MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa manusia tidak bisa lepas dari yang namanya spiritualitas. Seperti dijelaskan Danah Zohar dalam bukunya Spiritual Question bahwa dalam otak manusia itu ada namanya godot atau noktah (mencari Tuhan).
“Manusia secara alamiah berdasarkan sistematika saraf dalam dirinya akan senantiasa mencari kehidupan spiritual,” ucap Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti pada Senin (25/3) dalam Pengajian Ramadan 1445 RS Islam Jakarta Cempaka Putih.
Anggapan tersebut diperkuat oleh Marukama salah seorang penulis dari Jepang yang juga mengungkapkan bahwa dalam DNA tubuh manusia ada dorongan untuk mencari Tuhan.
“Karena itu maka spiritualisme berkembang pesat saat ini,” imbuh Mu’ti.
Mu’ti menyebutkan bahwa pertumbuhan agama di Eropa saat ini yang paling pesat adalah agama Islam, yakni mencapai lebih dari 300%. Kishore Mahbubani dalam bukunya The Great Convergence menyebutkan bahwa memang masih ada crash antara Islam dengan kehidupan barat, namun disatu sisi terjadi konvergensi dalam kehidupan Islam di Barat.
Di antara crash itu di Eropa mayoritas gereja-gereja kosong (sepi), tetapi di Eropa itu pula hampir semua masjid saat ini banyak dipenuhi umat muslim untuk beribadah, apalagi seperti disaat bulan Ramadan.
Mu’ti juga menyebutkan bahwa negara yang termasuk pertumbuhan Islamnya pesat itu ialah Jerman. Saat ini Jerman dikenal sebagai negara yang ramah terhadap imigran termasuk ramah kepada mereka yang berbeda atau yang berkeyakinan di luar keyakinan Kristen.
Dampak dari tingginya angka spiritualitas tersebut, sejalan dengan tingginya angka kebahagiaan. Berdasar data Negara paling Bahagia tahun 2024, 10 negara tertinggi tingkat kebahagiaannya didominasi oleh negara-negara Eropa, dan Finlandia menjadi negara paling bahagia di dunia, hal ini dikarenakan warganya puas dengan kehidupan dan menjaga kualitas hidup yang positif.
Seorang filsuf dan peneliti psikologi di Finlandia, Frank Martela, mengatakan bahwa orang-orang di Finlandia memiliki kebiasaan atau gaya hidup yang positif. Salah satu kebiasaan itu adalah tidak menyombongkan diri atas sebuah pencapencapaian.
Dalam kaitan dengan bagaimana puasa dan kebahagiaan dan puasa dengan tanggung jawab maka puasa akan mengajari kita untuk menjadi orang yang jujur.
“Kemuliaan bagi orang yang berpuasa harus menjadi sebuah kesadaran publik bahwa kita di mana pun dan kapanpun diawasi oleh Allah SWT, dan karena itu jangan pernah berbohong walaupun kita bisa membohongi manusia kita tidak bisa membohongi Allah SWT, bahkan kita tidak bisa membohongi diri sendiri,” ujar Mu’ti.