MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Mu’allimaat mempunyai visi utama yakni melahirkan kader ulama, pendidik, dan pemimpin. Visi inilah yang akan menjadi jiwa lulusan Mu’allimaat kedepannya. Sebaik-baik seorang kader adalah yang menjadi dirinya sendiri, atau dalam kalimat lain adalah ‘jadilah Mu’allimaat versi dirimu sendiri’. Begitulah sepenggal kalimat amanat dari Ketua Umum PW IPM DIY, Racha Julian C pada acara pembukaan FORTASI (Forum Ta’aruf dan Orientasi Siswi) Madrasah Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2021.
“Mu’allimaat adalah sekolah kader yang mempunyai visi utama untuk mewujudkan kader ulama, pendidik, dan pemimpin. Apapun impian yang ingin dicapai, mau jadi seniman, arsitek, atletik, guru, dosen, dan lainnya, jadilah diri sendiri. Jadilah Mu’allimaat versi dirimu sendiri. Silahkan memperkaya kemampuan, lakukan diaspora dimanapun berada,” kata Racha, Senin (26/7).
Menurutnya, agenda FORTASI 2021 ini sudah mengemas kegiatan yang sangat luar biasa. Meskipun secara daring dan di masa pandemi, tetapi esensi dan substansi sangat terasa jika dilihat dari tema utama “Mengasah Mingising Budi, Bana Adinata untuk Negeri” dan keragaman materi yang disampaikan. Terobosan yang sudah dirancang ini semata-mata untuk menjawab problematika perkembangan zaman, tetapi tetap mementingkan kemanusiaan dan kesehatan.
Enam tahun proses pendidikan di Mu’allimaat bukanlah waktu yang singkat, tetapi waktu yang sangat panjang bagi kader untuk menggali bakat, minat, dan kepribadian. Sehingga sangat bisa untuk mewujudkan kader yang paripurna. Menurut Racha, menyebutkan lulusan Mu’allimaat dengan istilah ‘paket lengkap’ yang dibutuhkan manusia di dunia.
“Kader Mu’allimaat adalah paket lengkap yang dibutuhkan oleh manusia di dunia. Lulusan dari Mu’allimaat disiapkan untuk melengkapi manusia di dunia dengan kapasitas ilmu pengetahuan, kepribadian, dan kepemimpinan. Kemampuan inilah yang sangat bermanfaat apabila dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya,” imbuhnya
Perwujudan kemampuan kader Mu’allimaat adalah hasil internalisasi visi Mu’allimaat yang dijabarkan melalui aktivitas yang sangat mendidik. Kader pemimpin, ulama, dan pendidik bukan berkaitan dengan sebuah profesi. Melainkan sebuah jiwa, jiwa yang harus dimiliki dan melekat pada tiap diri kader Mu’allimaat, baik selama proses pendidikan maupun lulusan nantinya. Sehingga ketika di masyarakat, akan sangat mudah terlihat perbedaannya.
Pertama, kader ulama. Ulama yang dimaksud bukan hanya sekedar julukan ustadzah atau kiai atau nyai, tetapi ulama diartikan sebagai orang yang berilmu wawasan agama yang baik. Secara sederhana, seorang ustadzah adalah wujuddari kader ulama.
Kedua, kader pendidik. Pendidik yang dimaksud bukanlah seseorang yang mempunyai profesi guru, melainkan kepribadian untuk selalu menyampaikan kebaikan layaknya seorang pendidik yang semestinya diterapkan. Guru adalah cita-cita tertinggi dari kader pendidik tersebut.
Ketiga, kader pemimpin. Kader pemimpin tidak hanya diartikan sebagai posisi yang mempunyai jabatan, misalnya ketua umum pada sebauh organisasi. Tetapi mindset kepemimpinan yang harus diutamakan, dimanapun dan kapanpun.
“Kader baru akan mendapatkan tanggungjawab untuk berproses memiliki tiga jiwa tersebut. Tetapi hal tersebut jangan dijadikan beban, tetapi tanamkan sebagai tanggungjawab yang harus diperjuangkan. Dimanpun tempat berkiprah, tiga jiwa tesebut tetap melekat dalam berbagai aspek kehidupan,” pungkasnya.
Harapan terbesar dari Ipmawan Racha dengan kehadiran Mu’allimaat adalah bukan untuk menjadi orang nomor satu, akan tetapi menjadi orang yang bermanfaat bagi sesama. Bukan posisi, eksistensi ataupun jabatan, tetapi substansi yang harus selalu diupayakan. Kebermanfaatan untuk umat, sesuai ajaran Islam. Mampu menjadi kader Mu’allimaat sesuai versi masing-masing yang bisa berperan untuk Muhammadiyah dan negara yang memiliki kapasitas sesuai harapan visi Mu’allimaat.
Hits: 14