MUHAMMADIYAH.ID, KUDUS – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir berpesan agar warga Muhammadiyah menghindari sikap serba curiga dan mental terkepung pada apapun yang datang dan sedang terjadi di luar Muhammadiyah.
Menurut Haedar, sikap tersebut justru akan membuat umat Islam terperangkap dalam kejumudan dan menjadi bulan-bulanan dinamika zaman yang mau tak mau harus dihadapi, bukan malah dihindari.
“Di era perubahan 4.0, bahkan Tiongkok sudah 5.0 kita harus melihat dunia lain, jangan hanya melihat buruknya, tapi lihatlah tantangannya. Kalau liat buruknya, ancamannya nanti yang ada kita hanya berteriak-teriak terus, memusuhi siapapun, padahal tidak semua orang harus kita musuhi,” jelasnya dalam Pengajian Ramadan Universitas Muhammadiyah Kudus, Senin (26/4).
Alih-alih lari dari kenyataan, Muhammadiyah menurut Haedar justru harus menghadapinya sekaligus untuk melakukan tajdid dan menguatkan mental.
“Kita di era 4.0 yang serba maya itu juga memerlukan tajdid. Memperbaharui alam pikiran kita agar juga berorientasi pada kemampuan menggunakan IPTEK. Berarti kita harus tajdid menjadi fa’il, menjadi pelaku. Jangan sampai kita menjadi maf’ul bih (objek),” imbuh Haedar.
Maf’ul bih yang dimaksud Haedar adalah terlena pada aksi reaksioner sehingga umat Islam menjadi bulan-bulanan dan lalai membangun bangunan umat yang kokoh dan berkualitas.
Langkah paling kecil yang bisa dimulai oleh seluruh elemen Muhammadiyah menurut Haedar adalah mempergunakan teknologi yang tersedia sebagai alat penunjang produktivitas dan sarana menghadirkan narasi-narasi alternatif, bukan sebagai alat konsumsi hal-hal negatif seperti hoaks, provokasi, hingga narasi-narasi ketakutan.
“Ubah mindset, pikiran kita dari objek menjadi subjek. Dari hal-hal yang kontra produktif, dari hal-hal yang tanpa ilmu menjadi ilmu sehingga orang-orang Muhammadiyah menjadi pelaku IPTEK, menggunakan medsos secara cerdas dan mencerdaskan,” tutupnya.