MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Melihat kekacauan yang terjadi seperti terjadinya invasi maupun konflik oleh suatu Negara ke Negara lain yang berdaulat dan terjadi berlarut-larut, Rizal Sukma Duta Besar Republik Indonesia untuk Irlandia menyebut tidak selamanya hukum internasional efektif mencegah konflik.
Bahkan, lanjut Rizal, sekarang juga semakin banyak yang mempertanyakan eksistensi dan kredibilitas PBB dengan seiring banyaknya invasi atau konflik antar Negara yang romannya semakin sulit dicegah. Tidak hanya dalam kontek konflik Rusia – ukraina, tapi juga termasuk konflik Israel – Palestina.
“Berapa banyak resolusi yang dikeluarkan oleh PBB yang berkaitan dengan nasib Bangsa Palestina ? karena sampai sekarang pun tidak pernah ada bisa dilakukan. Saya kira ada persoalan struktural yang sangat buruk di dalam hubungan internasional pasca Perang Dunia II,” tutur Rizal pada, Jumat (11/3) di acara Pengajian Umum PP Muhammadiyah.
Menurut Alumni London School of Economic and Political Studies, Inggris ini, pasca Perang Dunia II tidak ada ruang untuk dibangunnya keadilan internasional bagi bangsa-bangsa yang ada. Hal-hal seperti ini seharusnya menjadi bingkai referensi dalam memahami sikap Indonesia yang mendukung resolusi di PBB.
“Karena kita (Indonesia di PBB) tidak punya apa-apa, yang kita punya itu reputasi dan reputasi itu hanya bisa dibangun apabila sebuah bangas memegang teguh prinsip-prnsip yang disepakati secara bersama di dunia,” imbuhnya.
Rizal menjelaskan, terjadinya invasi di Negara-negara internasional tersebut bukan tidak memiliki dampak terhadap Indonesia, jika dibiarkan berlarut-larut dampak ekonominya juga akan menerpa Indonesia dalam waktu yang tidak terlalu lama. Terkait dengan konflik Rusia – Ukraina, dampak yang sangat dikhawatirkan adalah pada dimensi siber.
KTT G20 dan Eksistensi Indonesia Mewujudkan Perdamaian Dunia
Sementara itu, konflik Rusia – Ukraina menjadi diskursus tersendiri dalam KTT G20 di mana Indonesia pada 2022 didaulat menjadi Presidency. Banyak yang menunggu sikap Indonesia, terkait dengan semakin banyaknya suara yang meminta Rusia dikeluarkan dari keanggotaan G20. Reputasi Indonesia sebagai Presidency G20 tahun 2022 akan dipertaruhkan.
Terkait itu Rizal menyarankan supaya Indonesia lebih aktif dalam Politik Luar Negeri, dalam artian perlu ada conditioning untuk memastikan bahwa dengan hadirnya Rusia di KTT G20 ini sebagai media fasilitasi pembicaraan antara dua kelompok baik yang pro dengan Rusia maupun Ukraina untuk mencapai perdamaian dunia.
“Ini kesempatan untuk mencoba mencari solusi damai justru ada melalui forum G20. Dan yang kedua sebelum kita di Bulan Oktober, itu mungkin Indonesia perlu melontarkan gagasan untuk mengundang menteri-menteri luar negeri dan menteri ekonomi dari G20 untuk berbicara dalam menghadapi dan meminimalisir dampak ekonomi dari situasi yang ada,” harap Rizal.
Di situasi dunia akibat konflik Rusia – Ukraina, Rizal juga menyarankan supaya fokus kepada dampak finansial yang berkaitan dengan menciptakan stabilitas finansial, persoalan yang berkaitan dengan sistem perbankan, dan yang ketiga adalah untuk kepastian harga-harga barang penting dan khususnya untuk energi.
“G20 saya rasa bisa berbicara untuk mencari penyelesaian terhadap persoalan itu. Nantinya side event bisa dicoba untuk memfasilitasi perundingan di antara Negara-negara yang bertikai,” tandasnya.
Hits: 140