MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA – Era disrupsi akibat kemajuan teknologi digital tidak bisa dihadapi dengan cara biasa, melainkan harus dihadapi dengan cara-cara adaptif.
Karenanya, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir berpesan agar pegiat Persyarikatan memikirkan cara-cara produktif untuk menjawabnya. Bukan justru larut dalam efek yang dibawa oleh era disrupsi.
“Medsos (media sosial) sebagai realitas baru yang sering saya kutip sebagai simulakra (dunia palsu). Ada sisi yang menjadi tantangan kita untuk bisa membangun narasi dan relasi yang berkeadaban di medsos ini. Tapi di kenyataannya, medsos ini kan juga menjadi tempat untuk permusuhan, tempat untuk mengkapitalisasi perseteruan politik yang akhirnya tidak berkesudahan,” tuturnya.
Dalam forum Center of Southeast Asian Social Studies UGM, Sabtu (1/5) dirinya juga berpesan agar warga Muhammadiyah tak ikut terseret arus fitnah era disrupsi, terutama dalam masalah politik partisan.
“Coba, Pemilu itu kan sudah dua tahun setengah, Pilpres maupun Pileg. Tapi di medsos kan auranya terus direproduksi lewat narasi-narasi video lama dan akhirnya ada (istilah) ‘kampret’, ‘cebong’, bahkan ‘kadrun’,” ujarnya.
Di tengah arus itu, Haedar mengajak warga dan pegiat Persyarikatan untuk tidak terseret dan melakukan kerja-kerja produktif. Di tingkat pusat, Muhammadiyah menurutnya telah memberikan contoh melalui pembangunan Pusat Syiar Digital Muhammadiyah (PSDM).
PSDM ini menjadi kebutuhan niscaya memetakan data dan arah dakwah Persyarikatan di era disrupsi. Optimalisasi yang dimiliki oleh PSDM bahkan membuat Menteri Kesehatan RI dan BNPT memuji Muhammadiyah.
Tak hanya di bidang digital, Muhammadiyah juga memberikan contoh produktif dengan bergesernya Suara Muhammadiyah dari pusat percetakan kepada pusat jaringan bisnis Muhammadiyah.
Cara-cara produktif seperti inilah yang diharapkan Haedar juga dilakukan oleh para warga, kader dan pegiat Persyarikatan di era disrupsi.
“Kita harus memperbaharui pola dan cara dakwah kita,” pesannya.