmu itu bukan sekedar objektifikasi, melainkan ilmu juga memiliki tautan transendensi. Tanpa harus terjebak dalam verbalisme Islamisasi.
“Setidaknya nilai transendensi itu hidup dalam jiwa alam pikiran ilmuwan, akademisi seluruh civitas akademika (PTMA),” imbuhnya.
Haedar juga meyakini bahwa ilmuwan dan akademisi di PTMA mampu menghadirkan paradigma yang berorientasi pada nilai-nilai Illahiyah, yaitu nilai Illahiyah yang membawa keselamatan di dunia dan alam semesta.
Paradigma ini diharapkan menjadi solusi atas keresahan yang dirasakan oleh umat manusia selama ini, di era sekarang ini.