MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Ketua Majelis Pustaka Informasi (MPI) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Muchlas MT menjelaskan bahwa, di era matinya kepakaran, Muhammadiyah atau Amal Usaha (AUM) bidang pendidikan perlu untuk melahirkan lebih banyak intelektual publik.
Demikian disampaikan Muchlas pada, Kamis (10/3) di acara Seminar Pra Muktamar Muhammadiyah ke-48, yang berlangsung di Universitas Ahmad Dahlan (AUD) yang dilangsungkan secara blended.
Menurut Muchlas, tesis Tom Nichols yang menyebutkan bahwa era kini dengan maraknya media sosial dan jurnalisme publik menyebabkan matinya kepakaran, tidak sepenuhnya benar. Melainkan, imbuh Muchlas, yang mati di era kekinian bukanlah kepakarannya tapi diseminasi hasil dari kepakaran.
“Boleh jadi matinya kepakaran adalah tanda kemajuan. Pengetahuan saat ini tidak tersimpan dalam diri pakar saja, tetapi tersebar di semua platform digital,” ucap Muchlas mengutip Connectivism Theory.
Memaparkan materi tentang “Dunia Digital dan Matinya Kepakaran”, Rektor UAD ini menyebut bahwa di era matinya kepakaran, kebenaran tidak diukur dari substansinya melainkan kebenaran diukur dari seberapa banyak publik memberikan like nya. Atau seberapa banyak opini publik itu disukai masyarakat.
Di sisi lain, realitas sekarang memberikan peluang tersendiri sebab dengan kemudahan yang diberikan kelompok pakar mempelajari landscape desiminasi keilmuan yang bergeser dari cara konvensional ke arah digitalisasi.
“Masalahnya di sini, karena kepakaran sendiri itu tidak mati sebenarnya, karena jika ilmu pengetahuan itu dipelihara di lembaga-lembaga pengetahuan, seperti perguruan tinggi, kemudian di AUM ini maka kepakaran itu tidak akan mati. Tapi yang mati adalah diseminasinya, desiminasi dari kepakaran itu sendiri, dari hasil kepakaran itu sendiri,” ungkapnya.
Oleh karena itu dirinya mendorong Kader dan Intelektual Muhammadiyah, baik dari kalangan kampus maupun dari pimpinan Muhammadiyah untuk memerankan diri sebagai influencer. Atau paling tidak mengerti dan menguasai berbagai platform media digital, sebagai kanal mensyiarkan dakwah Muhammadiyah.
“Di lingkungan dakwah Persyarikatan Muhammadiyah mungkin juga memunculkan matinya keulamaan, itu bisa saja terjadi seperti itu. Karena proses dari desiminasi kita, dari keilmuan-keilmuan yang kita bangun itu tidak efektif. Karena tersumbat kemudian masyarakat mencari cara lain,” tuturnya.
Muhammadiyah baik itu intelektualnya, kader dan pimpinannya untuk mempelajari landscape wahana dakwah amar ma’ruf nahi munkar berbasis teknologi digital. Diharapkan dengan cara seperti itu banyak influencer Muhammadiyah dari sisi intelektualitasnya, bukan dari ekspose diri pribadinya.