MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Perkembangan teknologi digital mempermudah setiap orang untuk mengekspresikan pikiran atau gagasannya kepada publik lewat media sosial.
Bahkan tidak sedikit yang menggunakannya untuk mengadu domba antar warga atau menyerang golongan tertentu. Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dadang Kahmad mencontohkan kasus tersebut pada munculnya sematan ‘Kadrun’ dalam setengah dekade terakhir.
“Kita tahu di jaman sekarang, jamannya media sosial, kemerdekaan berpendapat luar biasa dan orang bebas mengatakan apapun. Sehingga, narasi-narasi yang memojokkan Islam itu makin luas dan berkembang,” tuturnya dalam program Catatan Akhir Pekan tvMu, Senin (20/9).
“Ada juga Islam yang diidentitaskan dengan Kadrun, itu kan yang pakai jilbab, kerudung disebut kadrun. Orang yang pakai kopyah, pake sarung disebut Kadrun. Bahkan ada yang mengatakan santri-santri itu calon teroris,” imbuh Dadang.
Atas fitnah yang nampak sengaja dimunculkan di masa disrupsi ini, Dadang menganggap tidak aneh sembari mengutip Alquran dalam At Taubah ayat 32.
“Bahkan banyak sekali memang narasi-narasi yang tidak enak bagi kita. Yang membikin kita marah. Tapi tidak usah marah sebenarnya. Karena di Alquran disebut wa idza khotobahumul jahiluna qalu salama. Kalau orang-orang bodoh itu ngomong kepadamu, jangan diresponlah, biasa aja. Kalau direspon mereka makin besar ketawa, makin merasa ditanggapi,” pesannya.
“Kalau kita tidak menanggapi, mereka seperti halnya meninju kapas atau sesuatu yang tidak ada dayanya, plong begitu. Mereka kecewa biasanya. Tapi kalau kita respon dengan respon-respon yang sangat besar mereka senang, bahkan mereka makin menjadi-jadi. Dan kita harus tahu bahwa medsos mereka makin naik dan makin banyak uang yang mereka hasilkan,” tambah Dadang.
“Kalau kata orang Sunda anggap saja angin lalu, angin yang keluar dari tubuh kita. Tidak usah terlalu serius selama mereka tidak mengancam keamanan dan jiwa kita. Tapi kalau sudah mengancam keamanan dan jiwa kita ya kita mempertahankan diri dengan cara yang legal dan tidak melanggar hukum yang ada di Indonesia,” pungkas Dadang.