MUHAMMADIYAH.OR.ID, MALANG – Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah resmi membuka forum Muhammadiyah Microfinance Summit II 2022 di kota Batu, Malang, Jawa Timur, pada Kamis (23/06).
Membawa tema “Membangun Kemandirian BTM dan Closed Loop Economy Muhammadiyah”, acara yang diadakan oleh Induk Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM) ini dibuka oleh Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Anwar Abbas.
Ketua MEK PP Muhammadiyah, Herry Zudianto mengatakan bahwa forum ini memiliki arti penting bagi penguatan ekonomi di kalangan Persyarikatan. Selain membentuk jaringan modal dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), BTM ke depan memiliki fungsi penting dalam advokasi dan akses modal masyarakat di lapisan bawah.
“Untuk itu saya berharap Muhammadiyah Microfinance Summit II 2022 ini, peran BTM bisa mengambil peluang tersebut dengan selalu fokus pada fokus sasaran, manajemen profesional, penerapan prinsip kehati-hatian dalam manajemen risiko, Good Cooperative Governance (GCG) yang terjaga dengan visi jangka panjang untuk menjaga sustainabilitas BTM,” harapnya.
Lebih lanjut, Herry mengakui bahwa saat ini tantangan BTM untuk advokasi tidak mudah karena ketatnya kompetisi dengan berbagai unit layanan permodalan, baik yang riba, ventura, hingga yang berbasis agama.
Hal inilah yang menuntut BTM melakukan koordinasi dan merapikan langkah melalui forum nasional agar BTM memiliki kelentingan dalam bersaing, serta menjadi alternatif utama bagi masyarakat bawah.
Senada dengan Herry, Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas menilai penting diadakannya forum ini. Selain pada hal-hal di atas, forum seperti ini berguna bagi ikhtiar bersama membangun kemandirian sekaligus kecerdasan finansial Persyarikatan.
Anwar lantas menyebut bahwa uang Muhammadiyah yang ditaruh di perbankan ada di kisaran angka Rp8 triliun. Sementara, pembiayaan Muhammadiyah dari perbankan yang diperoleh selama ini sebesar Rp4 hingga Rp5 triliun, dengan demikian uang perbankan yang dipinjamkan selama ini pada Muhammadiyah adalah uang mereka sendiri.
Anwar Abbas lantas menyayangkan hal itu. Pasalnya uang Muhammadiyah yang ditempatkan di perbankan itu dalam bentuk giro yang return-nya hanya 0,5 persen. Begitu juga di produk tabungan dan deposito yang hanya diperoleh bagi hasil hanya 3% saja.
Sementara itu jika ingin mengajukan pembiayaan ke perbankan, rata–rata margin bagi hasil pembiayaan yang diperoleh adalah antara 9%-13%, hal ini kata dia tidak menguntungkan. Maka tidak ada pilihan lain bagi Muhammadiyah selain terus melakukan penguatan di bidang ekonomi mikro maupun makro.
“Padahal, jika kita punya kecerdasan finansial, bagi hasil pembiayaan perbankan itu bisa kita tekan untuk memperoleh margin antara 4%-6%. Untuk bisa memperoleh itu, maka semua potensi ekonomi Muhammadiyah harus bersatu untuk dikonsolidasikan sehingga Muhammadiyah memiliki nilai tawar kepada perbankan yang akan datang,” ucapnya. (afn)