MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Membedah buku karya Immawan Wahyudi berjudul Muhammadiyah “Wawasan dan Komitmen”, Sekretaris PP Muhammadiyah, Muhammad Sayuti menyebut bahwa buku ini berisi tentang refleksi dari penulis tentang Kemuhammadiyahan.
Penulis yang merupakan aktivis tulen dan pernah terjun di beberapa majelis di PP Muhammadiyah menjadikan buku ini relevan dengan pengalaman sehari-hari penulis. Buku ini juga berisi ‘curhatan’ tentang standar aktivis Muhammadiyah yang menjabat di berbagai level kepemimpinan, termasuk di Amal Usaha Muhammadiyah (AUM).
“Buku ini juga berisi abstraksi realitas yang cukup cerdas. Dan itu sangat saya rasakan sendiri, di mana pasca muktamar itu saya dipercaya oleh PP untuk masuk sebagai tambahan,” ungkap Sayuti pada, Kamis (5/1) di acara Launching dan Bedah Buku Muhammadiyah “Wawasan dan Komitmen”.
Menurutnya di buku ini juga berisi tentang refleksi denyut nadi yang dirasakan oleh warga persyarikatan akar rumput. Sayuti juga menambahkan, bahwa dari semua konten yang ada di dalam buku, yang paling penting adalah sensitivitas penulis. Sebagai seorang aktivis, katanya, jika tanpa sensitivitas tidak akan memiliki atau menemukan makna.
Sensitivitas aktivis ini diperlukan, sebagaimana yang dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan yang sensitif terhadap masalah umat, kemudian melahirkan gerakan besar yang dikenal dengan nama Muhammadiyah saat ini. Tentang sensitivitas ini merupakan bagian-bagian kecil di Muhammadiyah yang ditulis oleh Immawan Wahyudi untuk menjadi pelajaran bagi kader.
Dalam buku ini juga disinggung tentang kelangkaan ulama dari kalangan internal Muhammadiyah, karena belum masifnya lembaga pendidikan yang secara spesifik mendidik dan melahirkan kader ulama. Tapi, sangkal Sayuti, untuk era kekinian hal itu sudah kurang relevan sebab sudah ada Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM).
Namun demikian, dirinya mengaku bahwa saat ini PP Muhammadiyah belum puas dengan perkembangan PUTM. Oleh karena itu PP Muhammadiyah akan terus mendorong pengembangan PUTM sebagaimana Perguruan Tinggi Muhammadiyah-‘Aisyiyah (PTMA) lain, yang mampu menjadi lembaga pendidikan unggul dan berkemajuan.
“Ulama bukan hanya butuh PUTM, tetapi juga butuh environment atau lingkungan yang membuat diskursus itu, wacana itu hidup. Dan ini di semua tempat diperlukan,” ungkapnya mengutip catatan Immawan Wahyudi.