MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Pandemi covid-19 menekan semua sektor tidak terkecuali sektor Pendidikan. Salah satu cara yang tepat untuk membantu sekolah tetap hidup di era kritis ini adalah dengan membuat ekosistem filantropi pendidikan. Hilman Latief, Ketua Lazismu Pusat mengatakan bahwa Lazismu sedang berupaya untuk menciptakan ekosistem ini.
Hilman Latief mengungkapkan bahwa Lazismu ingin membangun ekosistem filantropi pendidikan. Menurutnya, hal itu sangat relevan denngan pergerakan Muhammadiyah untuk rencana dana abadi pendidikan.
“Saya sedang merumuskan dana abadi Muhammadiyah, tapi kemudian ketika berbicara dengan bidang kesehatan dan pendidikan, nampaknya filantropi atau dana abadi Muhammadiyah harus diterjemahkan konsepnya secara lebih praktis khusus bidang-bidang tertentu. Khususnya kepada tiga asepek kesehatan, pendidikan, dan kemanusiaan.
Hilman menjelaskan bahwa Lazismu sudah melakukan enam kali Rapat Kerja Nasional (Rakernas) tiap tahun dengan tema pengembangan pembangunan berkelanjutan secara khusus dan tentunya bidang pendidikan bagian integral dalam hal itu. Dalam konsepnya, Lazismu mengadopsi SDG’s yang tentu saja di dalamnya ada pengembangan pendidikan yang berkualitas, dan juga di dalam rekomendasi Muktamar Muhammadiyah itu juga ada yang menjadi pertimbangan Lazismu yang bunyinya adalah membangun masyarakat ilmu.
Bagaimana dengan Filantropi Pendidikan?
Bagaimanapun kita tidak bisa menyepelekan konsep-konsep yang ada di dalam islam termasuk juga wakaf zakat. Hilman mengungkapkan jika dulu membangun sekolah melalui perjuangan. Ada tanah sedikit dirikan dan iuran. Mungkin kedepan konsepnya harus diperkuat lagi kita tidak hanya menjaga kuantitasnya, justru yang penting saat ini ialah keberlanjutan sekolah.
“Misalnya sebuah sekolah punya tanah 500 atau 1000 meter, maka bisa gak ada topangan lahan wakaf oleh wilayah yang ditopang. Ini 2 hektar untuk menopang oprasional sekolah ini, bisa apa saja kandang kambing, kebun dan lainnya. Karena wilayah hampir semua punya tanah wakaf dan tidak produktif. Jangan sampai perspektif tanah wakaf didirikan sekolah lagi, itu yang berat. Jadi mindsetnya di rubah, tanah wakaf bukan untuk medirikan sekolah lagi melainkan menompang oprasional sekolah,”jelas hilman.
Pola Zakat, Infaq, dan Sedekah yang Baru
Lebih lanjut, zakat dan sedekah harus mulai dipola kembali. Bantuan-bantuan yang ada harus bersinergi dengan amal usaha. Sebagai contoh, menurutnya misalkan sebuah rumah sakit kita targetkan sekian juta per bulan, bukan iuran untuk operasional, itu untuk khusus dana abadi. Dana abadi tidak boleh habis.
“Bisakah kita memikirkan lagi cara mentreatment uang bahwa adakalanya uang itu harus dikelolah sebagai sebuah dana abadi yang dimanfaatkan, untuk misalnya guru, kesejahteraan, keberlangsungan sekolah. Artinya muhammadiyah perlu orang yang memiliki enterpreneurship yang kuat, atau investasi dan macam macam,”terangnya.
Bagaimana Ekosistem Filantropi Pendidikan itu Kita Bangun?
Hilman mengajak kita untuk mengubah perspektif. Ada dana yang dipakai biaya oprasional dan ada dana abadi. Kalau tidak begitu berapapun jumlahnya akan habis untuk oprasional tetapi kalau kita coba sisihkan berapa untuk dana abadi dengan setahun 100 milyar nanti bisa kekejar tiga sampai empat tahun menghasilkan 2 triliun. Maka dari itu, menurutnya kedepan menjadi PR untuk mengelola secara sistematis.
Aksi Nyata yang telah Dilakukan Lazismu
Pemberian beasiswa mentar, beasiswa sang surya, beasiswa guru, akselerasi pendidikan dan penguatan infrastruktur.
Rencana Kedepan
Hilman memaparkan Lazismu akan bekerjasama dengan beberapa program dan Majelis Dikdasmen mencoba transformasi teknologi dengan edutabmu.
Program itu diantaranya Lazismu menandatangani MOU dengan ENUMA. ENUMA adalah sebuiah NGO di Amerika tetapi berisi orang-orang Korea Selatan disitu dan mereka sangat sukses dengan programnya di Tanzania yakni pemberian dana beberapa negara di Afrika untuk akselerasi pendidikan.