MUHAMMADIYAH.ID, TEGAL – Tokoh Nahdlatul Ulama sekaligus mantan Menteri Agama Republik Indonesia periode 2014-2019, Lukman Hakim Saifuddin hadir dalam Resepsi Milad 109 Tahun Muhammadiyah yang digelar oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Tegal, Ahad (5/12).
Pada kesempatan itu Lukman memaparkan pentingnya penguatan pendidikan moderasi keberagamaan atau pandangan wasathiyah Islam (Islam tengahan) yang selama ini menjadi ciri Muhammadiyah dan umat muslim Indonesia.
“Inilah warisan yang ditinggalkan pendahulu kita. (kedamaian) Islam bisa kita rasakan seperti saat ini tentu bukan jatuh dari langit begitu saja,” kata Lukman. Penguatan moderasi dianggap penting sebab dirinya menengarai fenomena dua kutub ekstrim yang semakin kuat di Indonesia.
Kutub ekstrim itu adalah kelompok yang terlalu harfiah memahami Islam sehingga menjadi radikal dan kelompok ekstrim yang terlalu kontekstual dalam memahami Islam sehingga menjadi liberal. Menurut Lukman, dua kelompok ini sama bahayanya bagi masa depan Indonesia.
Mereka yang radikal menolak Pancasila dan Undang-Undang karena menanggap sebagai thagut atau berhala. Lukman menilai mereka mempromosikan cara beragama yang ekslusif dan segregatif misalnya dengan perumahan khusus muslim. Dalam ajaran agama mereka bersifat konfrontatif dan akhirnya destruktif terhadap perbedaan.
Sementara itu mereka yang liberal berusaha melepaskan agama dari jati diri masyarakat Indonesia. Tidak hanya menafsirkan ayat secara liberal seperti pelegalan hubungan sesama jenis hingga mendebat otoritas agama, mereka juga berupaya memisahkan agama dari perundang-undangan.
“Karenanya perlu dimoderasi karena sejak ratusan tahun yang lalu bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang agamis. Bangsa yang tidak bisa dipisahkan dari nilai-nilai agama dalam menjalani kehidupan kesehariannya,” kata Lukman.
Bagi Muhammadiyah, Lukman berharap dapat memainkan peran penguatan moderasi lebih kuat. Sebab, Muhammadiyah sejak masa Kiai Ahmad Dahlan dianggapnya telah melakukan moderasi beragama.
“Maka wasathiyah Islam menjadi sesuatu yang tidak bisa tidak, itu harus kita seriusi. Moderasi beragama bukan barang baru sama sekali. Ini hanya istilahnya saja, kemasannya saja yang boleh jadi baru kita dengar. Isinya itulah yang diajarkan oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan sejak dulu,” ungkap Lukman.
“Muhammadiyah itu hadir justru untuk memberikan amal usaha yang dirasakan manfaatnya oleh semua. Kiai Haji Ahmad Dahlan tidak pernah mencita-citakan Muhammadiyah untuk orang muslim saja, tapi untuk semua umat manusia. Amal usahanya harus dirasakan karena itu adalah wujud dari rahmatan lil alamin,” imbuhnya.
“Dan Islam sebagai agama yang paling besar memikul tanggung jawab itu karena yang paling besar itu yang paling bertanggungjawab, bukan yang paling besar merasa yang paling benar sendiri, yang paling menentukan sendiri semau-maunya, ndak,” tegas Lukman.
“Kalau tidak, maka warisan dari para leluhur kita bisa tidak bisa kita wariskan kepada anak cucu kita, kehidupan keber-Islaman seperti sekarang ini. Siapa bisa menjamin 10, 20, 50, 100 tahun yang akan datang apakah Muhammadiyah masih ada? Apakah Nahdlatul Ulama masih ada? Apakah ormas-ormas Islam yang lain masih ada? Yang menjadi pilar penjaga kemoderatan, cara memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam ini. Kan tidak ada yang menjamin. Semua harus kita ikhtiarkan,” pungkas Lukman.
Hits: 24